Tampilkan di aplikasi

Buku Marja hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Fikih Sosial Praktis dari Pesantren

Dari Hukum Makelar hingga Sumpah Pocong

1 Pembaca
Rp 47.000 15%
Rp 39.950

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 119.850 13%
Rp 34.623 /orang
Rp 103.870

5 Pembaca
Rp 199.750 20%
Rp 31.960 /orang
Rp 159.800

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Syariat Islam (syari’ah) bisa dirangkum dalam dua kategori ajaran: pertama, ajaran-ajaran tentang hubungan vertikal dengan Allah (habl min Allah) yang termasuk dalam ranah keberagamaan personal atau individual; kedua, ajaran-ajaran tentang hubungan horizontal dengan sesama manusia (habl min an-nas) yang tergolong dalam ranah publik atau sosial. Syariat Islam juga memberikan berbagai solusi untuk problem-problem personal dan sosial yang dihadapi oleh umatnya.

Buku karya Gus Yusuf (K.H. Muhammad Yusuf Chudlori) ini bisa dikategorikan sebagai sejenis fikih sosial praktis dari pesantren. Di dalamnya dibahas problem-problem sosial dan hukum Islam sehari-hari yang dihadapi oleh kaum Muslim dan diberikan jawaban atau solusi praktisnya mulai dari hukum makelar, transaksi jual-beli, uang pelicin, koperasi, honor guru ngaji, jual-beli kotoran hewan, sumpah pocong, dan lain sebagainya.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: K.H. Muhammad Yusuf Chudlori
Editor: Irwan Kurniawan

Penerbit: Marja
ISBN: 9786026297457
Terbit: September 2015 , 200 Halaman

BUKU SERUPA













Ikhtisar

Syariat Islam (syari’ah) bisa dirangkum dalam dua kategori ajaran: pertama, ajaran-ajaran tentang hubungan vertikal dengan Allah (habl min Allah) yang termasuk dalam ranah keberagamaan personal atau individual; kedua, ajaran-ajaran tentang hubungan horizontal dengan sesama manusia (habl min an-nas) yang tergolong dalam ranah publik atau sosial. Syariat Islam juga memberikan berbagai solusi untuk problem-problem personal dan sosial yang dihadapi oleh umatnya.

Buku karya Gus Yusuf (K.H. Muhammad Yusuf Chudlori) ini bisa dikategorikan sebagai sejenis fikih sosial praktis dari pesantren. Di dalamnya dibahas problem-problem sosial dan hukum Islam sehari-hari yang dihadapi oleh kaum Muslim dan diberikan jawaban atau solusi praktisnya mulai dari hukum makelar, transaksi jual-beli, uang pelicin, koperasi, honor guru ngaji, jual-beli kotoran hewan, sumpah pocong, dan lain sebagainya.

Pendahuluan / Prolog

Dialog Pintu Pencerahan
Kita semua terlahir dan tumbuh bersama orang lain. Nilai-nilai kejahatan dan kebaikan pun tak akan terwujud tanpa melibatkan orang lain. Begitupun perintah berdakwah tidak akan terlaksana jika tak ada obyek yang diseru. Oleh karena itu, Islam mengajarkan untuk mencintai sesama manusia, apa pun agama dan etnisnya, mengingat semuanya adalah makhluk Allah.

Suatu saat, ketika Rasulullah Muhammad Saw merasa letih berdakwah, dan orang kafir masih terus memusuhi, beliau tetap mendoakan mereka: Allâhumahdi qaumî fa’innahum lâ ya‘lamûn (ya Allah, tunjukilah kaumku ini, karena mereka adalah orang-orang yang tidak mengetahui jalan kebenaran).

Dengan dasar pemikiran ini maka silaturahim, saling berwasiat dan dialog tentang kebaikan dan kebenaran menjadi sangat penting dan mulia bagi kita semua. Cahaya kebenaran tidak datang dengan tiba-tiba. Ia mesti dijemput, salah satunya melalui jalan dialog. Di mana pun kita berada, hendaklah selalu terlibat dialog, entah dengan diri sendiri, dengan alam, dengan teman, atau dengan kehidupan. Yang pasti, seorang beriman selalu berdialog dengan Tuhannya.

Empat Domain Keberagaman Dalam konteks sosial, ekspresi keberagamaan seseorang setidaknya muncul dalam empat domain atau wilayah.

Pertama, wilayah pribadi. Pada wilayah ini, seseorang memiliki kebebasan utuh untuk menyatakan pendapat, pilihan dan keyakinan agamanya.

Pada wilayah individu, kita tidak tahu hakikat keyakinan seseorang. Hanya Allah yang paling tahu dan yang akan menjadi hakim. Setiap pribadi memiliki kebebasan agama tanpa ada batasan dari mana pun, baik organisasi maupun institusi negara. Kita tidak bisa memaksa keyakinan agama seseorang. Sekadar contoh sederhana, sesungguhnya kita tidak tahu, apakah seseorang menjalankan ibadah puasa atau shalat, karena bisa saja ia bersikap pura-pura di depan umum. Itu merupakan hubungan antara seseorang dengan Allah Swt.

Kedua, ekspresi keberagamaan pada wilayah komunal, misalnya dalam kehidupan keluarga, masyarakat atau jamaah. Pada wilayah ini, seseorang dituntut dan dipengaruhi lingkungannya untuk pandai-pandai menyesuaikan diri dan mengikuti pendapat umum. Kalau tidak, ia akan terkucil atau dianggap menyimpang. Oleh karena itu, dalam suatu forum jamaah, ada saja orang yang enggan menyampaikan pendapat yang diyakininya semata-mata untuk menghindari perdebatan.

Namun, ada pula lingkungan sosial yang mulai terlatih menghargai perbedaan, mengingat dalam Islam bermunculan banyak mazhab, baik dalam bidang ilmu fikih, ilmu kalam, tasawuf, maupun pemikiran politik. Semua itu dimungkinkan karena tingkat ilmu keislaman seseorang berbeda-beda, begitupun pengalaman hidupnya.

Ketiga, agama yang diekspresikan pada wilayah publik. Di sini sering muncul kesalahpahaman dan menimbulkan konflik. Sebagai warga negara, wilayah publik diatur oleh aturan negara, misalnya aturan lalu-lintas di jalan raya atau kegiatan umum.

Ketika ada kegiatan keagamaan yang mengganggu lalu-lintas, misalnya, maka sesungguhnya wilayah agama telah memasuki wilayah publik. Di sini, polisi yang lebih berhak dan berkewajiban mengaturnya. Problem yang sering muncul, polisi tidak tampil menyelesaikan masalah, sementara ormas lalu menguasasi wilayah publik. Pada konteks ruang publik inilah pemeluk agama harus bisa membedakan hak privat dan hak komunalnya, mengingat semua warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan dan pelayanan negara. Kalau ada satu pihak yang melanggar aturan, maka di situ yang berbicara adalah hukum positif, dan hukum positif tidak berarti melawan hukum agama.

Sebagai contoh, kalau seseorang dari sebuah komunitas keagamaan melanggar aturan lalu-lintas, maka urusannya bukan dengan aturan agama, melainkan dengan undangundang lalu lintas dari hukum positif.

Keempat, ekspresi dan peran agama dalam ranah negara. Agama dan negara saling membutuhkan, namun pola hubungannya mesti diatur dengan benar agar tidak saling mengganggu dan berebut kekuasaan. Negara (dalam hal ini pemerintah) punya tugas dan otoritas untuk melindungi warganya, dan agama juga berperan membimbing umatnya. Identitas dan loyalitas terhadap agama dan negara sebaiknya jangan bentrok. Apa pun agama yang kita anut, kita adalah warga negara Indonesia yang berkewajiban menjaga rumah besar Indonesia tempat kita semua lahir, tumbuh dan hidup bermasyarakat.

Di depan negara dan pemerintah, semua warga negara memiliki posisi yang sama. Jadi, kalau ada orang yang melakukan korupsi dan tindak pidana lainnya, ia mesti diperlakukan sama, apa pun agama, parpol, ormas dan etnisnya.

MENGKAJI MUAMALAH Dengan pertimbangan perbedaan domain agama di atas, sekarang kita membicarakan buku “Fikih Interaktif ” karya Gus Yusuf (K.H. Muhammad Yusuf Chudlori)— yang di dalamnya membahas masalah agama (Islam) pada level kedua, ketiga bahkan memasuki pembahasan wilayah keempat. Fikih interaktif berisi tiga bagian utama, yaitu urusan “jual-beli”, “kerjasama”, termasuk masalah makanan, dan masalah-masalah muamalah lain yang terpencar dalam bagian Syatta.

Masyarakat Indonesia yang sedemikian besar dan majemuk sesungguhnya memerlukan ijtihad untuk melahirkan fikih baru yang cocok dan diperlukan masyarakat yang tumbuh dinamis. Di kawasan Magelang, Temanggung, Purworejo, Salatiga dan sekitarnya, nama Gus Yusuf dikenal sebagai ulama muda. Ia pelayan masyarakat, aktif bergiat dalam urusan sosial-politik dan kebudayaan. Bergaul dalam ruang lingkup yang luas itulah yang membuat jalan pemikiran Gus Yusuf membumi dan selaras dengan kebutuhan masyarakat. Jadi, buku ini, menurut saya, bukan dalam rangka dakwah secara topdown di mana seorang kiai memberi fatwa atau instruksi tentang halal-haram, melainkan sebagai sebuah proses dialogis antara umat dengan seorang kiai.

Buku ini sangat pas untuk para penganut ajaran ahlusunnah wal­jamaah yang nota-bene dipeluk mayoritas umat Islam Indonesia. Pada sisi lain, kita akan mendapatkan nilai manfaat yang sifatnya terapan sekaligus memberikan nilai kebaikan karena muatan di dalamnya merupakan pengetahuan hukum Islam yang menekankan dimensi kemanusiaan. Metode dialog sangat tepat untuk menemukan kebenaran dan jawaban yang tepat tanpa berpretensi menggurui dan memaksakan pendapat. AlQuran juga merekam metode dialog yang dilakukan Nabi Ibrahim dalam membimbing umatnya yang dilakukan dengan cerdas.

Selamat membaca! Kita tunggu karya-karya Gus Yus berikutnya.

Daftar Isi

Sampul
Dialog Pintu Pencerahan: Pengantar Prof. Dr. Komaruddin Hidayat
Daftar Isi
1. Jual-Beli
     Akad tertulis dalam jual-beli
     Sudah akad tidak jadi beli
     Transaksi dengan mesin otomatis
     Jual-beli kotoran hewan
     Jual-beli cacing dan ulat untuk pakan burung
     Jual ketela dalam tanah
     Jual-beli petasan
     Jual-beli secara paksa
     Menjual pohon kelapa
     Melalang barang dagangan
     Menimbun barang dagangan
2. Kerjasama
     Hukum makelar
     Mark Up (Penggelembungan Anggaran)
     Kerjasama Dagang dengan Modal Berbeda
     Saldo Dana dari Sponsor
     Menjual Barang dengan Dua Harga
     Hukum Menabung di Bank
     Uang Pelicin Sebelum Kerja
     Hukum Meminjam di Koperasi
     Meminjamkan Barang Pinjaman
     Pinjam Sepeda Motor
     Memakai Barang Gadaian
     Menyewakan Tanah Bengkok
     Upah Padi untuk Tukang Derep (Pengetam Padi)
     Gaji Guru Ngaji
     Sumbangan Dalam Walimah
     Hukum Gaduh Hewan
     Kredit Melalui Lembaga Pembiayaan
     Jual-Beli On Line
     Jual-Beli Barang Curian
     Pemindahan Tegel Masjid
     Kas Masjid untuk Konsumsi
     Mengambil Air dari Masjid
     Bantuan dari Nonmuslim untuk Masjid
     Wakaf untuk Orang yang Sudah Meninggal
3. Makanan
     Berburu dengan Senapan
     Menyembelih dengan Mesin
     Sembelihan oleh Wanita
     Label Halal
     Menyembelih Hewan yang Hampir Mati
     Memakan Bekicot
     Ikan Kecil dalam Perut Ikan Besar
     Mencari Ikan di Sawah Orang Lain
     Berobat dengan Barang Najis
4. Syatta
     Tentang Iman
     Amar Ma’ruf Nahi Munkar dengan Kekerasan
     Ghibah Dosa Besar atau Kecil
     Ganti Nama Setelah Haji
     Sumpah Pocong
     Isyhad Mayit
     Tobat Sambal
     Setiap Muslim Masuk Surga, Benarkah?
     Celana Congkrang (Isbal)
     Uang untuk Pengamen
     Minum Air Susu Istri Sendiri
     Nyantri Dilarang Orangtua
     Nama Julukan
     Donor Darah
     Tahlil dan Permasalahannya
     Sesajen dalam Sedekah Bumi dan Laut
     Maulid Nabi
     Ngapati dan Mitoni
     Halal Bihalah
     Ulang Tahun
     Risalah Ziarah
     Membaca Manaqib
Daftar Pustaka
Indeks
Tentang penulis