Tampilkan di aplikasi

Buku MNC Publishing hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Sangsaka Saujana Tengger

1 Pembaca
Rp 78.000 1%
Rp 77.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 231.000 13%
Rp 66.733 /orang
Rp 200.200

5 Pembaca
Rp 385.000 20%
Rp 61.600 /orang
Rp 308.000

Pembelian grup
Pembelian buku digital dilayani oleh penerbit untuk mendapatkan harga khusus.
Hubungi penerbit

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Buku ini berisi delapan (8) Bab yang menyuguhkan kekayaan tradisi dan nilai budaya Tengger. Bab 1 mendeskripsikan tradisi Tengger sebagai bangunan berpondasi semangat anjangsana. Anjangsana menjadi suatu tradisi yang berperan penting dalam menumbuhkan semangat solidaritas dan integritas sosial masyarakatnya. Bab ini juga memaparkan dua kategori anjangsana, yakni yang terikat waktu dan yang tidak terikat oleh waktu. Anjangsana adalah jalan terbaik untuk memantik dan menyalakan jiwa kegotong-royongan. Masih terkait erat dengan praktik anjangsana,

Bab 2 mendeskripsikan tradisi bethek-sinoman yang menemu-satukan masyarakat Tengger. Tradisi ini memupuk gotong-royong, menopang anjangsana, serta memelihara jati diri Wong Tengger. Dua kategori bethek-sinoman yang dipaparkana adalah bethek-sinoman pada hajatan personal dan hajatan upacara desa. Pembagian kategori ini hampir mirip dengan kategori dalam kegiatan gotong-royong. Beberapa jati diri terangkum dalam tradisi ini, antara lain: sungkan, tepat janti, dan totalitas.

Representasi multikulturalisme dalam tradisi Tengger dipaparkan dalam Bab 3. Bab ini menjelaskan bahwa orang Tengger sangat akrab dengan adanya konsep desakalapatra, yakni kebiasaan dan tradisi yang berbeda di setiap wilayah. Konsep ini berperan sebagai pedoman dalam memperluas pemahaman masyarakat untuk memahami dan menerima perbedaan yang ada di sekitarnya. Masyarakat Tengger yang multikultural tidak menjadikan perbedaan sebagai suatu penghalang, lebih-lebih karena para pemangku adat sangat toleran dan menghargai keberagaman. Multikulturalisme mampu direpresentasikan dalam tradisi-tradisi yang ada di Tengger.

Bab 4 menguraikan sebuah prinsip yang dipegang oleh masyarakat Tengger dalam menjaga dan melestarikan berbagai budaya yang dimiliki. Prinsip tersebut dikenal dengan titiluri. Titiluri menjadi sebuah aktualisasi berbagai tradisi seperti upacara, slametan, serta kegiatan kebudayaan lainnya. Berbagai hal yang terdapat dalam kegiatan tersebut berkiblat pada bagaimana leluhur melakukaannya, mulai dari prosesi, bacaan, tahapan, sesaji dan lainnya. Titiluri menjadi sebuah bukti nyata bahwa kekuatan prinsip dapat menjaga segala sesuatu yang berharga. Selanjutnya, Bab 5 menjelaskan tentang pesan pendidikan seksual dalam tari Sodoran. Tari Sangkan Paraning Dumadi ini menggambarkan asal-usul kehidupan manusia.

Terdapat tiga tahap tarian yang menyimbolkan pertemuan sepasang manusia laki-laki dan perempuan hingga mereka mengarungi kehidupan rumah tangga serta kelahiran bayi manusia yang disimbolkan dengan pecahnya bambu sodor. Relasi tak terpisahkan antara alam dan manusia dalam aktivitas religio-kultural ritual Unan-unan dibahas dalam Bab 6. Bab ini menunjukkan bahwa dalam Unan-unan terkandung relasi yang sinergis dan pro-aktif alam dan manusia; sikap hormat manusia terhadap alam dengan mengutamakan prinsip-prinsip etis yang menempatkan alam sebagai bagian yang terintegrasi dengan manusia; dan terjaminnya relasi harmonis antara alammanusia berbanding lurus dengan terjaminnya keselarasan kosmis. Ritual khas lainnya yang diteroka dalam Bab 7 adalah ritul tolak bala suku Tengger yang bernama nambak lelakon. Nambak lelakon adalah salah satu tradisi di Tengger yang menggunakan sarana sesajen untuk memohon agar buta kala (pageblug/wabah) menyingkir dengan diberikan bekal agar tidak membawa korban.

Upacara ini dilaksanakan atas diinisiasi oleh dukan pandita dan disepakatan oleh seluruh masyarakat. Praktik tradisi ini menyuratkan kesadaran dan kerja bersama dalam mencari solusi guna memelihara kehidupan dalam melindungi kemanusiaan. Dalam konteks sekarang, nambak lelakon dan tradisi tolak bala lainnya adalah sebuah ikhtiar pemeliharaan kehidupan dan perlindungan kemanusiaan melalui upaya kolektif nonmedis pencegahan penyebaran virus covid-19.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Sony Sukmawan / Nanang Endrayanto / Rahmi Febriani / Dina Fitria Hasanah / Zulya Rachma Bahar / Holifatul Hasanah / Asri Kamila Ramadhani / Elvin Nuril Firdaus

Penerbit: MNC Publishing
ISBN: 9786024624453
Terbit: Desember 2021 , 153 Halaman

BUKU SERUPA













Ikhtisar

Buku ini berisi delapan (8) Bab yang menyuguhkan kekayaan tradisi dan nilai budaya Tengger. Bab 1 mendeskripsikan tradisi Tengger sebagai bangunan berpondasi semangat anjangsana. Anjangsana menjadi suatu tradisi yang berperan penting dalam menumbuhkan semangat solidaritas dan integritas sosial masyarakatnya. Bab ini juga memaparkan dua kategori anjangsana, yakni yang terikat waktu dan yang tidak terikat oleh waktu. Anjangsana adalah jalan terbaik untuk memantik dan menyalakan jiwa kegotong-royongan. Masih terkait erat dengan praktik anjangsana,

Bab 2 mendeskripsikan tradisi bethek-sinoman yang menemu-satukan masyarakat Tengger. Tradisi ini memupuk gotong-royong, menopang anjangsana, serta memelihara jati diri Wong Tengger. Dua kategori bethek-sinoman yang dipaparkana adalah bethek-sinoman pada hajatan personal dan hajatan upacara desa. Pembagian kategori ini hampir mirip dengan kategori dalam kegiatan gotong-royong. Beberapa jati diri terangkum dalam tradisi ini, antara lain: sungkan, tepat janti, dan totalitas.

Representasi multikulturalisme dalam tradisi Tengger dipaparkan dalam Bab 3. Bab ini menjelaskan bahwa orang Tengger sangat akrab dengan adanya konsep desakalapatra, yakni kebiasaan dan tradisi yang berbeda di setiap wilayah. Konsep ini berperan sebagai pedoman dalam memperluas pemahaman masyarakat untuk memahami dan menerima perbedaan yang ada di sekitarnya. Masyarakat Tengger yang multikultural tidak menjadikan perbedaan sebagai suatu penghalang, lebih-lebih karena para pemangku adat sangat toleran dan menghargai keberagaman. Multikulturalisme mampu direpresentasikan dalam tradisi-tradisi yang ada di Tengger.

Bab 4 menguraikan sebuah prinsip yang dipegang oleh masyarakat Tengger dalam menjaga dan melestarikan berbagai budaya yang dimiliki. Prinsip tersebut dikenal dengan titiluri. Titiluri menjadi sebuah aktualisasi berbagai tradisi seperti upacara, slametan, serta kegiatan kebudayaan lainnya. Berbagai hal yang terdapat dalam kegiatan tersebut berkiblat pada bagaimana leluhur melakukaannya, mulai dari prosesi, bacaan, tahapan, sesaji dan lainnya. Titiluri menjadi sebuah bukti nyata bahwa kekuatan prinsip dapat menjaga segala sesuatu yang berharga. Selanjutnya, Bab 5 menjelaskan tentang pesan pendidikan seksual dalam tari Sodoran. Tari Sangkan Paraning Dumadi ini menggambarkan asal-usul kehidupan manusia.

Terdapat tiga tahap tarian yang menyimbolkan pertemuan sepasang manusia laki-laki dan perempuan hingga mereka mengarungi kehidupan rumah tangga serta kelahiran bayi manusia yang disimbolkan dengan pecahnya bambu sodor. Relasi tak terpisahkan antara alam dan manusia dalam aktivitas religio-kultural ritual Unan-unan dibahas dalam Bab 6. Bab ini menunjukkan bahwa dalam Unan-unan terkandung relasi yang sinergis dan pro-aktif alam dan manusia; sikap hormat manusia terhadap alam dengan mengutamakan prinsip-prinsip etis yang menempatkan alam sebagai bagian yang terintegrasi dengan manusia; dan terjaminnya relasi harmonis antara alammanusia berbanding lurus dengan terjaminnya keselarasan kosmis. Ritual khas lainnya yang diteroka dalam Bab 7 adalah ritul tolak bala suku Tengger yang bernama nambak lelakon. Nambak lelakon adalah salah satu tradisi di Tengger yang menggunakan sarana sesajen untuk memohon agar buta kala (pageblug/wabah) menyingkir dengan diberikan bekal agar tidak membawa korban.

Upacara ini dilaksanakan atas diinisiasi oleh dukan pandita dan disepakatan oleh seluruh masyarakat. Praktik tradisi ini menyuratkan kesadaran dan kerja bersama dalam mencari solusi guna memelihara kehidupan dalam melindungi kemanusiaan. Dalam konteks sekarang, nambak lelakon dan tradisi tolak bala lainnya adalah sebuah ikhtiar pemeliharaan kehidupan dan perlindungan kemanusiaan melalui upaya kolektif nonmedis pencegahan penyebaran virus covid-19.

Pendahuluan / Prolog

Kata Pengantar Penulis
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan kasih sayang dan kesempatan mengkaji kebesaran-Nya. Tengger adalah salah salah satu mahakarya agung-Nya yang tak akan habis dikaji. Buku berjudul Sangsaka Saujana Tengger ini adalah sebentuk upaya kecil tafakur dan tadabur atas mahakarya yang dimaksudkan. Ucapan terima kasih setulus-tulusnya disampaikan kepada yang terhormat Romo Eko Warnoto (dukun Pandita Tosari-Telogosari), Romo Puja Pramana (Dukun Pandita Ngadiwono), dan Romo Sukarji (Dukun Pandita Mororejo) atas kebaikan hati dan ketulusan budi mereka. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Rektor Universitas Brawijaya, Ketua LPPM UB, dan Dekan Fakutas Ilmu Budaya yang memberikan kesempatan meneliti melalui Hibah Doktor Lektor Kepala 2020 sehingga menjadi pintu masuk untuk menulis dan belajar.

Buku ini berisi delapan (8) Bab yang menyuguhkan kekayaan tradisi dan nilai budaya Tengger. Bab 1 mendeskripsikan tradisi Tengger sebagai bangunan berpondasi semangat anjangsana. Anjangsana menjadi suatu tradisi yang berperan penting dalam menumbuhkan semangat solidaritas dan integritas sosial masyarakatnya. Bab ini juga memaparkan dua kategori anjangsana, yakni yang terikat waktu dan yang tidak terikat oleh waktu. Anjangsana adalah jalan terbaik untuk memantik dan menyalakan jiwa kegotong-royongan.

Masih terkait erat dengan praktik anjangsana, Bab 2 mendeskripsikan tradisi bethek-sinoman yang menemu-satukan masyarakat Tengger. Tradisi ini memupuk gotong-royong, menopang anjangsana, serta memelihara jati diri Wong Tengger. Dua kategori bethek-sinoman yang dipaparkana adalah bethek-sinoman pada hajatan personal dan hajatan upacara desa. Pembagian kategori ini hampir mirip dengan kategori dalam kegiatan gotong-royong. Beberapa jati diri terangkum dalam tradisi ini, antara lain: sungkan, tepat janti, dan totalitas.

Representasi multikulturalisme dalam tradisi Tengger dipaparkan dalam Bab 3. Bab ini menjelaskan bahwa orang Tengger sangat akrab dengan adanya konsep desakalapatra, yakni kebiasaan dan tradisi yang berbeda di setiap wilayah. Konsep ini berperan sebagai pedoman dalam memperluas pemahaman masyarakat untuk memahami dan menerima perbedaan yang ada di sekitarnya. Masyarakat Tengger yang multikultural tidak menjadikan perbedaan sebagai suatu penghalang, lebih-lebih karena para pemangku adat sangat toleran dan menghargai keberagaman. Multikulturalisme mampu direpresentasikan dalam tradisi-tradisi yang ada di Tengger.

Bab 4 menguraikan sebuah prinsip yang dipegang oleh masyarakat Tengger dalam menjaga dan melestarikan berbagai budaya yang dimiliki. Prinsip tersebut dikenal dengan titiluri. Titiluri menjadi sebuah aktualisasi berbagai tradisi seperti upacara, slametan, serta kegiatan kebudayaan lainnya. Berbagai hal yang terdapat dalam kegiatan tersebut berkiblat pada bagaimana leluhur melakukaannya, mulai dari prosesi, bacaan, tahapan, sesaji dan lainnya. Titiluri menjadi sebuah bukti nyata bahwa kekuatan prinsip dapat menjaga segala sesuatu yang berharga. Selanjutnya, Bab 5 menjelaskan tentang pesan pendidikan seksual dalam tari Sodoran. Tari Sangkan Paraning Dumadi ini menggambarkan asal-usul kehidupan manusia.

Terdapat tiga tahap tarian yang menyimbolkan pertemuan sepasang manusia laki-laki dan perempuan hingga mereka mengarungi kehidupan rumah tangga serta kelahiran bayi manusia yang disimbolkan dengan pecahnya bambu sodor. Relasi tak terpisahkan antara alam dan manusia dalam aktivitas religio-kultural ritual Unan-unan dibahas dalam Bab 6.

Bab ini menunjukkan bahwa dalam Unan-unan terkandung relasi yang sinergis dan pro-aktif alam dan manusia; sikap hormat manusia terhadap alam dengan mengutamakan prinsip-prinsip etis yang menempatkan alam sebagai bagian yang terintegrasi dengan manusia; dan terjaminnya relasi harmonis antara alammanusia berbanding lurus dengan terjaminnya keselarasan kosmis. Ritual khas lainnya yang diteroka dalam Bab 7 adalah ritul tolak bala suku Tengger yang bernama nambak lelakon. Nambak lelakon adalah salah satu tradisi di Tengger yang menggunakan sarana sesajen untuk memohon agar buta kala (pageblug/wabah) menyingkir dengan diberikan bekal agar tidak membawa korban.

Upacara ini dilaksanakan atas diinisiasi oleh dukan pandita dan disepakatan oleh seluruh masyarakat. Praktik tradisi ini menyuratkan kesadaran dan kerja bersama dalam mencari solusi guna memelihara kehidupan dalam melindungi kemanusiaan. Dalam konteks sekarang, nambak lelakon dan tradisi tolak bala lainnya adalah sebuah ikhtiar pemeliharaan kehidupan dan perlindungan kemanusiaan melalui upaya kolektif nonmedis pencegahan penyebaran virus covid-19.

Terakhir, diuraikan upacara atau ritual siklus hidup masyarakat Tengger yang berfokus kepada siklus kelahiran dan peran penting dukun alit. Bab 8 ini mengategorikan pelaksanaan ritual kelahiran khas wong Tengger menjadi dua bentuk, yaitu sebelum melahirkan (sak durung’e babaran) dan setelah melahirkan (sak wis’e babaran). Ritual kelahiran sebelum melahirkan, meliputi neloni (saat usia kandungan mencapai tiga bulan) dan mitoni/tingkepan (saat usia kandungan berusia tujuh bulan yang di daerah Tengger dikenal dengan ritual sayud). Setelah itu adalah waktu babaran (melahirkan). Setelah melahirkan, rangkaian ritual kelahiran yang dilangsungkan meliputi cuplak puser, kerik-kerik, dan among-among. Rital cuplak puser dilaksanakan saat kering dan lepasnya tali pusar dari bayi.

Ritual kerik-kerik dilaksanakan untuk membuka jalan bagi sang bayi agar tidak takut dalam melangkah. Tujuan ini dapat dimaknai secara lahiriah sebagai harapan agar anak dapat tumbuh dengan sehat dan normal. Tujuan ini dapat pula dimaknai secara batiniah agar anak memiliki kesiapan dan kemantapan dalam mengarungi kehidupan. Terakhir adalah ritual among-among yang dilaksanakan saat bayi berusia lebih dari 40 hari.

Penulis

Sony Sukmawan - Dosen pada Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini memiliki ketertarikan terhadap sastra, sastra lisan, seni tradisi dan folklore. Beberapa tulisan terkait bidang peminatannya ini terbukukan dalam Karya UB untuk Anak Negeri (2013), Menyemai Benih Cinta Sastra (2015), Sastra: Lingkungan (2015), Ekokritik Sastra (2016), Green Folklre (2018), dan Senjakala Bumi (2020). Dua buah karya sastra juga telah ia bukukan, masing-masing adalah kumpulan puisi Ramansa Sepotong Malam (2019) dan antologi puisi bersama Covid-19: Radang dan Ladang kehidupan (2020).
Nanang Endrayanto - Dosen Prodi Sastra Inggris di Jurusan Bahasa dan Sastra FIB ini aktif meneliti dan melaksanakan pengadian kepada masyarakat. Sejumlah penelitiannya antara lain: Integrating Literary Work and Language Teaching: In Search For A Model To Promote Cultural Understanding (2005), Design of Project Based Learning in Literature and Oral Tradition Course (2006), dan Developing Students Autonomous Learning Strategy (2007). Sejumah PKM yang dilaksanakan, yaitu Pembuatan Materi Menyimak untuk Siswa SMK di Malang (2004).
Rahmi Febriani - Seorang peneliti budaya yang memfokuskan bidang kajiannya pada Suku Tengger.

Dina Fitria Hasanah - Lahir di Bondowoso pada 11 mei 1999. Saat ini tengah menempuh studi S1 pada program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya. Hobi yang ditekuni adalah menyulam dan membaca. Sementara itu prestasi yang berhasil diraih adalah juara 3 Esai Nasional pada Festival Sastra Bulan Bahasa Universitas Brawijaya tahun 2017, Finalis Esai Nasional pada Pekan Raya Sosiologi Universitas Jember tahun 2019, dan Finalis Semar Infographics Competition pada Festival Ilmiah Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2020.
Zulya Rachma Bahar - Lahir di Malang pada 21 Agustus 2000. Saat ini sedang menempuh studi S1 pada program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya. Hobi yang ditekuni adalah membaca dan berkegiatan sosial. Selain menempuh S1, saat ini sedang aktif menjadi content writer dan content creator di salah satu start-up (dictio.id). Buku yang pernah disusun berjudul "Indonesiaku Jaya (Buku Ajar BIPA tingkat 7) yang dinaungi oleh Brawijaya Language Center (BLC).
Holifatul Hasanah - Lahir di Pamekasan pada 9 September 1999. Saat ini sedang menempuh studi S1 pada program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya. Hobi yang ditekuni adalah membaca dan memasak. Sementara itu, prestasi yang berhasil diraih adalah juara favorit dalam lomba menulis cepen esai oleh PPWI Nasional bersama media Koran Online Pewarta Indonesia. Buku yang pernah disusun berjudul "Indonesiaku Jaya” (Buku Ajar BIPA tingkat 3) yang dinaungi oleh Brawijaya Language Center (BLC).
Asri Kamila Ramadhani - Lahir di Klaten, 12 Desember 2001. Saat ini sedang menempuh studi S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya. Hobi yang ditekuni adalah membaca dan menulis cerita anak. Buku yang pernah diterbitkan adalah novel anak solo Kecil-kecil Punya Karya (KKPK) "Family Fun Bike" (DAR! Mizan, 2014), antologi cerpen Kecil-kecil Punya Karya (KKPK) series Juice Me "Sepatu Melayang" (DAR! Mizan, 2014), antologi komik Fantasteen Mix Edition Volume 02 "Unfinished Story" (Muffin Graphics (PT Mizan Pustaka), 2014), antologi cerpen series Diary Persahabatan "Amel yang Bawel" (Muffin Graphics (PT Cerita Anak Bangsa), 2018), antologi cerpen series Diary Persahabatan "Hujan Persahabatan" (Muffin Graphics (PT Cerita Anak Bangsa), 2018).
Elvin Nuril Firdaus - Lahir di Bojonegoro pada 30 Oktober 2000. Saat ini sedang menempuh studi S1 pada program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya. Hobi yang ditekuni adalah membaca dan menulis. Sementara ini prestasi yang berhasil diraih adalah juara 2 Cipta Puisi Tingkat Nasional oleh Penerbit Mandiri Jaya (2018), juara favorit 1 dalam lomba menulis cerita mini Ellunar Publisher (2019), dan juara 3 Cipta Puisi Nasional pada Festival Sastra Bulan Bahasa Universitas Brawijaya (2019).

Daftar Isi

Sampul
Pengantar pakar "Meta-ritus" Wong Tengger
Kata sambut
Kata Pengantar Penulis
Daftar Isi
Bab I. Anjangsana Sebagai Pilar Tradisi Tengger
Bab II. Bethek-Sinoman Sebagai Titik Temu Masyarakat Tengger
Bab III. Cermin Kemajemukan Budaya Dalam Tradisi Tengger
Bab IV. Titiluri Sebagai Prinsip Dalam Pemertahanan Budaya Dan Identitas Masayarakat Tengger
Bab V. Tontonan Sodoran, Tatanan Pergaulan, Dan Tuntunan Perilaku Remaja
Bab VI. Rituan Unan-Unan: Ritual Keselamatan Alam-Manusia
Bab VII. Menangkal Wabah, Menolak Bala: Tradisi Nambak Lelakon Tengger
Bab VIII. Ritual kelahiran Tengger
Daftar Rujukan
Indeks
Biodata Penulis