Ada yang unik dari perilaku masyarakat Indonesia saat ini. Banyak yang bilang ekonomi kita sedang tidak baik, daya beli masyarakat menurun, dan macam-macam. Tapi di luar sana banyak ditemui hotel dan tempat wisata penuh, restoran berjubel orang mengantri makanan. Melihat data pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Sektoral Triwulan II 2018, tebukti sektor Penyediaan Akomodasi & Makanan dan Minuman tumbuh 5,75%. Naik jika dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 5,05%. Tumbuh 0,70%, angka yang lumayan tinggi untuk sektor konsumsi.
Laporan Foodservice Profile Indonesia 2016, juga telah meramalkan pada tahun 2019 ini nilai bisnis layanan makanan mencapai US$56,290,7 juta, dan didominasi oleh full service restoran dengan nilai US$45.423,5 juta. Untuk laju pertumbuhan majemuk tahunan atau Compound Annual Growth Rate atau (CAGR) 2015-2019 sebesar 9,0%.
Pertumbuhan sektor tersebut direspon oleh pelaku bisnis restoran. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Haryadi Sukamdani mengungkapkan, saat ini terdapat 5.000 restoran dining, dengan beragam jenis makanan. Pertumbuhan bisnis restoran juga sangat pesat, antara 15-20% per tahun, terutama restoran berbasis franchise baik dari Luar Negeri maupun Domestik.
Namun bisnis restoran ternyata memiliki tantangan yang unik, salah satunya akan sepi pada jam-jam tertentu, seperti sebelum dan sesudah jam makan siang atau sebelum dan sesudah jam makan malam. Sepinya restoran pada jam tersebut bukan karena masyarakat tak mampu tidak mampu bayar, tapi karena belum saatnya makan, atau low hour. Tapi saat peak hour, pada jam makan siang dan makan malam restauran akan penuh.
