Tampilkan di aplikasi

Buku Kanaka hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Potret Kehidupan Kyai Muslih

Sang Penggerak Quran Pertama di Demak

1 Pembaca
Rp 125.000 16%
Rp 105.000
Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Buku tentang jejak hidup dan nasab Kyai Muslih yang tidak terbayang sebelumnya untuk dapat dibaca cucu cicit keturunanya. Hal ini sungguh sangat menggembirakan. Buku Jejak Nasab dari Sultan Fattah hingga Rasulullah ini diharapkan lebih mengenal sosok Kyai Muslih bin Kyai Ilyas hingga nasab ke atas dan ke sampingnya. Lebih mengenal dan lebih dekat dengan kisah mereka. Sehingga rasa cinta kepada mereka mengakar dan menumbuhkan motivasi diri untuk lebih bertakwa kepada Allah Swt. Lebih semangat dalam menuntut ilmu dan menebar amal kebaikan.

Buku tentang Kyai Muslih dan seputar nasab keluarga beliau ini sangat membantu keluarga keturunannya untuk lebih mengenal siapa beliau. Kebanyakan dari kita khususnya cicit dan canggah Kyai Muslih belum mendengar tentang beliau. Oleh karena itu buku serupa purnama di gulitanya malam, yang menerangi hingga di balik dedaunan. Semoga buku ini menjadi awal dari lentera-lentera kecil untuk membesarkan nilai-nilai yang ditinggalkan Kyai Muslih.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Abdullah Muizzun

Penerbit: Kanaka
QRSBN: 623695370480
Terbit: Mei 2022 , 176 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Buku tentang jejak hidup dan nasab Kyai Muslih yang tidak terbayang sebelumnya untuk dapat dibaca cucu cicit keturunanya. Hal ini sungguh sangat menggembirakan. Buku Jejak Nasab dari Sultan Fattah hingga Rasulullah ini diharapkan lebih mengenal sosok Kyai Muslih bin Kyai Ilyas hingga nasab ke atas dan ke sampingnya. Lebih mengenal dan lebih dekat dengan kisah mereka. Sehingga rasa cinta kepada mereka mengakar dan menumbuhkan motivasi diri untuk lebih bertakwa kepada Allah Swt. Lebih semangat dalam menuntut ilmu dan menebar amal kebaikan.

Buku tentang Kyai Muslih dan seputar nasab keluarga beliau ini sangat membantu keluarga keturunannya untuk lebih mengenal siapa beliau. Kebanyakan dari kita khususnya cicit dan canggah Kyai Muslih belum mendengar tentang beliau. Oleh karena itu buku serupa purnama di gulitanya malam, yang menerangi hingga di balik dedaunan. Semoga buku ini menjadi awal dari lentera-lentera kecil untuk membesarkan nilai-nilai yang ditinggalkan Kyai Muslih.

Ulasan Editorial

Buku “ Potret Kehidupan Kyai Muslih “ ini bagian dari nikmat besar yang disiratkan nabi dalam sebuah haditsnya “sesungguhnya nikmat teragung dari kalian adalah nikmat dari tiada menjadi ada. Dari tidak wujud menjadi wujud ke dunia. Nikmat dari gelapnya kekufuran kepada Islam”. Rasa bersyukur yang kita haturkan kepada Allah Swt, sepatutnya semakin meninggi, menguat, dan membesar setelah membaca buku ini

KH. Anis Wahdi

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar Penulis
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah Swt yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Hanya dengan pertolongan dan kehendak-Nya kata demi kata mampu tersusun sehingga menjadi baris kalimat yang mudah dipahami. Tanpa ijin-Nya mustahil saya sanggup menulis kalimat demi kalimat menjadi rangkaian paragraf yang di dalamnya tersurat dan tersirat makna.

Kisah hidup atau biografi adalah karya sastra yang berisikan riwayat hidup seorang yang biasanya mashur atau tokoh ternama. Namun, bisa juga orang yang tidak terkenal, namun ingin dibukukan untuk kalangan atau keluarga sendiri. Berharap anak keturunannya tidak lupa dengan nasab atau sislsilah keluarga. Biografi berasal dari bahasa Yunani yakni dari kata bios dan grafien. Kata bios berarti hidup dan grafien berarti menulis, sehingga biografi memuat riwayat hidup yang berisi prestasi istimewa seseorang.

Dalam sastra, biografi merupakan salah satu prosa baru yang menceritakan tentang perjalanan hidup seseorang mulai dari kecil hingga dewasa, bahkan sampai meninggal dunia. Biografi dibagi menjadi dua macam yakni biografi portrayal dan ilmiah. Biografi portrayal adalah biografi yang menunjukkan sosok tokoh. Biografi ilmiah adalah biografi yang berisi sosok tokoh berdasarkan analisis dengan penggunaan konsep-konsep tertentu sehingga membentuk sebuah keterangan sejarah. Teks biografi disusun oleh orang lain, bukan oleh diri sendiri.

Tantangan dalam menulis biografi adalah menggali karakter subjek dan memunculkan kepada pembaca melalui teks yang disajikan. Ada dua cara penyajian karakter dalam biografi. Pertama, disajikan secara langsung oleh penulis biografi atau oleh subjek biografi itu sendiri (jika menuliskannya sendiri). Kedua, karakter disuguhkan melalui kesaksian orang lain (tidak langsung).

Struktur teks dalam buku ini saya awali dengan orientasi, dengan mengurutkan urutan peristiwa kehidupan Kyai Muslih, dan reorientasi. Dalam orientasi memberi pengenalan tokoh secara umum, seperti nama, tempat dan tanggal lahir, latar belakang keluarga serta riwayat pendidikan.

Pada urutan peristiwa saya kisahkan kehidupan Kyai Muslih yang pada bagian ini akan dijelaskan beberapa jejak kehidupan beliau. Reorientasi merupakan bagian akhir pada teks biografi. Bagian ini berisi mengenai pandangan atau kesimpulan saya terhadap sosok Kyai Muslih. Meskipun bagian ini sifatnya opsional, artinya boleh ada dan boleh tidak ada, namun saya lebih cenderung untuk menampilkannya sebagai inspirasi dan motivasi para pembaca khususnya nasab keturunannya beliau.

Bukan ahli nasab, namun saya mencoba mencari informasi dan data seputar Kyai Muslih. Secara nasab memang beliau adalah mbah buyut saya, dan tentunya berharap semua nasab keturunannya baik yang saat ini ataupun nanti di masa datang memahami potret kehidupan beliau.. Ada banyak nilai positif dan bisa menjadi ekspresi kehidupan yang kreatif, inovatif, dan inspiratif.

Beberapa informasi saya peroleh dari sesepuh keluarga, misalnya orang tua, pak lik, juga orang lain yang pernah mendengar atau mengerti tentang Kyai Muslih. Selain itu, saya mencari sumber data dari internet di beberapa situs yang fokus pada geonologi atau nasab.

Pertama kali yang menuliskan silsilah keturunan di dalam buku khusus mengenai nasab ialah khalifah Umar bin Khattab yang mencatat dengan urutan pertama mulai dari keturunan bani Hasyim satu persatu baik laki-laki maupun perempuan. Kemudian barulah berikutnya khalifah Umar bin Khattab menggolongkan bangsa Arab, kemudian bangsa-bangsa lainnya yang masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan Rasulullah saw. Dalam kitab Ahkam al-Sulthaniyah karangan Mawardi dan kita Futuh al-Buldan karangan Baladzuri, yang diriwayatkan oleh al-Sya’bi bahwa Umar bin Khattab berkata : Bahwa sesungguhnya sudah seharusnya bersikap kasih sayang kepada orang-orang yang memang berhak menerimanya. Maka berkata orang-orang yang hadir, Betul, engkau telah berbuat itu pada tempatnya, hai amirul mukminin. Lalu Umar bin Khattab bertanya : kepada siapakah aku harus memulai? Mereka menjawab: mulailah dengan dirimu sendiri. Berkata Umar bin Khattab : Tidak, tetapi aku akan menempatkan diriku di tempat yang Allah telah tetapkan baginya, dan aku akan mulai pertama kali dengan keluarganya Rasulullah saw. Maka ia melaksanakan hal itu’.

Selanjutnya asy-Sya’bi meriwayatkan : Maka Umar bin Khattab memanggil Aqil bin Abi Thalib, Mahramah bin Naufal dan Zubair bin Muth’im, yang ketiganya terkenal sebagai ahli nasab bangsa Quraisy. Berkata Umar kepada mereka : Tuliskanlah olehmu menurut tingkatannya masing-masing. Lalu mereka mulai menulisnya pertama kali dari keturunan bani Hasyim, kemudian Abu Bakar dan kaumnya, kemudian Umar bin Khattab dan kaumnya sebagaimana susunan khilafah. Tatkala Umar melihat itu, maka berkata : Demi Tuhan, sebenarnya saya lebih menyukai penulisan keturunan yang semacam ini, tetapi lebih baik lagi jika engkau mulai dari keluarga Nabi Muhammad saw saja, dan yang paling dekat, dan yang paling terdekat, hingga engkau letakkan Umar di tempat yang Allah swt telah tentukan baginya.





Dalam riwayat lain Umar bin Khattab berkata : Demi Allah, kita tidak sampai kepada kesempurnaan di dunia ini, dan kita tidak mengharap balasan pahala atas perbuatan kita, melainkan sebab Muhammad saw, karena beliau yang menjadikan kemuliaan pada diri kita, dan kaumnya adalah yang paling mulia di antara bangsa Arab, kemudian yang paling dekat dan paling terdekat. Demi Tuhan, meskipun yang bukan Arab jika datang dengan membawa amal, sedang kita datang tanpa membawa amal, niscaya mereka (yang bukan Arab) lebih utama bagi Muhammad Saw daripada kita di hari kiamat, karena siapa saja yang mengurangkan amal atas dirinya, tidaklah keturunannya akan bisa mengejar kepadanya.

Khalifah yang selanjutnya berbuat sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khattab hingga kepada pemerintahan Abbasiyah yang mengkhususkan urusan nasab dengan mendirikan kantor dalam hal pencatatan nasab yang dipimpin oleh seorang kepala (Naqib) adalah Bani Abbas, bani Thalibiyin yaitu keturunan dari Abi Thalib masing-masing dipimpin oleh seorang Naqib. Begitu pula untuk keturunan para syarif, yaitu keturunan dari Hasan dan Husein di setiap kota dipimpin pula oleh seorang Naqib yang salah satu kewajibannya adalah menjaga dengan sebenar-benarnya keturunan nabi Muhammad saw.

Diakui penulis bahwa dalam buku ini masih jauh dari istimewa. Kata demi kata yang terangkai pastinya ada kekurangan baik dari segi kata itu sendiri maupun susunanya. Sehingga penulis berharap saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan buku ini.

Semoga buku Potret kehidupan Kyai Muslih ini memperkaya khazanah pengetahuan khususnya dalam karya sastra biografi dan memberikan manfaat bagi pembaca yang budiman, khususnya keluarga. Terimakasih saya sampaikan kepada semua keluarga keturunan Kyai Muslih, teman dan sahabat, penerbit, editor, serta semua pihak yang telah terlibat dan membantu atas diterbitkannya buku ini. Akhirnya, terimakasih juga buat para pembaca yang berkenan meluangkan waktunya untuk membaca buku ini.

Akhir kata, mohon maaf atas segala khilaf dan segala sesuatu yang kurang berkenan. Allah jualah yang semoga membalas atas kebaikan para pembaca dengan balasan yang berlipat dan berlebih.


Pengantar Sesepuh Ahli Waris KH. Anis Wahdi
Assalamualikum Wr. Wb Alhamdulillah,
puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah Swt yang telah memberikan limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami buku “ Potret Kehidupan Kyai Muslih “ dapat terselesaikan. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi agung Muhammad Saw yang telah menunjukkan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia., beserta keluarga dan semua sahabat beliau.

Buku tentang jejak hidup dan nasab Kyai Muslih yang tidak terbayang sebelumnya untuk dapat dibaca cucu cicit keturunanya. Hal ini sungguh sangat menggembirakan. Buku Jejak Nasab dari Sultan Fattah hingga Rasulullah ini diharapkan lebih mengenal sosok Kyai Muslih bin Kyai Ilyas hingga nasab ke atas dan ke sampingnya. Lebih mengenal dan lebih dekat dengan kisah mereka. Sehingga rasa cinta kepada mereka mengakar dan menumbuhkan motivasi diri untuk lebih bertakwa kepada Allah Swt. Lebih semangat dalam menuntut ilmu dan menebar amal kebaikan.

Buku tentang Kyai Muslih dan seputar nasab keluarga beliau ini sangat membantu keluarga keturunannya untuk lebih mengenal siapa beliau. Kebanyakan dari kita khusunya cicit dan canggah Kyai Muslih belum mendengar tentang beliau. Oleh karena itu buku serupa purnama di gulitanya malam, yang menerangi hingga di balik dedaunan. Semoga buku ini menjadi awal dari lentera-lentera kecil untuk membesarkan nilai-nilai yang ditinggalkan Kyai Muslih.

Kata nasab dalam kehidupan sehari-hari bisa jadi hanya sebagian orang yang mengerti maknanya, lebih-lebih mengerti nasab keturunannya hingga tujuh. Nasab berasal dari bahasa Arab al-nasb yang artinya menghubungkan kekerabatan, keturunan atau menyebutkan keturunan. Bila al-nasb dibentuk menjadi kalimat tanaasub artinya ikatan, hubungan, kesamaan, atau kesetaraan. Dalam terminologi fikih, nasab diartikan sebagai suatu ikatan yang memiliki kekuatan untuk melanggengkan berdirinya sebuah tatanan kehidupan berkeluarga yang kokoh.

Nasab berfungsi sebagai alat pengikat masing-masing anggota keluarga dengan ikatan abadi yang dihubungkan melalui dasar-dasar kesatuan darah antara satu dengan lainnya. Sehingga seorang anak merupakan bagian dari ayahnya demikian pula ayah merupakan bagian dari anaknya. Dengan begitu nasab dapat dikatakan sebagai pengikat satu kesatuan keluarga besar dengan ikatan satu darah atau genetik.

Nasab dalam hukum Islam memiliki kualitas yang sangat penting, karena dengan adanya nasab secara filosofi antara anggota keluarga besar memiliki keterkaitan dan keterikatan yang sangat kuat dan menjadi pondasi utama untuk terbentuknya suatu kelompok manusia yang kokoh, setiap anggota kelompok terikat dan terkait dengan anggota yang lainnya, seolah-olah membentuk jaringan laba-laba dalam kehidupan bersama dalam bermasyarakat dan bernegara.

Dengan terbentuknya jaringan tersebut, maka satu anggota dengan anggota yang lainnya akan terjalin hubungan persaudaraan yang harmonis, yang dilandasi dengan terciptanya kasih sayang yang mendalam. Selain itu, dengan landasan tersebut akan tercipta suasana pergaulan dalam kehidupan antara masing-masing anggota yang damai, tentram dan terkendali, sebab masing-masing anggota dalam kelompok itu akan selalu menyadari apa kewajiban yang harus ia laksanakan terhadap yang lain dan hak apa saja yang harus ia terima dari anggota kelompok lain.

Nasab keluarga sangat urgen sekali, terkhusus untuk mengetahui kejelasan identitas seseorang. Saking urgennya, ada bidang ilmu tersendiri yang khusus memelajari nasab. Ilmu Nasab ini sering disebut dalam Bahasa Arab sebagai ‘Ilm al-Ansaab. Tujuan dari disusunnya ilmu ini adalah untuk mencegah dari kesalahan dalam menyebut nasab seseorang. Peletak pertama ilmu ini ialah Imam Hisyam bin Muhammad bin as-Sāib al-Kalbī (w. 204 H). Beliau menyusun lima kitab yang populer dalam ilmu ini, yaitu al-Manzīl, al-Jamharah, al-Wajīz, al-Farīd, dan al-Mulūk.

Rasulullah Saw menganjurkan umatnya untuk mempelajari ilmu ini, dalam hadis Beliau bersabda: Kenalilah nasab-nasabmu, maka tali persaudaraanmu akan terus bersambung. Sesungguhnya jika tali persaudaraan terputus, maka hubungan itu menjadi jauh meskipun sebetulnya dekat. Sebaliknya tali persaudaraan itu menjadi dekat bilamana kamu terus menyambungnya sekalipun jauh hubungannya. (HR al-Bukhāri) Buku “ Potret Kehidupan Kyai Muslih “ ini bagian dari nikmat besar yang disiratkan nabi dalam sebuah haditsnya “sesungguhnya nikmat teragung dari kalian adalah nikmat dari tiada menjadi ada. Dari tidak wujud menjadi wujud ke dunia. Nikmat dari gelapnya kekufuran kepada Islam”. Rasa bersyukur yang kita haturkan kepada Allah Swt, sepatutnya semakin meninggi, menguat, dan membesar setelah membaca buku ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Daftar Isi

Cover
Daftar Isi
Kata Pengantar
Pengantar Sesepuh Ahli Waris
Pendahuluan
     Masuknya Islam di Demak
     Mengenal Desa Botorejo dan Kadilangu
     Menggali Makna Di Jejak Terlupa
Ilmu Nasab dan Sejarah
     Memahami Ilmu Nasab dan Sejarah
     Dalil Tentang Nasab
     Istilah Ulama Ahli Nasab
Profil Kyai Muslih
     Asal-Usul Kelahiran
     Berguru Kepada Ayahnya
     Mengaji di Pesantren Magelang
     Fiqih, Sufi, dan Tarekat
     Berdakwah di Dusun Rejosari
     Menikah dengan Trah Kesunanan Surakarta
     Menjadi Pengusaha Sukses
     Singa Podium Sang Sahabat
     Pendiri NU Cabang Demak
     Melawan Penjajah dengan Gerakan Hizbullah
Surau Pusat Aktivitas Berdakwah
     Guru Qur’an Pertama di Demak
     Fiqih Prioritas sebagai Dakwah
     Sanad Keilmuan Kyai Muslih
     Shalawat sebagai Kebiasaan
     Jejak Peninggalan Kyai Muslih
     Keistimewaan Kyai Muslih
     Murid-murid Kyai Muslih
     Makam Kyai Muslih
     Monumental 40 Laskar Hizbullah
Nasab Kyai Muslih
     Bernasab dengan Sunan Kalijaga
     Bernasab dengan Prabu Brawijaya V
     Bernasab dengan Sultan Demak I
     Bernasab dengan Raja Pajang III
     Bernasab dengan Sultan Agung Mataram
     Bernasab dengan Sunan Pandanaran
     Bernasab dengan Mbah Kholil Bangkalan
     Bernasab dengan Mbah Sanusi Waliyyullah
     Bernasab dengan Sunan Katong
     Bernasab dengan Mbah Dalhar Watucongol
     Bernasab dengan Kyai Mojo
     Bernasab dengan Pangeran Diponegoro
     ernasab dengan Syekh Siti Jenar
     Bernasab dengan Arya Penangsang
     Bernasab dengan Rasulullah Saw.
Penutup
     Teladan Kyai Muslih
     Jangan Kepaten Obor
Daftar Pustaka
Profil penulis

Kutipan

Pendahuluan
Masuknya Islam di Demak
Pada abad XV, salah seorang yang paling terkenal dan tertua diantara para wali di Jawa ialah Raden Rahmat dari Ngampel Denta. Ia diberi nama sesuai dengan nama kampung di Surabaya. Menurut teks-teks lama, Raden Rahmat itu adalah adik: dan menurut teks-teks tua, yaitu babad, ia adalah kakak.

Berbicara mengenai letak Cempa, tentunya berhubungan dengan asal para penyebar Islam pertama di Jawa Timur termasuk Raden Rahmat. Dr. Rouffaer (“Sumatera”) berdasarkan dugaan telah mengidentifikasikan Cempa atau Campa ini dengan Jeumpa di Aceh, diperbatasan antara Samalangan (Simelungan) dan Pasangan. Apabila Cempa (=jeumpa) ditukar tempatnya dengan Pasai, maka rute perjalanannya lebih masuk akal.

Sehubungan dengan perdagangan pelaut Islam menggantikan kedudukan orang bukan Islam. Pedagang Islam dianggap sebagai pesaing ketika melewati jalan yang menyusuri pantai Sumatera dan Jawa menuju ke kepulauan remph-rempah Maluku. Bandar-bandar di sepanjang pantai utara Jawa pertama-tama merupakan pangkalan. Kemakmuran bandar0bandar itu bergantung pada persediaan beras yang dapat mereka tawarkan.

Perpindahan kekuasaan politik ke tangan orang Islam terjadi dengan dua cara: 1. Bangsawan Jawa yang kafir dengan sukarela memeluk agama baru iru.

2. Orang asing yang beragama Islam dari macam-macam bangsa membuat rumah mereka menjadi kubu pertahanan.

Pada permulaan abad VI, sesudah berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di pantai Utara pulau Jawa, datanglah maulana-maulana dari tanah seberang. Mereka akan menetap di Jawa sesudah didirikannya kelompok-kelopok Islam. Para guru yang datang tersebut memperkuat kemanan kelompok-kelompok itu.

Dalam legenda-legenda mengenai masjid Demak, Sunan Kalijaga menduduki tempat yang penting. Dialah yang berjasa memebtulkan kiblat masjid. Beliau jugalah yang memperoleh baju wasiat “Antakusuma”, yang jatuh dari langit di masjid itu di tengah para wali yang sedang bermusyawarah. Baju tersebut juga disebut Kiai Gundil (Gundul) merupakan salah satu “pusaka” raja-raja Jawa. Legenda dan cerita-cerita tradisi penting, karena telah mengungkapkan betapa pentingnya Masjid Demak dan dapat dianggap dongeng yang termasuk sastra keagamaan untuk menghormati orang suci.

Zaman dahulu wilayah Demak terletak di tepi selat di antara Pegunungan Muria dan Jawa namun selat itu akhirnya tidak dapat dilayari. Oleh karena itu Demak tidak dapat digunakan sebagai pelabuhan, maka Jepara menjadi pelabuhan Demak. Sedangkan penghubung Demak dengan daerah pedalaman di Jawa Tengah ialah Sungai Serang. Jalan darat juga cukupo baik dilalui pedati melalui batas daerah perairan yang rendah dari sungai Serang dan Lusi mrnuju lembah bengawan.

Munclunya dan bekuasanya Islam mempengaruhi sejarah Jawa pada abad XVII dan abad-abad berikutnya sehingga zaman sebelum Mataram dianggap kurang penting. Namun dengan ditemukannya Suma Oriental, terbukalah kemungkinann menyusun sejarah Demak yang lebih dapat dipercaya. Antara buku Tome Pires ini dengan buku-buku sejarah Jawa Barat terdapat kesesuaian dalam ham pemberitaan bahwa dinasti Demak dimulai dengan tiga orang raja.

Berdasarkan beberapa berita abad XVII dan yang dari Jawa Barat dapat disimpilkan bahwa asal usul dinasti Demak itu dari Cina pada waktu ini dapat dipercaya. Sebagai raja Demak pertama ialah Raden Patah. Pengganti Raden Patah ialah Pangeran Sabrabg Lor. Namun pemberitaan Pires dan naskah-naskah sejarah Jawa barat, tidak banyak yang dapat dinyatakan dengan pasti tentang kehidupan penguasa kedua di Demak itu. Tentu saja penting juga diketahui kapan Demak menjadi menjadi kerajaan yang merdeka.

Pemimpin Demak yang ketiga adalah Sultan Trenggana. Dari keterangan-keterangan berbagai cerita rakyat Jawa da berita Pires dapat disimpulkan bahwa raja Demak yang ke tigamemerintah pada sekitar 1504 sampai 1546. Dalam waktu itu wilayah kerajaan diperuas ke barat dan timur, dan Masjid Demak telah dibangun sebhai lambang kekuasaan Islam.

Di Jawa para imam masjid hampir selalu disebut “pengulu”. Imam pertama di Masjid Demak ialah Pangeran, putra Pangeran Rahmat dari Ngampel Denta. Ia dipanggil oleh Pangeran Ratu untuk memangku jabatab itu. Imam yang kedua ialah suami cucu Nyai Gede Pancuran yang bernama Makdum Sampang. Kemudian ia digantikan anaknya yaitu Kiai Gede Pambayun ing Langgar. Imam yang keempat ialah sepupu dari pihak ibu pendahulunya, ia anak Nyai Pambarep yang bergelar Pengulu Rahmatullah dari Undung. Sedangkan imam keliam ialah Putra Pengulu Rahmatullah yang bernama Pangeran Kudus atau Pandita Rabani.

Penobatan raja demak dengan gelar sultan diperoleh oleh Sultan Ahmad Abdu’l Arifin yang dianugerahkan oleh syekh Nurullah. Syekh Nurullah yang pernah ke Tanah Suci, Mekah karena terpengaruh internasionalisasi Islam menganjurkan kepada raja Demak untuk bertingkah laku sebagai raja Islam benar-benar.

Legenda Jawa mengenai direbutnya Majapahit oeh orang Islam dapat dibagi menjadi dua kelompok : 1. Cerita yang menunjukkan segala pujian kepada para alim Islam, dan terutama kepada para ulama dari Kudus.

2. Cerita yang menyanjung Raden Patah, Raja Demak, sebagai pahlawan.

Cerita kelompok pertama itulah yang paling lengkap. Cerita itu terdapat dalam naskah-naskah cerita Jawa Timur dan Jawa Tengah. Cerita kelompok kedua, dimuat dalam babad dari Jawa Tengah yang berisi sejarah keluarga Raja Mataram. Ceritanya lebih ringkas daripada yang termasuk kelompok pertama dan bercorak legenda, diwarnai oleh peran alam gaib.

Apabila cerita-cerita Jawa mengenai jatuhnya Majapahit dibandingkan, ada dua hal yakni keimanan kelompok alim ulama Islam, yakni golongan mmenengah, dipimpn oleh para pemuka yang semula merupakan imam-imam di masjid dan cita-cita politis yang mengarah ke perluasan wilayah kekuasaan dan kemerdekaan kerajaan-kerajaan Islam muda di Jawa Tengah.

Ibukota Islam Demak, menjadi titik tolak perjuangan pada dasawarsa-dasawarsa pertama abad XVI, untuk menyebarkan agama Islam ke barat. Tindakan bersenjata yang dilakukan orang Jawa Tengah, untuk memulihkan atau memantapkan kekuasaan Sultan, dapat dianggap salah satu tindakan kekuasaan maharaja Islam itu. Sedangkan meluaskan daerah ke timur Demak seperti pengusaan wilayah Tuban (1527), Wirasara (1528), Gagelang atau Madiun (1529), Medangkungan (1530), Surabaya (1531), Pasuruan (1535), Lamongan, Blitar, dan Wirasaba (1541-1542), Gunung Penanggungan (1543), Mamenang (1544), dan Sengguruh (1545).

Sesudah kehilangan ibu kotanya, Brawijaya raja terakhir di Majapahit menyingkir ke timur. Ia dan penduduk Jawa Timur yang kafir melawan ekspansionisme umat Islam Jawa Tengah. Perang terjadi pada 1468 J (1546), perebutan Blambangan berhasil, namun wafatnya Sultan tidak diberitakan.

Sistem kerajaan Demak dan Majapahit hampir sama, di masa Demak juga ada “kunjungan menghadap raja” seperti zaman majapahit. Pengadilan pradata juga ada seperti zaman pra-Islam. Dijawa hukum adat dan hukum peradilan yang bercorak Hindu masih bertahan di samping hukum Islam.

Menurut babad di Jawa Tengah, Sultan Trenggana diganti olrh Susuhunan Prawata. Sama sekali tidak ada berita dalam babad Jawa mengenai pemerintahan Susuhunan Prawata. Susuhunan Prawata di bunuh tahun 1549 oleh Arya Penangsang yang akhirnya tahun itu juga mati. Setalah itu Jaka Tingkir menjadi penguasa Demak dan diakui penguasa Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai maharaja. Berikutnya ia memindahkan pusat kerajaan Demak ke pedelaman, Pajang.