Tampilkan di aplikasi

Mengapa si micin harus disalahin?

Majalah Swadaya - Edisi 203
27 Februari 2020

Majalah Swadaya - Edisi 203

Micin

Swadaya
Penurunan kualitas generasi penerus bangsa sering dinisbatkan secara serampangan pada satu penyebab tunggal yang sifatnya menyederhanakan masalah. Salah satunya adalah micin alias MSG. Inilah “makhluk” yang kerap disorot sebagai biang kerok mental bangsa yang bobrok.

Keren ya dia? Lalu, apa salahnya si micin? “MSG itu berbahaya, penyebab kanker otak, pemicu gangguan hipersensitivitas dan kasus metaboli.” Demikian sebagian klaim yang beredar di sosmed. “Micin itu bikin bodo dan belet dalam belajar.” Demikian klaim lainnya. Tapi apa seperti itu? Apa sih isi si micin alias MSG itu?

Apa memang berbahaya seperti alkaloid koka, yang juga berbentuk kristal putih, yang meracuni otak manusia lewat gangguan terhadap neurotransmiter seperti dopamin? Titik tangkapnya memang neurotransmiter di otak. Tetapi, soal bahayanya agak beda.

Orangorang Amerika, yang mampu menjajah dunia lewat lidah, telah mengajarkan bahwa rasa umami pada masakan dan bahan makanan ternyata adalah jerat indera kelewat nikmat yang mampu membuat banyak orang taat menjadi sesat (dalam konteks makan memakan tentunya).

Amerika dengan budaya franchise makanan siap sajinya, seperti ayam goreng dan burger, telah memperkenalkan pada kita budaya glutamat dan mono natrium glutamat alias MSG, alias moto micin.

Jadi, fried chicken dan burger itu pakai MSG juga? Secara langsung sih tidak. Tapi, kita kan tahu kalau mitra setia dari FC dan BRGR adalah tomato ketchup alias saus tomat. Orang Semarang menyebutnya caos.

Bahan asalnya tidak selalu terbuat dari tomat. Sebagian di antaranya dibuat dari pepaya. Bahkan, sebagiannya sama sekali tidak ada buah atau sayurnya. Cukup pewarna dan asam sitrat biar rasanya kecut-kecut menggoda.
Majalah Swadaya di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Edisi lainnya    Baca Gratis
DARI EDISI INI