Tampilkan di aplikasi

Buku Pustaka Obor Indonesia hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Manusia Indonesia

1 Pembaca
Rp 55.000 30%
Rp 38.500

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 115.500 13%
Rp 33.367 /orang
Rp 100.100

5 Pembaca
Rp 192.500 20%
Rp 30.800 /orang
Rp 154.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Pidato kebudayaan Mochtar Lubis (1977) di Taman Ismail Marzuki (TIM) diterbitkan menjadi buku berjudul Manusia Indonesia. Karena gaya dan sikapnya yang lugas dalam mengupas terutama sifat-sifat negatif orang Indonesia, buku ini menimbulkan pendapat pro dan kontra, selain membangkitkan pemikiran kritis tentang manusia Indonesia.

Sifat-sifat manusia Indonesia yang dimaksud ialah munafik, tidak mau bertanggungjawab, berperilaku feodal, percaya pada takhyul, berbakat seni, dan lemah karakternya. Stereotipe ini tentu saja tidak semuanya benar, namun tidak juga seluruhnya salah. Ketika reformasi sedang berkembang, sosok manusia Indonesia seperti dilukiskan di atas lebih kuat lagi aktualitas dan relevansinya. beberapa penyebabnya ialah pendidikan, sistem, dan struktur politik yang ikut mengentalkan sifat-sifat negatif tersebut. dari kedua sudut pandang tersebut, buku Manusia Indonesia menyajikan bahan dan permulaan kerangka yang berguna untuk membangun kembali manusia Indonesia yang sedang porak-poranda.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Mochtar Lubis

Penerbit: Pustaka Obor Indonesia
ISBN: 9786024331870
Terbit: Desember 2020 , 150 Halaman

BUKU SERUPA













Ikhtisar

Pidato kebudayaan Mochtar Lubis (1977) di Taman Ismail Marzuki (TIM) diterbitkan menjadi buku berjudul Manusia Indonesia. Karena gaya dan sikapnya yang lugas dalam mengupas terutama sifat-sifat negatif orang Indonesia, buku ini menimbulkan pendapat pro dan kontra, selain membangkitkan pemikiran kritis tentang manusia Indonesia.

Sifat-sifat manusia Indonesia yang dimaksud ialah munafik, tidak mau bertanggungjawab, berperilaku feodal, percaya pada takhyul, berbakat seni, dan lemah karakternya. Stereotipe ini tentu saja tidak semuanya benar, namun tidak juga seluruhnya salah. Ketika reformasi sedang berkembang, sosok manusia Indonesia seperti dilukiskan di atas lebih kuat lagi aktualitas dan relevansinya. beberapa penyebabnya ialah pendidikan, sistem, dan struktur politik yang ikut mengentalkan sifat-sifat negatif tersebut. dari kedua sudut pandang tersebut, buku Manusia Indonesia menyajikan bahan dan permulaan kerangka yang berguna untuk membangun kembali manusia Indonesia yang sedang porak-poranda.

Pendahuluan / Prolog

Pengantar
Dua kali almarhum Pak Margono Djojohadikusumo, ayah Prof. Soemitro Djojohadikusumo, datang ke redaksi Kompas di Palmerah Selatan Jakarta. Pertama ia menyampaikan protes, kenapa prajurit TNI yang gugur dalam operasi di Timor Timur bukan saja tidak diperlakukan sebagai pahlawan, melainkan diperlakukan secara diam-diam.

Kedatangannya yang kedua memprotes ceramah Mochtar Lubis tentang Manusia Indonesia. Masih saya ingat, pendapatnya tentang aristokrasi yang dihubungkannya dengan pernyataan Mochtar Lubis yang mengecam keras berlangsungnya feodalisme di Indonesia. Di antaranya ia katakan, arsitokrasi – itulah istilah yang dipakainya – jangan hanya dilihat segi negatifnya. Aristokrasi menunjuk pula ke sikap dan budi mulia.

Pidato Bung Mochtar yang diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia berjudul Manusia Indonesia, ramai dibicarakan. Gaya dan sikapnya yang terus terang mengupas terutama sifat-sifat negatif orang Indonesia kecuali mengundang pendapat pro dan kontra, terutama juga membangkitkan pemikiran kritis tentang manusia Indonesia. Memang bisa dipersoalkan, manusia Indonesia mana yang dimaksudkan, mengingat masyarakat bangsa Indonesia adalah masyarakat majemuk. Ada beragam suku bangsa, keturunan dan daerah.

Dari isi buku, dapatlah disimpulkan yang dimaksudkan oleh Mochtar Lubis sebagai manusia Indonesia, manusia Indonesia seperti yang distereotipkan. Atau meminjam ungkapan Walter Lippmann seperti yang tergambar dalam benak “pictures in our head”. Enam sifat disebut dan dipaparkan:
1. Munafik atau hipokrit, yang di antaranya menampilkan dan menyuburkan sikap ABS, asal bapak senang.
2. Enggan dan segan bertanggung jawab atas perbuatannya.
3. Bersikap dan berperilaku feodal 4. Percaya takhyul 5. Artistik, berbakat seni 6. Lemah watak atau karakternya.

Stereotip tidak seluruhnya benar, tidak pula seluruhnya salah. Stereotip tumbuh dalam benak orang karena pengalaman, observasi, tetapi juga oleh prasangka dan generalisasi. Tetapi saya cenderung berpendapat, stereotip bermanfaat sebagai pangkal tolak serta bahan pemikiran serta penilaian secara kritis, maka aktual dan relevanlah buku ini.

Sungguh menarik, justru saat ini, tatkala reformasi sedang berkembang menjadi masa pancaroba, sosok Manusia Indonesia seperti dilukiskan wartawan-budayawan itu lebih kuat lagi aktualitas dan relevansinya. Tampak hadirnya dua gejala dalam perkembangan masyarakat. Di satu sisi tumbuh dan meluasnya sosok manusia Indonesia baru, bukan saja berpendidikan, tetapi juga kritis, berupaya menanggalkan sifat-sifat lama, lebih lugas, ya, ya, tidak tidak. Berorientasi kuat kepada kinerja. Bersikap fair, menuntut tetapi juga bekerja dan berprestasi. Berani bertanggung jawab.

Sebaliknya, terutama dalam lapisan elite politik dewasa ini, justru dikarikaturkan pandangan, sikap dan perilaku yang mengentalkan sifat-sifat negatif manusia Indonesia seperti digambarkan dalam buku ini. Ketika dicari latar belakang dan sebab-sebabnya, ditemukan beberapa hal. Pendidikan disebut sebagai salah satu faktor. Juga sistem dan struktur politik yang ikut mengentalkan sifat-sifat negatif itu.

Jika benar, pendidikan, sistem sosial politik serta struktur sosial merupakan latar belakang dan sebabnya, ke sanalah orang harus mencari pemecahannya. Kini tibalah zaman kebebasan. Pakailah kebebasan itu sebagai pisau analisa untuk secara tajam dan jujur mengupas seberapa jauh sosok Manusia Indonesia seperti digambarkan dalam buku itu masih berlaku dan bagaimana memperbaikinya.

Pendidikan yang tepat membantu banyak. Pendidikan haruslah menghasilkan sikap reflektif secara kritis. Inilah yang selama 30 tahun lebih surut, hadirnya pemikiran secara kritis dan mendalam terhadap persoalan-persoalan kemasyarakatan yang kita hadapi. Masyarakat dibawa larut oleh pragmatisme dan materialisme. Struktur sosial besar peranannya. Karena itu, sistem sosial politik seperti demokrasi dan sistem sosial ekonomi seperti ekonomi pasar yang beroh sosial, haruslah mengubah struktur sosial.

Bersama dan di dalam perubahan struktur sosial itu, usaha mengoreksi dan mengubah sifat-sifat negatif manusia Indonesia lebih menjanjikan. Dari sudut pandang itu, buku Manusia Indonesia menyajikan bahan dan permulaan kerangka yang berguna untuk membangun kembali manusia Indonesia. Masyarakat sedang porak-poranda. Inilah kesempatan untuk membangun masyarakat bangsa dan negara Indonesia kembali.

Daftar Isi

Sampul
Daftar isi
     Pengantar
     Manusia Indonesia
     Ciri Kesatu
     Ciri Kedua
     Ciri Ketiga
     Ciri keempat
     Ciri Kelima
     Ciri Keenam
     Ciri Lainnya
     Dunia kini
     Kesimpulan
     Tanggapan-tanggapan, Tanggapan atas Tanggapan
          Tanggapan-Tanggapan
               Kondisi dan Situasi Manusia Indonesia Masa Kini, Dilihat Dari Sudut Psikologi
                    Profil kepribadian
                    Pendekatan psikologi
                    Apakah yang sesungguhnya terjadi dengan manusia Indonesia?
                    Penutup
               Kondisi dan Situasi Manusia Indonesia Masa Kini
                    Kelemahan logika
                    Memang saling bertentangan
                    Keberanian fisik
                    Dengan Buyung Nasution SH
               Feodalisme, New-Feodalisme, Aristokrasi
                    Karikatur yang menggelikan
                    Bahan utama GBHN
                    Surat dari cucu
                    Jangan menyakiti hati orang
                    Cinta terhadap leluhur
                    Ksatria
                    Tidak boleh dilupakan
          Tanggapan Atas Tanggapan
               Menata Mendasar Kembali
                    Aparat pemerintah
                    Dari atas
                    Pertamina dan Palapa
                    Sistem distrik
                    Pendidikan mendesa
                    Kenal alam
                    Motor negara
                    Rencana mengkaki langit
                    Sesak panik
               Menyambut Ceramah Mochtar Lubis*RENUNGAN TENTANG “MANUSIA INDONESIA MASAKINI
                    Dari dulu banyak disorot
                    Orang Jawa
                    Jawa: “Santai”
                    Lahirlah Sumpah Pemuda
                    Modal kita: Kemauan keras
                    Umumnya sama saja
                    Bukan monopoli Machiavelli
                    Lebih baik khianati seluruh dunia
                    Hipokrit, percaya takhyul dan sebagainya
                    Bukan pada seorang
                    Bapakisme
                    Kekurangan kaum teknokrat
                    Feodalisme sesudah ’28
                    “Boros” dan “lekas puas”
                    Satu hal amat nyata
                    Tongkat-tongkat estafet
               Tanggapan Atas Tanggapan *Manusia Indonesia Kini
     Tentang Penulis