Jakarta - Guna mengentaskan kemiskinan, sebaiknya praktik charity dihentikan. Charity dapat diganti dengan metode pemberdayaan atau profetik filantropreneur. Hal tersebut diutarakan oleh Dewan Pembina Dompet Dhuafa Parni Hadi dalam acara diskusi Indonesian Poverty Outlook 2020 di Jakarta (9/12).
Parni melihat, melalui metode profetik philantropreneur pola pikir masyarakat miskin dapat diubah dari sekedar menerima bantuan menjadi golongan pekerja atau pemberi karena telah mampu dan berdaya. Agar masyarakat miskin terus berdaya, Parni menganjurkan supaya terus dilakulan pendampingan program pemberdayaan tanpa ada exit program.
Menurut Parni ada tiga penyakit yang sulit membuatcharity dihentikan. Charity dapat diganti dengan metode pemberdayaan atau profetik filantropreneur. Hal tersebut diutarakan oleh Dewan Pembina Dompet Dhuafa Parni Hadi dalam acara diskusi Indonesian Poverty Outlook 2020 di Jakarta (9/12).
Parni melihat, melalui metode profetik philantropreneur pola pikir masyarakat miskin dapat diubah dari sekedar menerima bantuan menjadi golongan pekerja atau pemberi karena telah mampu dan berdaya. Agar masyarakat miskin terus berdaya, Parni menganjurkan supaya terus dilakulan pendampingan program pemberdayaan tanpa ada exit program.
Menurut Parni ada tiga penyakit yang sulit membuat Founder dan Ekonom CORE Indonesia Hendri Saparini menuturkan kemiskinan di Indonesia termasuk yang tertinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya kendati dalam 5 tahun terakhir angka kemiskinan mengalami penurunan.
Menurut Hendri data tersebut tidak aktual karena golongan yang masih rentan miskin pun belum tentu berdaya dan jumlahnya mendekati 100 juta jiwa. Sependapat dengan Parni, orang yang masuk golongam rentan miskin perlu terus disokong karena bila dibiarkan akan dengan mudah jatuh dibawah garis kemiskinan.
