Ikhtisar
Mencari teladan, dalam hal apa pun, bukan perkara gampang. Sering kali kita terjebak mencari sosok yang sempurna sebagai rujukan atau teladan. Padahal, tidak ada satu pun manusia yang sempurna. Selalu ada sisi baik dan buruk yang melekat pada setiap orang. Sebaik apa pun seseorang, bila dikorek-korek, pasti ada saja keburukannya. Dalam urusan melawan korupsi pun begitu. Kiranya tidak mudah mencari sosok yang benar-benar bersih, tak pernah bersinggungan dengan tindakan-tindakan yang tergolong korupsi. Namun, itu bukan berarti kita tak bisa menemukan sosok-sosok yang mampu menolak godaan korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki rumusan sembilan nilai antikorupsi yang juga dikenal sebagai sembilan nilai integritas. Kesembilan nilai itulah yang bisa dijadikan tolok ukur oleh kita dalam menilai seorang tokoh, apakah bisa dijadikan teladan dalam melawan korupsi atau tidak. Semakin banyak nilai antikorupsi yang ditunjukkan, semakin tinggi integritas seseorang dan semakin pantas untuk dijadikan teladan dalam pemberantasan korupsi.
Pendahuluan / Prolog
Teladan itu (pernah) ada
Kian menjadi dan seolah berakar sangat dalam. Begitulah kesan yang timbul saat kita mengamati korupsi yang demikian marak di negeri ini. Pada satu titik, timbul pertanyaan menggelitik. Adakah korupsi ini merupakan budaya yang diwariskan para pendahulu kita? Apakah korupsi itu adalah warisan sejarah? Apakah kita memang anak cucu para koruptor? Untuk menjawabnya, marilah menengok sejarah.
Di sana tercatat apik bahwa bangsa ini memiliki sosok-sosok pendiri yang memiliki integritas tinggi. Mereka berwatak pejuang, disiplin, jujur, berdedikasi, dan antikorupsi. Dalam buku ini, terurai kisah-kisah para tokoh bangsa dengan integritas tinggi itu tatkala dihadapkan pada pilihan antara kepentingan negara dan kepentingan pribadi atau keluarga. Ibarat jus jeruk yang demikian menyegarkan saat kita berada di gurun, seperti itu pula kisah mereka bagi kita yang hidup pada zaman penuh kasus korupsi ini.
Para tokoh yang kami angkat kisahnya dalam buku ini memilih hidup sederhana bukan karena tidak mampu, bukan pula karena tidak bisa kaya. Mereka memilih opsi itu karena fokus dalam menjalankan amanat rakyat, bukan fokus memperkaya diri. Menjadi abdi negara dan rakyat bukan berarti mencari kehidupan dengan memanfaatkan kekayaan negara dan rakyat. Menoleh pada deretan tokoh yang ada di buku ini, kita patut menarik napas lega dan berbangga hati.
Setidaknya, mereka membuktikan bahwa negeri ini pernah memiliki pemimpin-pemimpin yang amanah, jujur, sederhana, dan sangat bertanggung jawab. Mereka adalah fakta bahwa bangsa kita tidaklah memiliki budaya korupsi sejak lama. Dari mereka, kita bisa optimistis, menjadi pribadi berintegritas dan amanah bukanlah kemustahilan bagi kita. Persoalannya, maukah kita meneladani jejak langkah mereka?
Daftar Isi
Sampul
Teladan itu (Pernah) ada
Daftar isi
Haji Agus Salim
Berdamai dengan kemelaratan
Tak mendamba istana
Baharuddin Lopa
Tak mendamba istana
Fasilitas bukan milik pribadi
Bukan tega kepada sahabat
Hadiah harusnya untuk orang susah
Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Surat tilang untuk sultan
Sopir mbok bakul
Hoegeng Iman Santosa
Tutupnya toko kembang kami
Itu bukan rumah kami
Ki Hadjar Dewantara
Mi godhok sang menteri
Berburu perabotan bekas
Mohammad Hatta
Kembalikan saja uang itu
Demi sebuah rahasia
Mimpi tak terbeli
Mohammad Natsir
Kemeja bertambal
Syukuri apa adanya
Saifuddin Zuhri
Karena kamu adikku
Hobi baru sang mantan menteri
Sjafruddin Prawirangera
Tertusuk "Gunting" sang suami
Sukun goreng ibu presiden
R. Soeprapto
Bola dan abang becak
Gelang Pakistan
Ir. Soekarno
Tak usik fasilitas negara
Tinggalkan duku idaman
Widodo Budidarmo
Menghukung sang anak kandung
Jangan mentang-mentang keluargaku!
Daftar pustaka