Tahun pelajaran baru datang menjelang. Inilah rutinitas tahunan bagi orangtua maupun lembaga sekolah untuk memulai kegiatan pembelajaran. Namun, apa bedanya dengan tahun-tahun sebelumnya? Bedanya, tahun ajaran 2017/2018 menerapkan sistem zonasi yang harus diterapkan sekolah dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90 persen dari total jumlah peserta didik yang diterima. Domisili calon peserta didik tersebut berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat enam bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
Radius zona terdekat ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi di daerah tersebut. Kemudian sebesar 10 persen dari total jumlah peserta didik dibagi menjadi dua kriteria, yaitu lima persen untuk jalur prestasi, dan lima persen untuk peserta didik yang mengalami perpindahan domisili. Namun, sistem zonasi tersebut tidak berlaku bagi sekolah menengah kejuruan (SMK).
Penerapan sistem zonasi ini tertuang dalam Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau Bentuk Lain yang Sederajat. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai regulator, mengatur sistem zonasi yang harus diterapkan sekolah dalam menerima calon peserta didik baru. Itulah yang menjadi Fokus majalah edisi ini.
Berbagai informasi terkait PPDB kami suguhkan secara lengkap untuk memudahkan orangtua maupun pihak sekolah memahami sistem baru yang diterapkan dalam PPDB kali ini. Selain memfokuskan pada PPDB, Majalah JENDELA edisi ini juga menyuguhkan artikel menarik lainnya.
Pada rubrik Kajian, kami sajikan artikel mengenai tolerasi beragama dan kearifan lokal masyarakat Desa Mbawa, Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Etnis ini terdiri atas berbagai macam penganut agama monoteis seperti Islam, Katolik, dan Protestan.
Sementara, dalam rubrik Kebudayaan, kami ketengahkan artikel mengenai usaha Pemerintah Indonesia untuk melestarikan budayanya. Setiap tahun Indonesia mengajukan warisan budayanya ke UNESCO untuk mendapat pengakuan sebagai warisan budaya dunia.
Kali ini, Indonesia kembali mengusulkan tiga warisan budaya tak benda dan menunggu pembahasan penetapan dalam sidang UNESCO secara bertahap. Tiga warisan budaya tak benda yang diajukan itu adalah Pinisi, pantun, dan pencak silat. Di antara rubrik-rubrik di atas, rubrik lainnya seperti Bangga Berbahasa Indonesia juga tetap kami hadirnya, dengan harapan dapat memperkaya wawasan dan keterampilan kita semua dalam berbahasa Indonesia. Selamat membaca!