Teman, cermin keseharian
Teman adalah cermin bagaimana akhlak dan keseharian kita. Bahkan, ia bisa berlaku sebagai pagar yang menjaga agama kita. Kala pagar itu kokoh, maka agama kita akan terjaga. Namun, kala pagar itu rapuh, agama pun bisa dengan mudah dimangsa oleh para “serigala” dunia, yang selalu mengajak kepada kesesatan dan kemungkaran.
Oleh karena itu, memilih teman menjadi sesuatu yang sangat mendasar. Tak bisa asal. Jangan sampai hanya karena ingin membuka pergaulan seluasluasnya kita terjebak dalam pertemanan yang menjerumuskan. Semata ingin dikatakan inklusif, kita lantas masuk dalam pusaran kesesatan.
Sikap wara’ dalam memilih teman ini menjadi lebih penting dilakukan oleh mereka yang ditokohkan. Bisa ustadz atau yang lain. Sebab, apa yang dilakukan oleh seorang tokoh jelas akan berpengaruh pada pengikut, pengagum, atau objek dakwahnya. Bagi seorang ustadz atau dai, tak hanya dibutuhkan sikap wara’, tetapi juga keteguhan dan keistiqamahan dalam memegang prinsip atau manhaj.
Banyak terjadi, terlena karena sudah tersohor, bergaul dengan kalangan papan atas, prinsip-prinsip agama malah disembunyikan di balik punggungnya. Malu untuk menampakkan prinsipnya. Atau malah terjebak untuk saling memuji tokoh yang sejatinya tidak sesuai dengan manhaj nubuwwah yang seharusnya kita pegang kuat. Lebih ironi jika kita berdekat-dekat dengan “sumber dana” yang “tidak jelas”.
Utang budi menjadikan lisan kita tumpul dalam memperingatkan umat akan bahaya kesesatan kelompok yang berafiliasi dengan “organisasi penyandang dana”. Tak hanya tumpul, lambat laun kemesraan pun muncul. Kalau sudah begini, sulit berharap prinsip agama menjadi bahan nasihat. Yang muncul adalah bantahan-bantahan dengan argumen yang juga tidak jelas, menyitir fatwa lama, dan pilah pilih ulama yang seirama.
Begitulah pertemanan. Terkadang bisa menambah keimanan, karena ada yang saling mengingatkan. Terkadang ada yang bisa menjerumuskan karena terus melenakan. Agama pun menjadi acuan saat kita memilih teman. Dakwah karena Allah juga menjadi kepentingan yang mengiringi saat kita bergaul dengan orang-orang yang jauh dari manhaj Islam. Bukan kita yang justru tenggelam. Wallahu a’lam.