Tampilkan di aplikasi

Buku Irfani hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Membaca Indonesia

Sebuah Catatan Kritis Sang Jurnalis Melihat Indonesia di Tengah Pandemi Covid-19

1 Pembaca
Rp 65.500 15%
Rp 55.500

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 166.500 13%
Rp 48.100 /orang
Rp 144.300

5 Pembaca
Rp 277.500 20%
Rp 44.400 /orang
Rp 222.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Membaca Indonesia menjadi penting untuk kita lakukan. Membaca adalah kata kerja aktif, artinya tidak hanya melafalkan huruf, kata, dan rangkaian kalimat. Melainkan juga menelaah, menggali, memaknai, mengkritik, juga memberikan solusi dan alternatif pemikiran. Setidaknya itulah proses pembacaan yang dilakukan Amir Fiqi dalam buku ini.

Opini-opini Amir Fiqi yang dihimpun dalam buku ini merupakan proses pembacaan yang mendalam terhadap berbagai fenomena kebangsaan belakangan ini. Berbagai hal, mulai dari isu politik, sosial, sampai pandemi Covid-19, tak luput dari catatannya yang tajam dan bernas. Tentu saja, tulisan-tulisan bernada "menggugat"-nya akan memberikan kita perspektif baru.

Sehingga, buku Membaca Indonesia ini tidak hanya dapat jadi referensi memahami dan memikirkan problem keindonesiaan belakangan ini, tetapi juga menjadi teman diskusi dan teman ngopi. Selamat membaca.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Amir Fiqi
Editor: Edi Setiawan

Penerbit: Irfani
ISBN: 9786235929248
Terbit: Maret 2022 , 197 Halaman

BUKU SERUPA













Ikhtisar

Membaca Indonesia menjadi penting untuk kita lakukan. Membaca adalah kata kerja aktif, artinya tidak hanya melafalkan huruf, kata, dan rangkaian kalimat. Melainkan juga menelaah, menggali, memaknai, mengkritik, juga memberikan solusi dan alternatif pemikiran. Setidaknya itulah proses pembacaan yang dilakukan Amir Fiqi dalam buku ini.

Opini-opini Amir Fiqi yang dihimpun dalam buku ini merupakan proses pembacaan yang mendalam terhadap berbagai fenomena kebangsaan belakangan ini. Berbagai hal, mulai dari isu politik, sosial, sampai pandemi Covid-19, tak luput dari catatannya yang tajam dan bernas. Tentu saja, tulisan-tulisan bernada "menggugat"-nya akan memberikan kita perspektif baru.

Sehingga, buku Membaca Indonesia ini tidak hanya dapat jadi referensi memahami dan memikirkan problem keindonesiaan belakangan ini, tetapi juga menjadi teman diskusi dan teman ngopi. Selamat membaca.

Ulasan Editorial

Sebab itulah, Membaca Indonesia menjadi penting untuk kita lakukan. Membaca adalah kata kerja aktif, artinya tidak hanya melafalkan huruf, kata, dan rangkaian kalimat. Melainkan juga menelaah, menggali, memaknai, mengkritik, juga memberikan solusi dan alternatif pemikiran. Setidaknya itulah proses pembacaan yang dilakukan Amir Fiqi dalam buku ini

CV. Semesta Irfani Mandiri / Penerbit Irfani

Pendahuluan / Prolog

Pengantar Penerbit
Diskursus keindonesiaan dirasa amat penting untuk terus dikembangkan. Mengingat, perjalanan bangsa ini selalu mengalami pasang dan surut. Sehingga, tentu saja, perlu terus kita baca dan telaah berbagai fenomena yang terjadi di ruang tempat kita pijak saat ini.

Kondisi saat ini, setidaknya dalam beberapa dekade pasca-Reformasi, kita kerap dibuat prihatin dengan kondisi bangsa ini. Baik itu menyangkut kehidupan sosial, ekonomi, budaya, maupun politik. Tentu bila kita tarik inti permasalahannya akan mengarah pada bagaimana pengelola bangsa ini, pemerintah, mampu memaknai dan menghadirkan makna reformasi itu.

Seorang pemikir Islam dan kebangsaan termasyhur, Nurcholish Madjid (2003), pernah mengungkapkan dalam buku bertajuk Indonesia Kita, “Sungguh memprihatinkan adanya gejala-gejala matinya hati nurani di kalangan kita.” Cak Nur begitu prihatin melihat kondisi bangsa yang besar ini dihuni harus manusia-manusia berpikiran kerdil.

Ia bahkan mengutip Bung Hatta (dalam Demokrasi Kita), “Barangkali sekarang ini pun Indonesia adalah sebuah negara besar yang hanya menemukan orang-orang kerdil!” Ungkapan ini dialamatkan Cak Nur kepada mereka (para pemangku kebijakan) yang tak mau mengakui pikiranpikiran kerdil yang gagal menghasilkan kebaikan di tengah masyarakat.

“Sistem yang salah tidak mungkin melahirkan tatanan kehidupan yang membawa kebaikan bagi masyarakat. Dan jelas pula bila kita membiarkan dan menunggu sampai saat kehancuran itu datang, sebab bisa jadi saat itu usaha penyelamatan sudah terlambat akan sia-sia.” Begitu ungkap Cak Nur.iv ~ Sebab itulah, Membaca Indonesia menjadi penting untuk kita lakukan. Membaca adalah kata kerja aktif, artinya tidak hanya melafalkan huruf, kata, dan rangkaian kalimat.

Melainkan juga menelaah, menggali, memaknai, mengkritik, juga memberikan solusi dan alternatif pemikiran. Setidaknya itulah proses pembacaan yang dilakukan Amir Fiqi dalam buku ini.

Opini-opini Amir Fiqi yang dihimpun dalam buku ini merupakan proses pembacaan yang mendalam terhadap berbagai fenomena kebangsaan belakangan ini. Berbagai hal, mulai dari isu politik, sosial, sampai pandemi Covid-19, tak luput dari catatannya yang tajam dan bernas. Tentu saja, tulisan-tulisan bernada “menggugat”-nya akan memberikan kita perspektif baru.

Sehingga, buku Membaca Indonesia ini tidak hanya dapat jadi referensi memahami dan memikirkan problem keindonesiaan belakangan ini, tetapi juga menjadi teman diskusi dan teman ngopi. Selamat membaca.

Penulis

Amir Fiqi - Amir Fiqi lahir di Tegal, Jawa Tengah, pada tanggal 15 Desember 1985. Setelah menyelesaikan SMA-nya di SMA Negeri 1 Pangkah, ia melanjutkan S1-nya di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (lulus tahun 2011) kemudian melanjutkan S2-nya di FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) (lulus tahun 2016).

Sejak tahun 2012 bekerja sebagai wartawan. Saat ini sebagai wakil pimpinan redaksi di Carapandang.com. Pernah juga menjadi dosen tidak tetap di Universitas Prof. HAMKA (UHAMKA). Selama menjadi mahasiswa, dia aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Daftar Isi

Cover Depan
Pengantar Penerbit
Daftar Isi
Bab 1: Gonta-ganti Istilah Kebijakan
     Menganggap Enteng Covid-19
     Kebijakan Yang Usang
Bab 2: Jangan Represif
     Bukan Keinginan Presiden
     Pesan Yang Tak Sampai
Bab 3: Jangan Alergi Kritik
     Saluran Ekspresi
     Menjaga Demokrasi
Bab 4: Jalan Terjal Anies-Ganjar
     Langkah Panjang Anies
     Nasib Ganjar?
     Anies-Ganjar Bersatu
Bab 5: Setengah Hati Berantas Korupsi
     Sanksi Sosial
     Vonis Yang Ringan
Bab 6: Mahfud Md dan Ikatan Cinta
     Minus Empati
     Komunikasi Yang 'Buruk'
     Bangkit Bersama
Bab 7: Harmoni Dalam Keberagaman
     Mengobarkan Semangat Persatuan
Bab 8: Baliho Politik dan Popularitas
     Dongkrak Popularitas Puan
     Mengejar Elektabilitas
Bab 9: Menjadi Bangsa yang Diperhitungkan
     Daya Saing Masih Lemah
     Membangun Daya Saing
Bab 10: Jangan Khianati Reformasi
     Roh Reformasi
     Regenerasi Kepemimpinan
Bab 11: Selamat Hari Tani Nasional
     Masalah SDM
Bab 12: Menjaga Kesaktian Pancasila
     Jangan Lupakan Sejarah
     Mengamalkan Nilai-Nilai Pancasila
Bab 13: Reshuffle yang Sia-Sia
     Reshuffle untuk Siapa?
     Reshuffle untuk Perubahan
Bab 14: Selamat Hari Parlemen 2021
     Rakyat Sering Dikecewakan
     Pengawasan Semakin Lemah
Bab 15: Selamat Hari Santri Nasional
     Gelora Jihad Ulama-Santri
Bab 16: Sumpah Persatuan
     Menjaga Persatuan
     Kualitas SDM Ditingkatkan
Bab 17: Pilpres dan Relawan
     Manuver Relawan
     Ganjar Mulai Digoda
Bab 18: Guru, Sang Penentu Masa Depan
     Pendidikan Menjadi Kunci
     Bagaimana Indonesia?
     Penentu Masa Depan
Bab 19: Selamat Hari Disabilitas Nasional
     Mereka Juga Bisa
Bab 20: HAM dan Keadilan
     Penegakan HAM di Indonesia
     Keadilan Hukum
     Kebebasan Berekspresi dan Menyatakan Pendapat
     Berjuang untuk HAM
Bab 21: Menimbang Presidential Threshold 20%
     Persempit Ruang Kompetisi
     Ambang Batas 0%
Bab 22: PSI Musuh "Sejati" Anies
     Oposisi Sejati
     Bukan Kritik Tapi Kebencian
Bab 23: Ramadan Bersama Anak
     Karantina Mandiri
     Mengapa Al-Quran Menjadi Prioritas?
     Bulan Ramadan Bulan Syam
Bab 24: Spirit RA Kartini di Tengah Pandemi Covid-19
     Ibu Menjadi Guru Di Rumah
     Intropeksi Bersama
Bab 25: Jalan Panjang Anies Baswedan
     Antara Kritik dan Serangan Politik
     Menuju Pilpres 2024
Bab 26: Menatap Masa Depan Anak-Anak Indonesia
     Tamparan Bagi Pemerintah
     Fokus Pembangunan SDM
     Korupsi Musuh Yang Mematikan
Bab 27: Uighur: Jangan Tenggelam dalam Lautan Ilusi China dan Amerika
     Soal Uighur Pun Kita Terbelah
     Hidup Dalam Lautan Ilusi
Bab 28: Panggung Anies di Piala Presiden
     Panggung Bagi Anies
     Jangan Adu Domba
Bab 29: Kala Kritik Mahasiswa Dipuji dan Dimaki
     Mahasiswa Agen Perubahan
     Mengingatkan Jokowi
Bab 30: Manuver Zulhas Melalui Isu LGBT
     Benar atau Sensasi?
Bab 31: Politik Becak Anies
     Becak Yang Terusir
     Politik Becak
Bab 32: Jokowi dan Strategi Golkar
     Sempat Menjadi Oposisi
     Strategi Golkar
Bab 33: Spirit Berbagi di Masa Pandemi
     Spirit Berderma
     Masyarakat Indonesia Suka Berderma
     Gerakan Taawun Muhammadiyah
Bab 34: Membaca Pencapresan Puan Maharani
     Dari Baliho Hingga Paket Sembako
     Membaca Peluang Puan
Bab 35: Please Bahlil, Jangan Bikin Gaduh
     Investasi Politik
Bab 36: Arteria Dahlan, Bahasa Sunda dan Elektabilitas PDIP di Jawa Barat
     Sama Dengan Kejahatan
     Komunikasi Yang Buruk
     Merugikan PDIP
Bab 37: Jangan Lembut kepada Koruptor
     Angin Surga Bagi Koruptor
Bab 38: Jangan Asal Kritik
     Tempat Jin Buang Anak
     Pesan Kritik Yang Hilang
     Demokrasi dan Kritik
Bab 39: Golkar dan Pilpres 2024
     Peluang Airlangga
     Menjadi King Maker
Bab 40: Tugas Gubernur Bukan Menjemput Ketua DPR
     Rivalitas Menuju Pilpres
     Fokus Melayani Rakyat
Sumber Tulisan
Profil Penulis
Cover Belakang

Kutipan

Bab 2: Jangan Represif
kebebasan menyampaikan pendapat akhir-akhir ini terkesan dibatasi. Pendapat yang disampaikan oleh masyarakat tidak lagi dianggap sebagai bentuk pengingat, tapi sebaliknya dipandang sebagai ancaman yang harus dibungkam.

Padahal, menyampaikan pendapat di muka umum, apa pun bentuknya, telah dijamin dalam konstitusi, karena ini merupakan salah satu Hak Asasi Manusia (HAM). Maka, segala upaya yang bermaksud untuk membungkam masyarakat berarti telah melawan konstitusi.

Peristiwa yang dialami oleh Suroto, peternak ayam petelur di Blitar, Jawa Timur merupakan salah satu contoh dari upaya pembungkaman terhadap masyarakat dalam menyampaikan pendapat. Hanya sekadar membentangkan poster saat Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja di Blitar, Jawa Timur pada 7 September lalu aparat kepolisian langsung bertindak represif dengan menangkap petani tersebut.

Tindakan represif lain juga dilakukan oleh aparat kepolisian yakni menghapus mural yang bernada kritik terhadap pemerintah dan mengejar seniman yang membuat mural tersebut.

Dua contoh tersebut semakin mempertegas anggapan masyarakat bahwa pemerintah saat ini merasa terusik jika masyarakat menyampaikan kritik.