Apakah Anda pernah memesan suatu produk di toko online tapi produk yang Anda pesan tidak sama atau bahkan tidak sampai ke tangan Anda? Atau bahkan anda seorang penjual di toko daring tapi acap kali menerima transaksi janggal dari oknum yang sama Jika jawabannya adalah “ya”, Anda harus lebih berhati-hati karena hal yang baru saja Anda alami tersebut merupakan sebagian kasus yang mengindikasikan penipuan.
Penipuan atau fraud dapat menimpa siapa saja, baik di sisi konsumen maupun penjual. Kedua belah pihak berpotensi mengalami risiko penipuan dalam transaksi jual beli. Dari sisi business analytics, ada beberapa cara untuk melakukan tindakan preventif yang dapat mengurangi risiko fraud, tetapi hal tersebut tergantung pada kompleksitas tiap kasusnya. Mari kita ambil satu contoh kasus fraud, yakni penipuan menggunakan kartu kredit.
Berikut gambaran alur untuk dapat menyiapkan analytics sebagai pendekatan (approach) untuk membangun aksi preventif tersebut. Kartu kredit (credit card) sesungguhnya bukan alat pembayaran, melainkan alat untuk menjanjikan pembayaran. Penjual tidak benar-benar langsung mendapatkan uang. Berikut tahap-tahap yang terjadi ketika seller melakukan swipe terhadap kartu kredit milik buyer.
Setelah memahami bagaimana business process-nya berjalan, mari kita identifi kasi problem yang terjadi di mana dalam kasus kali ini salah satu potensi fraud yang dapat terjadi. Pembeli atau pemegang kartu kredit menerima tagihan untuk transasksi yang tidak pernah ia lakukan, dan, pada akhirnya, ia mengajukan penolakan. Ini menyebabkan Bank Penagih juga harus menarik kembali pembayaran kepada Bank Penerima.
