Setiap orang tua adalah pendidik yang baik. Tetapi jika putra-putrinya memiliki gangguan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), baik saja tidak cukup. Untuk memastikan anak dapat beradaptasi tanpa hambatan di masa depan dan menciptakan rumah yang tenang, maka harus menjadi orang tua yang hebat.
Membesarkan anak dengan ADHD tidak seperti pengasuhan anak pada umumnya. Pembuatan aturan normal dan rutinitas rumah tangga bisa dibilang hampir tidak mungkin. Tergantung pada jenis dan tingkat keparahan gejala anak, orang tua harus menerapkan pendekatan berbeda. Jika diperhatikan secara saksama, anak ADHD berbeda dengan anak autisme. ADHD lebih memengaruhi bagaimana cara otak tumbuh dan berkembang. Sedangkan, autisme adalah rangkaian gangguan perkembangan yang menyangkut kemampuan bahasa, perilaku, interaksi sosial, maupun cara belajar.
Gejala ADHD bisa berbeda pada setiap anak. Sering kali seorang anak harus menjalani serangkaian proses evaluasi dan tes yang dilakukan oleh dokter untuk mengetahui apakah dia mengidap ADHD atau tidak. Secara umum, gejala ADHD pada anak di antaranya susah fokus, kerap mengganggu orang lain, sering tantrum atau rewel, tidak mampu mengenali kebutuhan diri sendiri, tidak sabar, hingga mudah gelisah.
Ciri berikutnya adalah tidak tenang dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Tak pernah bisa menyelesaikan PR atau tugas sekolah. Segala sesuatu yang membutuhkan kemampuan mental untuk berpikir keras sering kali dihindari anak ADHD.
Mereka juga biasanya tidak bisa disiplin dan pelupa. Setiap anak cenderung akan melewati masa tumbuh kembangnya dengan caranya sendiri. Hanya saja kita sebagai orang tua perlu lebih waspada, bila anak menunjukkan gejala ADHD dalam kurun waktu lama dan berulang. Apalagi, kalau perilakunya mulai mengganggu sekolah dan interaksi sosial, kita perlu memberi perhatian lebih padanya.
