Ikhtisar
Sejumlah cerpen yang ada dalam buku ini, ditulis dalam suasana bermacam-macam sehingga akan terasa perbedaan satu sama lain. Saya menganggapnya sebagai bentuk proses kreatif, jalan untuk terus tumbuh dan memperbaiki diri lagi. Akhir kata, saya tak ingin menjanjikan apa-apa, selain selamat tersesat dan jangan pernah kembali.
Pendahuluan / Prolog
Pengantar Penulis
Setiap pencerita (penulis) selalu mempunyai kisahnya sendiri dalam proses mencipta dunia rekaan. Entah karena tak puas pada kenyataan yang ada atau sekadar mengekspresikan perasaan. Saya memulai semua ini dengan rasa penasaran pada bacaan novel yang banyak dinikmati pembaca. Novel tersebut laris-manis di pasaran dan diangkat ke layar lebar. Sebegitu baguskah tulisan itu hingga menarik perhatian?
Saya lumayan banyak membaca novel sejenis, dan seketika ingin bisa menulis seperti itu atau melebihinya. Ada yang berbeda ketika membaca tulisan tersebut, si penulis mengajak pembaca bermain-main dengan narasi sederhana juga diksi indah, yang tak membuat mual lalu dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Dari kalimat pertama sudah membius hingga akhir. Hampir seluruh aspek pendukung seperti tragis, ironi, tawa, bahagia, amarah sampai asmara menjadi bahan renungan. Itu pandangan saya ketika masih duduk di bangku SMA. Tulisan pertama berupa novel, digarap ketika jenuh dengan situasi menjelang Ujian Nasional—yang tak tahu nasibnya bagaimana sampai kini belum selesai— berakhir di gudang.
Saat itu saya belum mengerti cara untuk menulis cerita menarik. Beberapa buku kepenulisan kreatif juga tips menulis di internet sering jadi pedoman. Saya pun mengambil jalan memutar, dengan membuat sebuah cerita pendek, yang jauh dari kata bagus dan terasa picisan. Cerita itu sepanjang 7 halaman lebih dan begitu banyak hal membosankan juga kata-kata mubazir. Hanya bagus dalam unsur tema yakni roman cengeng cocok untuk diberikan pada kekasih. Dari itu tercipta beberapa cerpen yang mencoba mencari keberuntungan untuk dimuat surat kabar.
Namun, sampai hari kelulusan momen itu tak kunjung datang. Saya mengalami fase di mana tak percaya bisa membuat tulisan bagus, sempat mandek menulis dan hanya membaca cerpen setiap hari Minggu. Dalam kejenuhan itu, timbul satu pertanyaan dalam diri apa beda tulisan dengan yang dimuat koran. Saya pun akhirnya mengerti bahwa tulisan masih jauh dari bagus, masih kasar, belum dipoles hingga halus. Menarik.
Saya pun belajar bagaimana menulis bagus juga menarik, membaca novel-novel rekomendasi beberapa kawan. Sepanjang proses pencarian, tak lepas dari eksperimen demi menemukan cara terbaik menulis. Namun, pada akhirnya membawa pada satu kesimpulan setiap orang memiliki caranya sendiri. Selama proses itu, hingga menempuh bangku kuliah tak ada yang berubah sampai pertengahan tahun 2015 saat bulan Ramadan.
Bulan berkah pembawa jawaban bagaimana nasib menulis ke depan. Cerpen berjudul “Gagak” dimuat koran Radar Mojokerto (Jawa Pos Grup). Sejumlah cerpen yang ada dalam buku ini, ditulis dalam suasana bermacam-macam sehingga akan terasa perbedaan satu sama lain. Saya menganggapnya sebagai bentuk proses kreatif, jalan untuk terus tumbuh dan memperbaiki diri lagi. Akhir kata, saya tak ingin menjanjikan apa-apa, selain selamat tersesat dan jangan pernah kembali.
Penulis
Mufa Rizal - Tinggal di Mojokerto, terobsesi menanam sebuah pohon Maja depan rumah. Rutinitas sehari-sehari melamun, lalu menuangkannya dalam tulisan. Sesekali mendengar tembang Macapat atau musik gamelan. Di Surabaya, ia menghabiskan waktu menuntut ijazah dari kampusnya. Ia kerap singgah di warung kopi bersama teman, berdiskusi dan memesan es teh. Makanan favorit nasi goreng. Beberapa esai dan ceritanya dimuat Radar Mojokerto.
Daftar Isi
Sampul
Pengantar Penulis
Daftar Isi
Gagak
Kunang-Kunang
Kota Mati
Bocah yang Menaiki Sepeda
Terompet
Api Ibrahim
Buku-Buku yang Dibakar
Jodoh
Genangan Kenangan
Penjual Buku
Kisah Cinta yang Absurd
Melompati Realitas Bersama dalam Kumpulan Cerpen Api Ibrahim
Riwayat Pemuatan Karya
Biodata Penulis