Tampilkan di aplikasi

Musuh lateen itu bernama kemiskinan

Majalah Swara Cinta - Edisi 71
18 September 2017

Majalah Swara Cinta - Edisi 71

Entah mengapa, kemiskinan seolah lestari di negeri ini. Pemberantasan kemiskinan melalui strategi penggusuran dan relokasi juga ternyata tak jadi solusi.

Swara Cinta
Hembusan angin malam menusuk tulang ia rasakan setiap malam. Bilik bambu tak mampu menahan laju angin karena bolong di sana-sini. Bangunan yang lebih tepat disebut gubuk itu sudah reyot, sangat rentan dan membahayakan penghuninya. Adalah Karsih, nenek renta yang mendiami gubuk berukuran 6 x 3 meter persegi itu. Di sisa senja hidupnya, ia tinggal sebatang kara. Hanya 5 ekor ayam kampung yang setia menemaninya. Desa kecil di kawasan utara Tangerang menjadi saksi kegetiran hidupnya.

Sudah 10 tahun Karsih hidup sebatang kara setelah ditinggal wafat suaminya. Ia pun mengandalkan hidupnya dari belas kasih warga sekitar. Beras raskin jatah pemerintah menjadi andalan, tanam-tumbuhan dari kebun belakang milik warga menjadi tumpuan. Jika sudah terdesak, ayam kesayangannya pun dilego kepada mereka yang menginginkan. Karsih tak begitu ingat berapa usianya, namun yang bisa ia pastikan, selama hidupnya ia terjerat kemiskinan.

Tak perlu mengulik jawaban, pemandangan di dalam rumah sudah cukup menjadi jawaban. Dipan kayu reyot menjadi satu-satunya tempat sandaran Karsih. Tak ada gerobok untuk menyimpan pakaian-pakain lusuhnya. Juga sekedar kursi untuk tamu yang bertandang. Karsih adalah salah satu potret kemiskinan masyarakat di sekitar kita, terutama di desa. Tetangga- tetangga Karsih juga memiliki nasib yang tak jauh berbeda. Mereka mengandalkan hidup dari hasil sawah dan ladang yang tak seberapa.

Di saat bersamaan, kebutuhan untuk keluarga terus membesar dan tak mengenal kata tunda. Wajah kemiskinan itu tidak saja kita jumpai di desa. Di balik gedunggedung megah ibu kota, dengan mudah kita temukan mereka yang hidup termarjinalkan. Mereka yang selama ini dianggap residu pembangunan itu ada di bantaran sungai, tepian rel kereta, hingga kolong-kolong jembatan. Pemukiman padat dan kumuh di jantung ibu kota cukuplah menjadi surga.
Majalah Swara Cinta di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Edisi lainnya    Baca Gratis
DARI EDISI INI