Legenda Sepanjang Masa “Nonton (fi lm) Warkop, Yuk!” “Horeee!!!” Buat saya tawaran itu adalah penanda waktu. Ajakan itu juga berarti masa bersenang-senang udah tiba. Nggak ada lagi kata belajar. Nggak ada lagi buka buku PR. Nggak ada lagi nyiapin buku pelajaran, yang kudu disesuaikan dengan jadwal kelas harian. Nggak ada lagi kegiatan bersifat rutinitas yang berhubungan dengan kata sekolah. Bebas!
Menonton fi lm di bioskop jadi salah satu kegiatan utama saat libur sekolah pada waktu itu. Waktu masih berseragam putih-merah, saya selalu merengek kepada orangtua agar dapat izin pergi ke bioskop. Maklum, ortu nggak kepengen bontot laki-laki ini ngeliatin adegan yang belum pantas untuk dilihat di pentas layar lebar. Ortu selalu jadi lembaga sensor paling ketat. Dinyatakan halal, saya pun dapat izin. Tapi, ada catatannya: nonton sama kakak. Baiklah! Aksi lucu kelompok Warung Kopi yang udah hidup di “udara” sejak 1973 itu selalu berhasil mengocok perut saya. Tergelak-gelak sampai sakit perut. Sekejap segala kepusingan pelajaran hilang. Jadilah saya hapal dengan adegan Dono Kasino Indro dalam sederet fi lm-fi lm yang merajai bioskop papan atas Ibu Kota.
Beranjak dewasa, saya berjumpa dengan teman sekelas yang punya hobi sama: nonton Warkop. Dari situ, ia ngajarin saya ngulik lebih dalam alias explore soal banyolan mereka dengan cara dengerin dari rekaman kaset. Kami ketawa-ketiwi di dalam kelas pas pelajaran, gara-gara saling lempar humor ala Warkop. Kebayang dong, hukuman yang kami terima dari pengajar.
Zaman berganti, memori itu lekat dalam otak. Kini, teknologi mampu ngelahirin Warkop DKI dengan tampang dan gaya, ya agak-agak mirip lah. Udah pasti, saya bakal kesenangan untuk pergi nonton. Kali ini, tidak perlu izin atau tunggu ajakan dari kakak. Saya pergi bersama istri dan nikmati kenangan masa lalu itu. Kalo udah begini, saya jadi baper deh! Nggak apa-apa jadi mellow. Yang pasti, sekarang ini justru saya yang melontarkan ajakan kepada orang yang saya sayangi: “Nonton Warkop, Yuk!”