Less is more + micro living. Ada pertanyaan menggelitik saat saya melihat berbagai hunian yang diliput IDEA beberapa edisi belakangan ini. Mengapa hunian-hunian ini terlihat “sepi”? Apakah rumah ini ditinggali? Mengapa furniturnya sedikit? Atau mungkin ini rumah baru karena begitu bersih? Referensi gaya hidup hunian saya seketika berubah saat saya mengetahui bahwa narasumber yang kebanyakan termasuk generasi milenial ini ternyata menerapkan gaya hidup minimalis. Gaya hidup minimalis ini mempunyai konsep “less is more”.
Ini bisa juga diartikan dengan memiliki sedikit barang, sehingga seseorang memiliki waktu lebih banyak untuk melakukan hal yang produktif. Konsep ini banyak diterapkan di Jepang dikarenakan kondisi alamnya. Risiko kejatuhan benda saat gempa pun bisa dikurangi dengan gaya hidup minimalis ini. Sejak lama, saya mewarisi kebiasaan mengumpulkan berbagai jenis barang dan menumpuknya di berbagai sudut rumah. Hampir setiap barang saya anggap sebagai memorabilia. Ditambah lagi “lungsuran” berbagai furnitur beragam gaya dari keluarga terdekat. Hasilnya, beragam barang “koleksi” ini menyimpan banyak debu dan membutuhkan ruang yang tidak sedikit. Lamakelamaan, saya terbiasa dengan kondisi tersebut. Ternyata, kondisi ini sudah tidak relevan dengan masa kini.
Saat pertama mendengar minimalism, yang sekilas terpikirkan adalah gaya rumah minimalis. Ternyata ini bukan sekadar gaya desain rumah. Minimalism menyangkut soal gaya hidup. Untuk menerapkan konsep ini, gaya hidup pun harus berubah. Tidak mudah memang. Saya harus bisa meyakini keluarga untuk bersama-sama menjalani gaya hidup minimalis ini. Perlu komitmen, konsistensi, dan harus tega menyingkiran beragam barang. Namun, perlahan kondisi rumah berubah menjadi lebih tertata.
Mungkin masalah saya ini juga dialami banyak orang di huniannya. Apalagi jika dihadapkan pada lahan perkotaan yang semakin kecil, sehingga mengharuskan penghuni semakin cerdas memanfaatkan tiap ruang yang tersedia. Menyambung edisi lalu dengan tema #MillennialLiving, IDEA berkomitmen mencari berbagai inspirasi dan solusi atas keresahan yang dialami milenial terkait huniannya. Lahan yang semakin kecil, bujet terbatas, dan tersedianya hunian vertikal menjadi beberapa pemacu untuk tinggal di hunian dengan luasan terbatas dengan konsep micro living. Saya meyakini, di masa depan, konsep micro living dan konsep “less is more” bisa menjadi jawaban atas berbagai tantangan hunian milenial.