Manajemen Transportasi Ibukota, Beberapa minggu terakhir, kemacetan Ibukota tampaknya semakin parah. Dihapuskannya program 3-in-1 yang dinilai tidak efektif, rupanya malah memperburuk kondisi. Daerah-daerah yang dulu tidak macet, kini malah terkena imbasnya. Jelas, sesuatu harus dilakukan. Karena bagi sebagian dari kita, utamanya tinggal di sub urban Jakarta, menghabiskan 3 – 4 jam sehari di jalan sudah menjadi hal biasa. Bukannya pemerintah berpangku tangan. Sejumlah inisiatif dilakukan. Mulai dari menambah armada TransJakarta, mengintegrasikan angkutan tradisional ke TransJakarta, pembuatan fl yover khusus Busway Ciledug - Tendean, penambahan ruas tol termasuk Bekasi – Kampung Melayu, dan paling krusial pembuatan Light Rapid Transport (LRT) Bogor – Jakarta via Cibubur.
Memang, proses pengerjaannya bikin sengsara. Tetapi bagai peribahasa lawas, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Bagaikan minum obat yang terasa pahit namun baik untuk kesehatan. Jika semua berjalan lancar, dua tahun mendatang kita sudah merasakan manfaatnya. Tetapi pekerjaan rumah masih jauh dari usai. Masih ada manajemen transportasi yang harus dibenahi. Rute-rute angkutan ada harus dievaluasi ulang agar relevan dengan rute mobilitas warga. Belum lagi soal truk-truk besar. Sudah terlalu sering kita merasakan dampak kemacetan akibat adanya truk mogok di pinggir, atau pun tengah jalan. Audit seluruh aspek terkait, mulai dari pengawasan tonase, hingga kelaikan jalan armada. Last but not least, penertiban oknum pemotor. Berikan tindakan tegas bagi pelanggaran membahayakan dilakukan oknum pemotor. Sita kendaraannya jika dirasa perlu. Berikan efek jera agar semua pihak tidak lagi melanggar. Jika semua hal tersebut dilakukan. Maka niscaya masa depan transportasi Ibukota akan jauh lebih cerah...