Tampilkan di aplikasi

Romantika dakwah di tanah Papua

Majalah Hidayatullah - Edisi 04/XXXIII
31 Juli 2021

Majalah Hidayatullah - Edisi 04/XXXIII

Serial Dai Agustus 2021 / Foto : Redaksi Majalah Hidayatullah

Hidayatullah
Pernah“terjun bebas”ke beberapa medan dakwah seperti di Merauke, Timika, Biak, Sorong, Jayapura, dan Manokwari.

Kata penugasan bagi seorang dai Hidayatullah merupakan hal yang sakral dan tak dapat ditolak. Baru setahun belajar di Pondok Pesantren Hidayatullah Balikpapan, Ustadz Sultan sudah ditugaskan oleh Allahuyarham Ustadz Abdullah Said (pendiri Hidayatullah) untuk berdakwah di Papua.

Ia mendapat amanah untuk merintis pesantren Hidayatullah di Bumi Cendrawasih. Tentu ia tak berjuang sendirian. Ada beberapa asatidz lain yang membersamainya hijrah ke provinsi yang saat itu masih bernama Irian Jaya. Keinginan untuk nyantri di Balikpapan serta menjadi seorang penceramah kondang, rupanya berbeda jauh dengan apa yang Allah SWT gariskan kepadanya.

Berbekal Majalah

Apa mau dikata, sebagai seorang santri, Sultan harus taat terhadap titah gurunya. Ia pun ditugaskan untuk menemani almarhum Ustadz Sarbini Nasir membuka dan merintis pesantren Hidayatullah di Merauke.

Bermodal ketaatan itu pula, Sultan yang ketika itu masih beumur 19 tahun, harus rela jauh dari kampung halaman dan orangtuanya untuk meniti perjalanan hidup di ujung Indonesia paling timur tersebut. Ia pun harus mencicipi rasanya“terjun bebas”ke medan dakwah. Dimulai dengan perjuangan dari Balikpapan menuju Papua menggunakan Kapal Pelni.

Alih-alih membawa segepok uang, bekal Sultan bersama rombongan dai kala itu hanya beberapa eksemplar majalah Suara Hidayatullah edisi lawas untuk dijual di kapal guna membeli makanan dan minuman. M
Majalah Hidayatullah di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI