Tampilkan di aplikasi

Buku Jejak Pustaka hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Goresan Tinta Hijau

1 Pembaca
Rp 55.000 20%
Rp 44.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 132.000 13%
Rp 38.133 /orang
Rp 114.400

5 Pembaca
Rp 220.000 20%
Rp 35.200 /orang
Rp 176.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Konsep yang menjadi basis tulisan-tulisan dalam buku ini adalah berbagi pengalaman lewat tulisan agar menjadi pembelajaran bagi siswa ataupun guru lainnya. Ketika kita berjalan beriringan dengan orang lain, kemudian melihat ada orang di depan kita yang jatuh terperosok ke dalam lubang jalan, rasanya tidak mungkin kita dengan sengaja masuk ke dalam lubang itu. Kenyataan itu menggambarkan eksistensi kita sebagai makhluk sosial tidak hanya ditunjukkan dengan fakta bahwa setiap hari kita saling berinteraksi satu sama lain, tetapi juga bahwa kita perlu saling belajar dari yang lain.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Robertus Jematu, S.Fil.

Penerbit: Jejak Pustaka
ISBN: 9786235422312
Terbit: Juli 2022 , 132 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Konsep yang menjadi basis tulisan-tulisan dalam buku ini adalah berbagi pengalaman lewat tulisan agar menjadi pembelajaran bagi siswa ataupun guru lainnya. Ketika kita berjalan beriringan dengan orang lain, kemudian melihat ada orang di depan kita yang jatuh terperosok ke dalam lubang jalan, rasanya tidak mungkin kita dengan sengaja masuk ke dalam lubang itu. Kenyataan itu menggambarkan eksistensi kita sebagai makhluk sosial tidak hanya ditunjukkan dengan fakta bahwa setiap hari kita saling berinteraksi satu sama lain, tetapi juga bahwa kita perlu saling belajar dari yang lain.

Pendahuluan / Prolog

Goresan Tinta Hijau
DULU, PADA MASA mengenakan seragam merah-putih, saya termasuk orang yang sangat kagum dan “takut” pada guru. Saya merasa kagum atas semangat juang dan dedikasi mereka yang begitu tinggi. Selain itu, merasa takut kalau bertemu dan ditanya oleh guru di dalam kelas. Tentang alasan mengapa saya kagum dan takut pada guru saat itu, pembaca dapat menemukannya pada ulasan berikut ini. Saya teringat betul pada hari pertama masuk sekolah dasar. Nama sekolah itu adalah SDI Watu Weri, terletak di puncak bukit Watu Weri. Meski berjalan dari kampung menuju sekolah menyusuri lereng bukit dan semak-semak ilalang, tetapi hati penuh kegembiraan.

Gembira karena telah bersekolah dan berjalan bersama beramai-ramai dengan teman-teman dari kampung. Setiap hari melewati tanjakan itu. Tidak ada jalan alternatif. Andai saja telapak kaki ini dapat berbicara, pasti ia akan menceritakan semuanya tentang jejak-jejak yang pernah dilewati pada masa itu. Atribut sekolah yang saya miliki hanya ada dua, yaitu seragam merah putih dan satu dua buah alat tulis dan buku tulis tipis, yang biasa kami sebut KaYe. Isinya hanya sepuluh lembar kertas tipis, sudah termasuk sampulnya. Jangan tanya tentang tas dan sepatu.

Itu termasuk benda asing. Kaki beralas sandal jepit Nippon saja sudah berbangga setengah mati sebab kebanyakan anak-anak sekolah tanpa alas kaki. Plastik bekas bungkusan Rinso dapat disulap menjadi tas buku. Jangan tanya pula tentang uang jajan, karena perut anak kampung akrab dengan singkong rebus dan bakar sebagai sarapan. Meski demikian, kami sangat menikmati kesederhanaan itu dan senang sekali dengan hasil kreasi-kreasi sederhana pada waktu itu.


Daftar Isi

Sampul Depan
Halaman Judul
Identitas Buku
Kata Pengantar
Daftar Isi
Sang Guru Inspiratif
Waktu adalah Emas
Aku Ingin Bebas dan Bertanggungjawab
Tidak Perlu Gengsi
Apa yang Ditanam, Itu yang Dituai
Kisah Kasih Kehidupan di Asrama
Tuhan, dengan Apakah Kubalas Cintamu?
Berakar pada Adat dan Budaya
Aku Dulu yang Nakal
Bisikannya Menyelamatkanku
Bunga Melati diterpa Badai
Kehidupan yang Penuh Liku-Liku
Aku Bertobat
Rindu Belajar dalam Ruangaan Itu
Perjuangan Menjadi Seorang Penari
Masih diberi Waktu
Cukup Sekali
Prolog tanpa Epilog
Berani Move On, Meski Terasa Sakit
Hari Pertama Masuk SMA
Sampul Belakang