Kejujuran dan Keamanan dalam Pinjam Meminjam Era Digital. Di bulan Juli lalu sempat viral berita tentang kasus teror debt collector dari satu penyedia jasa peer-to-peer (P2P) lending. Namun yang lebih mengagetkan adalah ketika si penyedia layanan itu mengaku menerapkan cara mengakses data phone contact maupun phone record milik debitur ketika debitur mangkir dari kewajibannya membayar utang dalam jangka waktu tertentu dan kontak darurat si debitur tidak dapat dihubungi. Pengakuan ini tentu membuat banyak pihak cukup terhenyak.
Meskipun langkah itu diakui sebagai bagian dari Standard Operating Procedure (SOP) dan merupakan upaya terakhir menghadapi debitur yang nakal, tapi tindakan tersebut dipandang sudah memasuki ranah pribadi nasabah, yaitu data pribadi.
Keberadaan layanan P2P lending sebenarnya bertujuan mempermudah masyarakat memperoleh dana dengan cepat. Persyaratannya mudah dan dana bisa cair dalam waktu relatif lebih cepat daripada ketika kita meminjam di institusi keuangan formal. Akan tetapi kemudahan yang ditawarkan itu dihantui risiko yang cukup besar. Misalnya, penyedia layanan acapkali berhadapan dengan nasabah atau debitur yang nakal, misalnya memberikan nama dan kontak fiktif.
Terlepas dari fakta tersebut, animo masyarakat untuk meminjam uang melalui layanan P2P lending ini tidak surut. Mengapa? Tidakkah mereka khawatir dengan risiko apabila data pribadinya diulik penyedia layanan? Bagaimana penyedia menerapkan credit scoring sebelum meloloskan aplikasi pinajaman nasabah? Dan apa tanggapan nasabah khususnya mengenai cara-cara penagihan? Anda dapat membaca ulasan lengkapnya di rubrik Cover Story majalah InfoKomputer edisi Agustus ini.
Dari kasus di atas, OJK menghimbau masyarakat untuk tidak perlu khawatir meminjam uang dari layanan P2P lending. Kepada tirto.id, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi menyampaikan bahwa kejujuran menjadi kunci dalam layanan P2P lending ini, yang tentunya harus dibingkai oleh aturan-aturan keamanan. IK