Kegiatan perluasan lahan pertanian terbagi dua. Pertama, cetak sawah yang sebenarnya, dalam arti mengubah lahan tidur menjadi sawah. Kedua, optimalisasi lahan. Optimalisasi lahan yakni menambah areal luas tanam melalui optimalisasi lahan yang tidak produktif.
Cetak sawah baru dilakukan bekerjasama dengan TNI di lahan-lahan tidur di luar Jawa. Di antaranya, Lampung, Sumatera Selatan, Pulau Kalimantan, dan Papua. Karena itu, meski alih fungsi lahan terus berlanjut dan pertumbuhan penduduk sejak pemerintahan Jokowi-JK yang mencapai 12,8 juta jiwa dibanding tahun 2014 capaian produksi pertanian saat ini justru meningkat.
Tambahan konsumsi sebesar 1,7 juta ton pun dapat terpenuhi dari produksi dalam negeri. Ini dapat dicapai karena bertambahnya luas tanam melalui optimalisasi lahan dan cetak sawah baru.
Dirjen PSP, Pending Dadih Permana mengatakan, lahan yang dicetak menjadi sawah berasal dari berbagai latar belakang. Ada yang areal milik pribadi masyarakat, lahan milik perhutani, milik negara atau milik pemda.
“Apabila lahan tersebut milik negara, maka ada ketentuan khusus pemanfaatannya dan pengalihan haknya kepada masyarakat. Apabila milik sendiri, maka anggaran cetak sawah bisa berasal dari pemerintah, tetapi juga bisa berasal dari dana petani sendiri,” papar Pending.
Melalui program cetak sawah baru, menurut Pending, sejumlah lahan yang terlantar dan lahan tidur dapat didayagunakan. Artinya, program ini sejalan dengan upaya untuk mendukung penyediaan pangan oleh pemerintah.
Keuntungan yang bisa diperoleh dari program cetak sawah ini adalah meningkatkan rasio pemanfaatan tanah, mengurangi jumlah lahan terlantar, menambah luas areal tambah tanam, meningkatkan produksi padi secara nasional, dan mening katkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Tabloid Sinar Tani di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.