Sedikit cerita saya mengenai sedekah, pertengahan Agustus, kondisi ekonomi keluarga cukup tersendat. Pemasukan tak lagi lancar, disebabkan jam mengajar tidak ada dan usaha yang dirintis sedang mengalami penurunan. Sementara pengeluaran rutin terus berjalan ditambah kadang harus mengalami pengeluaran yang tak terduga. Semua itu tak menghalangi saya dan keluarga untuk memperbanyak sedekah melalui kencleng DPU Daarut Tauhiid.
Saat itu, putri kami yang bersekolah di SD memang gemar bersedekah. Setiap melihat ayah ibunya memegang uang, maka dia akan langsung berkata, “Ayah, Bunda, uangnya boleh dimasukin kencleng?” Pertanyaan sederhana yang selalu dijawab anggukan kepala tanda setuju. Kami ingin mendidiknya dan membiasakannya bersedekah rutin meski saat sulit sekalipun. Alhamdulillah dalam sebulan, beberapa kencleng mulai terisi penuh dan siap dijemput petugas DPU Daarut Tauhiid.
Kesibukan rutin membuat saya lupa menyerahkan kencleng yang sudah terisi penuh. Di tengah kelupaan itu, rasanya Allah mengingatkan saya dengan menambah beban ekonomi semakin berat. Saat “terjepit” itulah sang anak selalu mengingatkan, “Ayah, bunda, kok kenclengnya belum diambil-ambil?” Saat itulah, saya berinisiatif menghubungi petugas Daarut Tauhiid untuk menyerahkan dan menukar kencleng yang sudah penuh.
Syukur Alhamdulillah, besoknya dan seterusnya rezeki Allah berdatangan dan mengalir terus. Pekerjaan menulis, mengisi training, jam mengajar bertambah banyak dan ladang rezeki terbuka lebar. Saat itulah, saya rasanya mulai tersadarkan diri, betapa Allah mendidik saya dan keluarga agar jangan meremehkan sedekah. Keyakinan dalam hati semakin kuat, sehingga kelapangan rezeki membuat saya mengajak anak semakin rajin bersedekah.
