Komunitas Bakery-Restoran dan Café, Tim BARECA Magazine pada pertengahan Agustus 2017 lalu berkunjung ke Jember, sebuah kabupaten di Jawa Timur, yang terletak di antara Surabaya dan Banyuwangi. Kami mengunjungi pusat penelitian kakao dan perkebunan kakao di kabupaten tersebut. Kami memahami bahwa kakao, yang merupakan tanaman asal produk cokelat, kondisinya kurang terperhatikan.
Sungguh kurang beruntung tanaman kakao ini karena banyak areanya yang berganti ditanami tanaman lain seperti kelapa sawit, karet dan kopi. Salah satu perkebunan yang kami kunjungi, bahkan awalnya ditanami kakao seluas 150 hektar, namun saat ini tinggal 30 hektar saja yang ditanami kakao. 120 hektarnya berubah menjadi perkebunan karet dan kopi.
Apakah konsumsi dan harga produk cokelat di pasar dunia turun? Tidak ternyata. Konsumsi dunia secara stabil menunjukkan kenaikan, terutama di negara-negara seperti Tiongkok, India, Indonesia dan Brasil. Negara lain penikmat cokelat dalam jumlah besar seperti Eropa, Amerika Utara dan Jepang stabil dalam konsumsi cokelatnya. Harga cokelat juga bagus. Mengapa penanaman kakao lalu menurun?
Kami melihat beberapa faktor yang menjadi penyebab. Pertama adalah rentannya tanaman kakao diserang hama dan penyakit. Padahal menghadapi kedua musuh kakao ini tidak mudah penanganannya karena perkebunan kakao biasanya tumpang sari dan berada pada naungan pohon lain yang lebih tinggi (kakao tidak bagus kalau langsung terkena sorotan sinar matahari). Artinya lokasi perkebunan kakao sebenarnya agak di hutan.
Kedua, petani tidak mau repot-repot menjemur dan memfermentasi biji kakao sebelum disortasi dan disangrai (panggang) sebelum dijual ke pedagang atau pengepul. Waktu adalah uang, dan penambahan proses juga berarti uang yang lebih banyak lagi dikeluarkan. Kalau harga jual biji kakao dari petani ke pedagang sekitar Rp 25.000 per kilogram, maka sebenarnya tidak banyak sisa yang dapat mereka pakai untuk meningkatkan kualitas hasil panen kakao mereka.
Pragmatisnya, jual secepatnya dengan biaya sehematnya. Peremajaan pohon kakao? Itu tidak masuk dalam prioritas. Ketiga, peran pemerintah dalam menyebarkan bibit kakao mulia dan membantu petani dalam memerangi hama dan penyakit boleh dikatakan minim sekali.
Pemerintah mungkin tidak terlalu memahami dan peduli bahwa cokelat di pasaran dunia sudah semakin menjadi produk yang dikategorikan emas hitam (black gold), yang artinya harganya semakin setara dengan emas. Tinggal menunggu 1 dekade lagi, jika kondisi penanaman kakao di dunia tidak berubah kondisinya, maka harga cokelat akan meroket dan makan cokelat akan menjadi kemewahan.
Kakao yang telah memperkaya ribuan pengusaha dan bangsawan di Eropa dan perusahaan-perusahaan raksasa dunia, dalam kenyataan di perkebunan bukanlah tanaman yang dimuliakan dan terus terpinggirkan. Semoga ada suatu tindakan nyata dari berbagai pemangku kepentingan untuk meningkatkan perhatian pada penanaman dan paska panen kakao kita.