Ikhtisar
Wajah tampan berparas sederhana
Lekuk kerutan nampak disudut matanya
senyuman disertai kerutan kecil diujung bibirnya
tak mampu mengurangi keindahan parasnya
tangan yang dulu kekar kini perlahan melemah
langkahnya yang dulu begitu rikat kini juga terhuyun
Ketegapannya pun kini mulai merunduk
namun semua tak akan mampu
menghapus setiap perjuangannya
Demi orang - orang yang Dia sayang
Pendahuluan / Prolog
Catatan Penulis
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas Berkat dan Rahmat serta Ridho-Nyalah kami dapat menyelesaikan penulisan dan penyusunan Antologi Puisi Simpul Suara pada edisi pertama ini. Shalawat serta salam juga kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW., sebagai uswatun hasanah, suri tauladan yang baik dalam perkataan, perbuatan atau perilaku sehari-hari.
Puisi lahir akibat persentuhan sang penyair dengan realitas, dengan alam. Dalam kata persentuhan terkandung makna bahwa ada "pertemuan", ada "persinggungan" yang menyebabkan jiwa kita tersentak dan terujarlah serentetan kata yang khas yang kita sebut sebagai puisi. Pertemuan dan persinggungan itu melahirkan sejumlah pengalaman, pengalaman menghayati sejumlah peristiwa, baik yang dialami sendiri maupun yang dialami oleh orang lain yang dekat dengan kita, dalam posisi kita menyukainya atau membencinya.
Dalam puisi ada nyanyi, maka lahirlah puisi yang memiliki kemerduan bunyi yang mewartakan keriangan kita oleh apa yang kita alami dan hadapi. Dalam puisi ada juga tangis sedih, maka lahirlah puisi yang juga memiliki kemerduan bunyi yang lain yang menggambarkan kesedihan kita atas apa yang kita hadapi. Ada sesuatu yang harus kita ungkapkan sebagai kesaksian kita atas apa yang kita alami dan kita hadapi itu dalam kehidupan.
Dengan demikian, persentuhan kita dengan kehidupan, dengan realitas dalam kehidupan keseharian kita, memberikan pengalaman kepada kita. Apa yang kita temukan dalam kehidupan bermacam ragam dalam nisbah permasalahan yang bermacam ragam juga. Nisbah permasalahan itu muncul sebagai akibat hubungan kita dengan Tuhan, dengan alam, dengan masyarakat, dengan manusia lain, dan dengan diri sendiri.
Antologi puisi ini menjadi pilihan penulis dalam mengaksarakan buah perasaan atas keadaan dan situasi yang selalu ditemui penulis. Suasana alam yang carut marut, suasana kehidupan dan interaksi yang makin minim toleransi. Sampai dengan gaya hidup keluarga yang rata-rata makin “entahlah”.
Semoga pembaca menemukan makna tersirat dalam ungkapan sajak-sajak yang mengeyangkan ini. Selamat membaca.
Malang, Juli 2021
Penulis
Daftar Isi
Cover
Catatan Penulis
Daftar Isi
Tulang Pungung Keluarga
Suasana yang Mencekam
Memori Berwarna
Si Manis yang Berulah
Kisah Usang
Kesejukan di Tengah Kekeringan
Jari-Jari Mungil yang Kreatif
Senja yang Menghangatkan
Makna Sujudku
Jalan Setapak
Raja Bunga
Gelombang Cinta
Gadis Mungil
Hawa Pengunungan Nan Sejuk
Wisata Petik Buah
Wajah Rembulan
Teknologi Masa Kini
Kasih Sayangmu
Teladan Abadi
Sekolah Tercintaku
Saatnya Aku
Seribu Pasang Tangan
Perkebunan yang Dirindukan
Apa Kabar Dunia
Suara Gemuruh
Nasihat Kebaikan
Jalan Utama Mencapai Asa
Cuaca yang Terik
Masa Peradaban
Guru Cermin Dunia
Lelahnya Bumi
Senyuman Tulus yang Polos
Munajad Jiwa
Air Terjun Kesegaran
Rasa yang Masih Beraroma
Senyum Ketentraman
Masa yang Terindah
Wajar Berselimut Mendung
Putri Kecil
Nada Indah
Profil Penulis