Beragam upaya dilakukan oleh para pelaku bisnis rumah sakit demi dapat turut mereguk untung di balik banyaknya pasien BPJS Kesehatan. Biaya operasional yang membengkak hingga strategi branding yang harus diubah menjadi konsekuensi lain gurihnya potensi jaminan sosial dari pemerintah tersebut.
Perubahan besar dilakukan oleh Hermina Group sejak tahun 2014 lalu. Secara bertahap, grup rumah sakit yang semula menyasar segmen ibu dan anak itu mengubah status jaringan rumah sakit di bawahnya menjadi rumah sakit umum (RSU). Langkah itu dilakukan seiring dengan semakin banyak dan beragamnya permintaan pasar terhadap layanan kesehatan yang disediakan di Rumah Sakit Hermina.
“Karena pasien kami sudah nyaman dengan standar pelayanan yang kami berikan, mereka yang semula hanya datang untuk layanan Ibu dan Anak, berharap juga bisa mengakses layanan itu di Hermina,” ujar Direktur Utama Hermina Group, Dr. Hasmoro, kepada Warta Ekonomi beberapa waktu lalu.
Upaya memperluas layanan yang disediakan itu secara tidak langsung juga menjadi alasan di balik keputusan Hermina Group untuk mulai menerima pasien BPJS Kesehetan mulai tahun 2017 lalu. Meski bukan menjadi alasan utama, Hasmoro mengakui bahwa layanan BPJS Kesehatan merupakan ceruk pasar yang cukup menjanjikan karena memiliki jumlah peserta yang sangat banyak hingga jutaan orang.
Alasan lainnya adalah karena pembayarannya ditanggung oleh pemerintah yang tidak mungkin gagal bayar. “Jadi, (BPJS) itu istilahnya captive market bagi industri rumah sakit. Tinggal kita sebagai pengelola harus jeli dalam mengatur cash flow-nya karena untuk pembayarannya memang perlu waktu,” tutur Hasmoro.
