Ikhtisar
Membaca Indonesia menjadi penting untuk kita lakukan. Membaca adalah kata kerja aktif, artinya tidak hanya melafalkan huruf, kata, dan rangkaian kalimat. Melainkan juga menelaah, menggali, memaknai, mengkritik, juga memberikan solusi dan alternatif pemikiran. Setidaknya itulah proses pembacaan yang dilakukan Amir Fiqi dalam buku ini.
Opini-opini Amir Fiqi yang dihimpun dalam buku ini merupakan proses pembacaan yang mendalam terhadap berbagai fenomena kebangsaan belakangan ini. Berbagai hal, mulai dari isu politik, sosial, sampai pandemi Covid-19, tak luput dari catatannya yang tajam dan bernas. Tentu saja, tulisan-tulisan bernada "menggugat"-nya akan memberikan kita perspektif baru.
Sehingga, buku Membaca Indonesia ini tidak hanya dapat jadi referensi memahami dan memikirkan problem keindonesiaan belakangan ini, tetapi juga menjadi teman diskusi dan teman ngopi. Selamat membaca.
Ulasan Editorial
Sebab itulah, Membaca Indonesia menjadi penting untuk kita lakukan. Membaca adalah kata kerja aktif, artinya tidak hanya melafalkan huruf, kata, dan rangkaian kalimat. Melainkan juga menelaah, menggali, memaknai, mengkritik, juga memberikan solusi dan alternatif pemikiran. Setidaknya itulah proses pembacaan yang dilakukan Amir Fiqi dalam buku ini
CV. Semesta Irfani Mandiri
/
Penerbit Irfani
Pendahuluan / Prolog
Pengantar Penerbit
Diskursus keindonesiaan dirasa amat penting untuk terus dikembangkan. Mengingat, perjalanan bangsa ini selalu mengalami pasang dan surut. Sehingga, tentu saja, perlu terus kita baca dan telaah berbagai fenomena yang terjadi di ruang tempat kita pijak saat ini.
Kondisi saat ini, setidaknya dalam beberapa dekade pasca-Reformasi, kita kerap dibuat prihatin dengan kondisi bangsa ini. Baik itu menyangkut kehidupan sosial, ekonomi, budaya, maupun politik. Tentu bila kita tarik inti permasalahannya akan mengarah pada bagaimana pengelola bangsa ini, pemerintah, mampu memaknai dan menghadirkan makna reformasi itu.
Seorang pemikir Islam dan kebangsaan termasyhur, Nurcholish Madjid (2003), pernah mengungkapkan dalam buku bertajuk Indonesia Kita, “Sungguh memprihatinkan adanya gejala-gejala matinya hati nurani di kalangan kita.” Cak Nur begitu prihatin melihat kondisi bangsa yang besar ini dihuni harus manusia-manusia berpikiran kerdil.
Ia bahkan mengutip Bung Hatta (dalam Demokrasi Kita), “Barangkali sekarang ini pun Indonesia adalah sebuah negara besar yang hanya menemukan orang-orang kerdil!” Ungkapan ini dialamatkan Cak Nur kepada mereka (para pemangku kebijakan) yang tak mau mengakui pikiranpikiran kerdil yang gagal menghasilkan kebaikan di tengah masyarakat.
“Sistem yang salah tidak mungkin melahirkan tatanan kehidupan yang membawa kebaikan bagi masyarakat. Dan jelas pula bila kita membiarkan dan menunggu sampai saat kehancuran itu datang, sebab bisa jadi saat itu usaha penyelamatan sudah terlambat akan sia-sia.” Begitu ungkap Cak Nur.iv ~ Sebab itulah, Membaca Indonesia menjadi penting untuk kita lakukan. Membaca adalah kata kerja aktif, artinya tidak hanya melafalkan huruf, kata, dan rangkaian kalimat.
Melainkan juga menelaah, menggali, memaknai, mengkritik, juga memberikan solusi dan alternatif pemikiran. Setidaknya itulah proses pembacaan yang dilakukan Amir Fiqi dalam buku ini.
Opini-opini Amir Fiqi yang dihimpun dalam buku ini merupakan proses pembacaan yang mendalam terhadap berbagai fenomena kebangsaan belakangan ini. Berbagai hal, mulai dari isu politik, sosial, sampai pandemi Covid-19, tak luput dari catatannya yang tajam dan bernas. Tentu saja, tulisan-tulisan bernada “menggugat”-nya akan memberikan kita perspektif baru.
Sehingga, buku Membaca Indonesia ini tidak hanya dapat jadi referensi memahami dan memikirkan problem keindonesiaan belakangan ini, tetapi juga menjadi teman diskusi dan teman ngopi. Selamat membaca.
Penulis
Amir Fiqi - Amir Fiqi lahir di Tegal, Jawa Tengah, pada tanggal 15 Desember 1985. Setelah menyelesaikan SMA-nya di SMA Negeri 1 Pangkah, ia melanjutkan S1-nya di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (lulus tahun 2011) kemudian melanjutkan S2-nya di FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) (lulus tahun 2016).
Sejak tahun 2012 bekerja sebagai wartawan. Saat ini sebagai wakil pimpinan redaksi di Carapandang.com. Pernah juga menjadi dosen tidak tetap di Universitas Prof. HAMKA (UHAMKA). Selama menjadi mahasiswa, dia aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
Daftar Isi
Cover Depan
Pengantar Penerbit
Daftar Isi
Bab 1: Gonta-ganti Istilah Kebijakan
Menganggap Enteng Covid-19
Kebijakan Yang Usang
Bab 2: Jangan Represif
Bukan Keinginan Presiden
Pesan Yang Tak Sampai
Bab 3: Jangan Alergi Kritik
Saluran Ekspresi
Menjaga Demokrasi
Bab 4: Jalan Terjal Anies-Ganjar
Langkah Panjang Anies
Nasib Ganjar?
Anies-Ganjar Bersatu
Bab 5: Setengah Hati Berantas Korupsi
Sanksi Sosial
Vonis Yang Ringan
Bab 6: Mahfud Md dan Ikatan Cinta
Minus Empati
Komunikasi Yang 'Buruk'
Bangkit Bersama
Bab 7: Harmoni Dalam Keberagaman
Mengobarkan Semangat Persatuan
Bab 8: Baliho Politik dan Popularitas
Dongkrak Popularitas Puan
Mengejar Elektabilitas
Bab 9: Menjadi Bangsa yang Diperhitungkan
Daya Saing Masih Lemah
Membangun Daya Saing
Bab 10: Jangan Khianati Reformasi
Roh Reformasi
Regenerasi Kepemimpinan
Bab 11: Selamat Hari Tani Nasional
Masalah SDM
Bab 12: Menjaga Kesaktian Pancasila
Jangan Lupakan Sejarah
Mengamalkan Nilai-Nilai Pancasila
Bab 13: Reshuffle yang Sia-Sia
Reshuffle untuk Siapa?
Reshuffle untuk Perubahan
Bab 14: Selamat Hari Parlemen 2021
Rakyat Sering Dikecewakan
Pengawasan Semakin Lemah
Bab 15: Selamat Hari Santri Nasional
Gelora Jihad Ulama-Santri
Bab 16: Sumpah Persatuan
Menjaga Persatuan
Kualitas SDM Ditingkatkan
Bab 17: Pilpres dan Relawan
Manuver Relawan
Ganjar Mulai Digoda
Bab 18: Guru, Sang Penentu Masa Depan
Pendidikan Menjadi Kunci
Bagaimana Indonesia?
Penentu Masa Depan
Bab 19: Selamat Hari Disabilitas Nasional
Mereka Juga Bisa
Bab 20: HAM dan Keadilan
Penegakan HAM di Indonesia
Keadilan Hukum
Kebebasan Berekspresi dan Menyatakan Pendapat
Berjuang untuk HAM
Bab 21: Menimbang Presidential Threshold 20%
Persempit Ruang Kompetisi
Ambang Batas 0%
Bab 22: PSI Musuh "Sejati" Anies
Oposisi Sejati
Bukan Kritik Tapi Kebencian
Bab 23: Ramadan Bersama Anak
Karantina Mandiri
Mengapa Al-Quran Menjadi Prioritas?
Bulan Ramadan Bulan Syam
Bab 24: Spirit RA Kartini di Tengah Pandemi Covid-19
Ibu Menjadi Guru Di Rumah
Intropeksi Bersama
Bab 25: Jalan Panjang Anies Baswedan
Antara Kritik dan Serangan Politik
Menuju Pilpres 2024
Bab 26: Menatap Masa Depan Anak-Anak Indonesia
Tamparan Bagi Pemerintah
Fokus Pembangunan SDM
Korupsi Musuh Yang Mematikan
Bab 27: Uighur: Jangan Tenggelam dalam Lautan Ilusi China dan Amerika
Soal Uighur Pun Kita Terbelah
Hidup Dalam Lautan Ilusi
Bab 28: Panggung Anies di Piala Presiden
Panggung Bagi Anies
Jangan Adu Domba
Bab 29: Kala Kritik Mahasiswa Dipuji dan Dimaki
Mahasiswa Agen Perubahan
Mengingatkan Jokowi
Bab 30: Manuver Zulhas Melalui Isu LGBT
Benar atau Sensasi?
Bab 31: Politik Becak Anies
Becak Yang Terusir
Politik Becak
Bab 32: Jokowi dan Strategi Golkar
Sempat Menjadi Oposisi
Strategi Golkar
Bab 33: Spirit Berbagi di Masa Pandemi
Spirit Berderma
Masyarakat Indonesia Suka Berderma
Gerakan Taawun Muhammadiyah
Bab 34: Membaca Pencapresan Puan Maharani
Dari Baliho Hingga Paket Sembako
Membaca Peluang Puan
Bab 35: Please Bahlil, Jangan Bikin Gaduh
Investasi Politik
Bab 36: Arteria Dahlan, Bahasa Sunda dan Elektabilitas PDIP di Jawa Barat
Sama Dengan Kejahatan
Komunikasi Yang Buruk
Merugikan PDIP
Bab 37: Jangan Lembut kepada Koruptor
Angin Surga Bagi Koruptor
Bab 38: Jangan Asal Kritik
Tempat Jin Buang Anak
Pesan Kritik Yang Hilang
Demokrasi dan Kritik
Bab 39: Golkar dan Pilpres 2024
Peluang Airlangga
Menjadi King Maker
Bab 40: Tugas Gubernur Bukan Menjemput Ketua DPR
Rivalitas Menuju Pilpres
Fokus Melayani Rakyat
Sumber Tulisan
Profil Penulis
Cover Belakang
Kutipan
Bab 2: Jangan Represif
kebebasan menyampaikan pendapat akhir-akhir ini terkesan dibatasi. Pendapat yang disampaikan oleh masyarakat tidak lagi dianggap sebagai bentuk pengingat, tapi sebaliknya dipandang sebagai ancaman yang harus dibungkam.
Padahal, menyampaikan pendapat di muka umum, apa pun bentuknya, telah dijamin dalam konstitusi, karena ini merupakan salah satu Hak Asasi Manusia (HAM). Maka, segala upaya yang bermaksud untuk membungkam masyarakat berarti telah melawan konstitusi.
Peristiwa yang dialami oleh Suroto, peternak ayam petelur di Blitar, Jawa Timur merupakan salah satu contoh dari upaya pembungkaman terhadap masyarakat dalam menyampaikan pendapat. Hanya sekadar membentangkan poster saat Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja di Blitar, Jawa Timur pada 7 September lalu aparat kepolisian langsung bertindak represif dengan menangkap petani tersebut.
Tindakan represif lain juga dilakukan oleh aparat kepolisian yakni menghapus mural yang bernada kritik terhadap pemerintah dan mengejar seniman yang membuat mural tersebut.
Dua contoh tersebut semakin mempertegas anggapan masyarakat bahwa pemerintah saat ini merasa terusik jika masyarakat menyampaikan kritik.