Tampilkan di aplikasi

Pengawasan koperasi terkendala SDM

Majalah Peluang - Edisi 102
3 September 2018

Majalah Peluang - Edisi 102

Peserta Bimtek juga mendapat praktik langsung Sistem Penilaian Kesehatan oleh Dr Indoyama Nasaruddin.

Peluang
Kendati tidak ada konsekwensi pidana dalam penerapan UU No 25 Tahun 1992, tentang Perkoperasian, tidak berarti koperasi boleh beroperasi seenaknya. Sebagai badan hukum privat, pengelola koperasi ditengarai rawan melakukan pelanggaran, semisal penyelewengan produk, transaksi pencucian uang hingga pendanaan teroris.

Masalahnya, untuk mendeteksi koperasikoperasi yang rawan penyimpangan itu, pemerintah masih mengalami kesulitan terutama dari kesiapsiagaan dan jumlah aparat yang terbatas. Apalagi lembaga formal bernama Deputi Pengawasan di Kementerian Koperasi UKM masih lembaga baru yang dibentuk awal tahun 2016.

Kendati terkendala sejumlah sarana dalam pengawasan koperasi, namun pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM tidak kendor dalam melakukan aktivitasnya. “Kami siasati dengan melakukan kerja sama strategis dengan instansi terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK,” kata Deputi Pengawasan Kementerian Koperasi UKM Suparno.

Ia mengemukakan hal itu saat membuka Bimbingan Teknis Peningkatan Kualitas Satuan Tugas (Satgas) Pengawas Koperasi, Selasa, (14/8/18) di Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Pelatihan yang diikuti sejumlah Kepala Dinas koperasi di Kepri itu menghadirkan pembicara antara lain Asisten Deputi (Asdep) Pemeriksaan Kelembagaan Yusuf Chairullah, Asdep Penilaian Kesehatan Usaha Simpan Pinjam Asep Kamaruddin, Asdep Penilaian Usaha Simpan Pinjam Akhmad Gopar dan Asdep Penerapan Sanksi Budi Suharto. Peserta Bimtek juga mendapat praktik langsung Sistem Penilaian Kesehatan oleh Dr Indoyama Nasaruddin.
Majalah Peluang di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI