Suatu hari, menurut penuturan sumber PORTONEWS beberapa kapal yang sedang melakukan , tampak dumping endapan bahan bakar minyak. Di lain kesempatan terlihat pula beberapa kapal sedang mecuci atau membuang limbah minyak dari tanki-tanki penyimpanannya. Titik lokasinya berada di Kepulauan Riau. Aksi mereka ini tentu saja dilakukan dengan sadar. Sengaja memilih lokasi daerah perbatasan yang memang jauh dari kontrol patroli kapal pengawasan pihak berwenang.
Kasus lain juga terjadi di Laut Timor akibat meledaknya anjungan minyak Montara milik PTT Exploration and Production (PTTEP) di Blok Atlas Barat Laut Timor pada 21 Agustus 2009. Akibatnya, tumpahan minyak dengan volume lebih dari 23 juta liter mengalir ke Laut Timor selama 74 hari. Peristiwa tumpahan minyak itu juga berdampak hingga ke pesisir Indonesia. Luas tumpahan diperkirakan mencapai kurang lebih 92 ribu meter persegi. Data Satgas Montara memperlihatkan ada 13 kabupaten di NTT yang terkena dampak dari kasus Montara.
Peristiwa tumpahan minyak juga terjadi di perbatasan Indonesia dan Singapura. Kala itu, pada tahun 2015 terjadi tabrakan kapal Alyarmouk dari Libya dan MV Sinar Kapuas dari Singapura. Akibatnya terjadi tumpahan minyak mentah di tengah lautan. Tumpahan ini pun mencemari lingkungan perairan di sekitar Pulau Bintan.
Selain di daerah perbatasan, tumpahan minyak juga kerap terjadi. Contohnya yang paling anyar di Teluk Balikpapan Kalimantan pada tahun akhir Maret 2018 dan di perairan Karawang Jawa Barat pada tahun 2019. Menurut Dwi Sawung, Manager Kampanye Perkotaan dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), intensitas kasus-kasus tumpahan minyak dan bahan-bahan kimia cukup sering terjadi di daerahdaerah perbatasan.
