Bagi sebagian besar car enthusiast, Porsche termasuk salah satu brand yang konsisten dalam hal mempertahankan heritage yang unique point, dimana salah satunya adalah bidang desain. Ya, pabrikan asal Stuttgart Jerman ini memang terus mempertahankan ‘DNA’ identitas mereka yang desain bagian depan jauh lebih tinggi daripada bagian belakang, serta garis ‘flyline’ yang landai hingga ke buritan belakang.
Terlalu konsisten malah sehingga pada awal dekade 1990-an Porsche pantas dibilang memasuki masa stagnasi. Seorang desainer mobil kenalan kami menceritakan betapa dirinya tidak berminat menjadi anggota keluarga klan Stuttgart karena pada masa itu Porsche hanya punya 911 sebagai line-up. Efeknya berimbas pada profitabilitas. Porsche sempat mengalami masa-masa sulit dari sisi finansial... Di bawah kepemimpinan Wendelin Wiedeking selaku Porsche CEO pada saat itu, inisiatif berupa model benar-benar baru untuk kembali mengangkat Porsche kembali ke percaturan brand sports car global dunia digagas. Hasilnya berupa sosok dinamai Porsche Boxster.
Debut perdana Boxster sejatinya menuai angin segar di kalangan Porsche enthusiast. Maklum saja Boxster membawa spirit dari mobil balap 550 Spyder produksi 1953 – 1956. Spirit ini pun dikemas dengan pendekatan desain, serta pemilihan layout yang sudah lama tidak digunakan model-model Porsche jalan raya. In dilakukan berdasarkan riset dilakukan sejak 1992. Juga menggunakan ide desain dari Grant Larson dan Pinky Lai (kemudian disempurnakan oleh Harm Lagaay), terinspirasi oleh varian lawas Porsche seperti 356 Cabriolet, Speedster, and 550 Spyder. Setelah ide disetujui, serta konsultasi produksi dengan Toyota, Porsche merilis konsep Boxster pada ajang North American International Auto Show 1993. Sebelum akhirnya masuk jalur produksi pada 1996.
