Tampilkan di aplikasi

Sri Fitriani, srikandi kopi dari Gunung Halimun

Tabloid Sinar Tani - Edisi 3782
14 Januari 2019

Tabloid Sinar Tani - Edisi 3782

Green bean hingga kopi bubuk akhirnya berhasil diproses dan mendapat apresiasi yang sangat baik oleh pasar.

Sinar Tani
Tak banyak memang wanita yang serius menggeluti usaha perkebunan kopi. Sri Fitriani adalah salah satu dari sedikitnya Srikandi tersebut. Padahal jika digeluti serius, hasil panen bisa memasok kedai kopi bahkan diolah menjadi kopi kemasan.

Dengan tanah yang subur dan udara nan sejuk, lahan di Gunung Halimun sangat cocok jika ditanami kopi. Potensi tersebutlah yang mendorong bermunculannya petani kopi dari Sukabumi ini. Tak hanya petani tua yang mendominasi perkebunan kopi, tapi generasi muda dengan beragam ide dan inovasi pemasarannya juga Sri Fitriani Srikandi Kopi dari Gunung Halimun Tak banyak memang wanita yang serius menggeluti usaha perkebunan kopi.

Sri Fitriani adalah salah satu dari sedikitnya Srikandi tersebut. Padahal jika digeluti serius, hasil panen bisa memasok kedai kopi bahkan diolah menjadi kopi kemasan. Terjun langsung dalam usaha perkebunan kopi.

Salah satunya adalah Sri Fitriani, srikandi muda dari Gunung Halimun. Ia terjun langsung ke perkebunan kopi karena prihatin terhadap orang tua dan beberapa petani kopi yang mengalami kerugian saat hasil panennya dibeli tengkulak dengan harga murah.

Untuk diketahui, perjalanan kopi di tanah Sunda dimulai sejak masa penjajahan Belanda pada abad ke 17, tepatnya di gunung Halimun (Sukabumi). Namun, sekitar tahun 1880 hama penyakit tanaman kopi di Gunung Halimun, melengkapi “kepunahan” kopi di Jawa Barat, tanaman kopi pun mulai diganti dengan sayurmayur oleh penduduk sekitar.

Pada tahun 2000-an, kopi di tanah Sunda berkembang dengan bibit kopi berbagai varietas Arabika dari berbagai daerah seperti Aceh, Timor Timur, Sumatera, dan lain sebagainya.

Hingga tahun 2008, para petani kopi minim informasi, sehingga banyak menghasilkan grade asalan. Pada waktu itu, petani sering melakukan pemetikan secara apres (petik sekaligus dalam satu ranting) dan kurang memerhatikan pengolahan pascapanen.
Tabloid Sinar Tani di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI