Di kancah ekonomi digital Asia Tenggara, Indonesia boleh menepuk dada. Ledakan pertumbuhan ekonomi digital di Nusantara dalam empat tahun terakhir mendorong Gross Market Volume (GMV) menembus angka US$40 miliar pada tahun lalu dan akan menyentuh US$133 miliar pada 2025 (Google, Temasek, & Bain Company). Berkat pertumbuhan sebesar 20,6%, emarketer menempatkan Indonesia di peringkat ke-7 dari 10 negara dengan pertumbuhan penjualan retail e-commerce tertinggi di dunia. Berkontribusi sebesar 40% terhadap ekonomi internet di kawasan Asia Tenggara, Indonesia juga didaulat sebagai salah satu pasar digital terbesar.
Indonesia duduk di peringkat kedua setelah Singapura dalam hal menarik minat investasi para investor. Industri digital kita juga melahirkan lebih banyak Unicorn dibanding negara lain di kawasan ini. Namun, belum seluruh masyarakat Indonesia menikmati dampak positifnya padahal sesungguhnya ekonomi digital menawarkan inklusivitas dan kesempatan pemerataan peluang ekonomi. Sebenarnya seberapa besarkah daya saing digital kita?
East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) dapat menjadi indikator keberhasilan industri digital mewujudkan janjinya. Secara umum EV-DCI Indonesia bernilai 27,9. Dengan skala 0-100, angka ini memperlihatkan bahwa daya saing digital Indonesia masih terbilang rendah. Namun artinya, Indonesia masih memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital.
“Indeks ini adalah titik awal yang memulai fase berikut dari transformasi digital Indonesia. Kami ingin mendorong semua pemangku kepentingan untuk ikut terlibat dan turut menikmati dampak positif ekonomi digital,” ujar Willson Cuaca, CoFounder & Managing Partner, East Ventures. Daya saing digital provinsi-provinsi di Indonesia diukur tim periset dari Katadata Insight Center bersama East Ventures berdasarkan indeks yang terdiri atas sembilan pilar.
