Pasar alat berat masih berat. Kondisi industri pertambangan batubara yang masih terus bergejolak membuat para pemain alat-alat berat merasa galau dengan nasib bisnis mereka pada tahun 2020. Apakah permintaan barang-barang modal kembali pulih, atau justru semakin terpuruk?
Kalau sektor tambang tetap lesu, apakah masih ada sektor-sektor usaha lain yang cukup menjanjikan untuk investasi alat berat? Perekonomian Indonesia akan menghadapi tantangan yang makin berat pada tahun 2020. Prediksi para analis mengisyaratkann perekonomian Indonesia tahun depan menghadapi tantangan- tantangan yang lebih berat dibandingkan tahun ini.
Meski pemerintahan Presiden Joko Widodo kembali melanjutkan program pembangunan infrastruktur skala besar, namun hal itu tidak cukup menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Sebab, banyak industri yang menjadi penggerak utama perekonomian kita mengalami perlambatan.
Ada banyak persoalan yang menekan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hingga tahun depan harga batubara diperkirakan masih akan terus bergejolak, menyebabkan permintaan alat-alat berat makin berkurang. Di sektor perkebunan, harga CPO (minyak sawit mentah) masih labil. Batubara dan CPO merupakan komoditas andalan Indonesia untuk ekspor. Dari faktor eksternal, perang dagang AS-China yang masih berlanjut hingga tahun depan pasti berdampak terhadap perekonomian Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi kedua negara itu makin rendah yang, pada gilirannya, berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Di industri alat berat, permintaan mesin-mesin tambang diperkirakan akan semakin berkurang mengikuti gejolak harga batubara. Bahkan, kondisinya akan lebih buruk dari tahun ini, sebagaimana diungkapkan Ketua HINABI, Jamaludin. Dia memprediksikan, industri alat berat secara keseluruhan akan mengalami kontraksi 5% hingga 10%. Selama harga batubara masih rendah, industri alat berat sulit bangkit dari keterpurukannya.
Lantas, bagaimana pemain-pemain barang-barang modal itu menghadapi tantangan pasar pada tahun 2020? Presiden Joko Widodo berharap agar pembangungan infrastruktur yang masif dapat memacu industrialisasi di Indonesia. Menurutnya, pembangunan infrastrutkur harus menciptakan lapangan kerja dan menyerap produk-produk dalam negeri. Dia mengingatkan, jangan sampai pembangunan infrastruktur terlalu banyak menggunakan barang-barang impor, tetapi lebih banyak menggunakan material dan peralatan yang diproduksi di dalam negeri.
Presiden juga menyoroti soal manajemen rantai pasok konstruksi yang berkualitas, seperti kesiapan SDM bidang konstruksi yang handal. Dia mendorong peningkatan kompetensi para tenaga ahli jasa konstruksi dengan melakukan sertifikasi sesuai dengan standar-standar internasional yang ada sehingga mampu mendongrak produktifitas dan kualitas pembangunan infrastruktur nasional.