Tampilkan di aplikasi

Menggali hikmah dari kebiasaan berbagi

Majalah Swadaya - Edisi 193
3 Oktober 2018

Majalah Swadaya - Edisi 193

Ada rasa bahagia ketika mengeluarkan zakat. Tidak ada yang lebih membahagiakan dan membuat adem setelah melaksanakan kewajiban tersebut.

Swadaya
Saya bertemu dengan saudara yang hendak memulai hidup baru di luar kota. Setelah cukup lama di kota rantau, kini saatnya ia beserta keluarganya pulang ke kampung halaman. Pindah tempat dan juga suasana yang baru, tentunya menjadi awal bagi ia dan keluarga.

Saya berbincang banyak dengannya. Mulai dari rencana yang akan dikerjakan di tempat baru, sekolah mana yang dituju untuk anak-anak, serta proses penyesuaian yang pasti tidak mudah bagi mereka. Semua itu sudah dipikirkannya dengan matang.

Lalu, tiba-tiba ia mengatakan, ”Sebelum pulang nanti, saya pun sudah mengeluarkan zakat penghasilan untuk membersihkan harta dari penghasilan yang saya peroleh ini,” ujarnya. Ia bercerita, banyak saudaranya yang belum sadar zakat. Berbagi masih sebatas infak dan sedekah.

Padahal, zakat sudah terhitung wajib bagi mereka. Berbanding terbalik dengan kondisinya, yang boleh dikatakan tidak semampu saudara-saudaranya yang lain. Namun, untuk urusan zakat dan syariat Islam lainnya, ia lebih memprioritaskan.

Menurut pengalamannya, menunaikan zakat membuatnya tenang. Ada rasa bahagia ketika mengeluarkan zakat. Tidak ada yang lebih membahagiakan dan membuat adem setelah melaksanakan kewajiban tersebut.

Ia sadar, walaupun kini masih kurang dalam harta, namun ia sangat yakin, masih banyak orang lain yang lebih sulit dan kekurangan dibandingkan dirinya. Oleh sebab itu, zakat dan sedekah adalah wujud syukur kepada-Nya, atas apa yang sudah Ia berikan selama ini. Kesehatan, keluarga, anak, dan suami adalah kebahagiaan yang sudah Allah SWT titipkan.
Majalah Swadaya di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Edisi lainnya    Baca Gratis
DARI EDISI INI