Tampilkan di aplikasi

Buku Jejak Pustaka hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Jacques Rancière dan Subjek Politik ’65

1 Pembaca
Rp 65.000 15%
Rp 55.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 165.000 13%
Rp 47.667 /orang
Rp 143.000

5 Pembaca
Rp 275.000 20%
Rp 44.000 /orang
Rp 220.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Jacques Rancière memberi perhatian kepada mereka yang tak terhitung, bagian tapi bukan bagian dalam tatanan sosial dominan untuk muncul sebagai subjek yang setara. Kesetaraan menurut Rancière adalah bagi setiap orang dan semua orang. Namun, mereka kerap terpinggirkan. Satu dari mereka di antaranya adalah korban kekerasan politik.

Orang-orang yang dianggap terlibat dalam PKI diperlakukan tidak sebagaimana mestinya, seolah mereka diawasi terus-menerus dan‒dari beberapa catatan‒juga dibunuh. Korban-korban tidak bersalah ini kemudian mengalami tekanan psikis dan sosial, tetapi pada situasi yang sama sekaligus mengekspresikan perlawanan di tengah tatanan masyarakat dominan.

Buku ini membahas mereka, yang dalam arti sebagai subjek politik. Mereka adalah tokoh-tokoh cerpen dalam buku Martin Aleida yang berjudul Mati Baik-Baik, Kawan! yang bergerak ke kesetaraan. Di tengah tatanan sosial dominan, mereka melakukan perlawanan untuk beranjak dari statusnya.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: R. Ari Nugroho

Penerbit: Jejak Pustaka
ISBN: 9786236424681
Terbit: September 2021 , 136 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Jacques Rancière memberi perhatian kepada mereka yang tak terhitung, bagian tapi bukan bagian dalam tatanan sosial dominan untuk muncul sebagai subjek yang setara. Kesetaraan menurut Rancière adalah bagi setiap orang dan semua orang. Namun, mereka kerap terpinggirkan. Satu dari mereka di antaranya adalah korban kekerasan politik.

Orang-orang yang dianggap terlibat dalam PKI diperlakukan tidak sebagaimana mestinya, seolah mereka diawasi terus-menerus dan‒dari beberapa catatan‒juga dibunuh. Korban-korban tidak bersalah ini kemudian mengalami tekanan psikis dan sosial, tetapi pada situasi yang sama sekaligus mengekspresikan perlawanan di tengah tatanan masyarakat dominan.

Buku ini membahas mereka, yang dalam arti sebagai subjek politik. Mereka adalah tokoh-tokoh cerpen dalam buku Martin Aleida yang berjudul Mati Baik-Baik, Kawan! yang bergerak ke kesetaraan. Di tengah tatanan sosial dominan, mereka melakukan perlawanan untuk beranjak dari statusnya.

Pendahuluan / Prolog

Prakata
Pertemuan saya dengan pemikiran Jacques Rancière tidaklah diniatkan secara sengaja. Pasalnya, sejak awal bertekad menempuh studi Magister, saya tertarik kepada kajian pascakolonialisme. Setidaknya ini saya buktikan ketika membuat rencana proposal penelitian. Meskipun, kalau tak lupa, proposal tersebut tak jadi diajukan karena bukan bagian dari persyaratan. Selain itu, sejak masa awal perkuliahan, saya mencoba mencicil menerjemahkan buku The Location of Culture dengan kemampuan dan perangkat seadanya. Sungguh sebuah pekerjaan yang berat dan mustahil selesai.

Namun, rencana saya membawa Homi K Bhabha dalam tesis pun surut ketika nilai mata kuliah Pascakolonialisme saya termasuk tidak baik. Mau tak mau, karena rasa penasaran dan tidak puas, saya pun mengulang di semester berikutnya. Hasilnya cukup memuaskan, meskipun nilai akademik semacam ini tidak bisa dibanggakan, apalagi menjadi tolak ukur. Nilai-nilai itu bagi saya cukup misterius.

Selain hasil tersebut, perkenalan dengan pemikiran Sara Upstone tentang spatial politic sedikit mengembalikan pasang-gairah menyuntuki pascakolonialisme.

Dari Upstone, saya melihat bahwa kolonialisme beroperasi dari ruang yang luas, yaitu nation hingga yang tersempit, body. Secara terburu lalu saya menyimpulkan betapa jejak kolonialisme bersemayam nyaris di semua ruang kehidupan kita. Bukankah ini hal yang dahsyat untuk dilihat dan dibongkar? Seminim-minimnya, dalam konteks lebih personal, sebagai suplemen pengetahuan untuk pengayaan perspektif.

Keluar dari karya sastra, baik pemikiran Homi K Bhabha, Sara Upstone, maupun pemikir pascakolonialisme lainnya berhasil menggugah perasaan saya untuk melihat dan mempelajari bagaimana sebenarnya kolonial beroperasi hingga mempengaruhi‒bahkan membentuk‒ struktur-struktur sosial, ekonomi, budaya, mental, dan pemikiran Indonesia hari ini. Boleh dikatakan bahwa sejarah kita tersusun oleh kompleksitas kolonialisme. Bahkan mungkin saat ini kita sedang berdiri di atasnya dalam bentuk-bentuk yang lain, dalam format yang lebih mutakhir.


Penulis

R. Ari Nugroho - R. Ari Nugroho/Ari Prastyo Nugroho lahir di Magelang. Alumnus Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Ahmad Dahlan angkatan tahun 2011 dan Magister Sastra di Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Budaya angkatan 2018. Buku Jacques Rancière dan Subjek Politik ’65 ini adalah buku pertamanya.

Ia bergiat di Kelompok Belajar Sastra Jejak Imaji dan sebagai editor di Jejak Pustaka. Sesekali‒jika menemui kegelisahan‒menulis esai dan resensi di media daring.

Sekarang tinggal di Seyegan, Sleman.

Daftar Isi

Cover
Prakata
Daftar Isi
I. Pendahuluan
II. Distributon Of The Sensible
     Awal Mula Ketidaksetaraan
     Yang Tak Terhitung dan Politics
     Subjek Politik
     Subjektivasi
III. Menumbuhkan Batas dan Pembagian
     Kilas Balik
     Pembagian Subjek
     Pembagian Peran
     Pembagian Kepentingan
     Tak Hanya Membagi, Tetapi Sekaligus Menghapus
IV. Subjek(Politik) Masyarakat
     Harapan dan Kebimbangan Subjek Dalam "Malam Kelabu"
     Saling Menyembunyikan Rahasia dan Ketakutan Subjek Dalam "Leontin Dewangga"
     Suap, Amarah, dan Dendam Subjek Dalam " Ode Untuk Selembar KTP"
     Meludah, Dendam, dan Kegembiraan Subjek Dalam "Dendang Perempuan Pendendam"
     Betapa Sulit Menjadi Subjek Politik
Tentang Penulis