Tampilkan di aplikasi

Berkat ilmu, orang biasa bisa berjaya

Majalah Mulia - Edisi 12/2017
2 Januari 2018

Majalah Mulia - Edisi 12/2017

Kemuliaan bukan hanya milik orang berharta dan berkuasa.

Mulia
Pada 97 H Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik berthawaf di Baitul Atiq. Usai berthawaf, beliau menghampiri orang kepercayaannya dan bertanya, “Di manakah temanmu itu?” Sambil menunjuk ke sudut barat Masjidil Haram dia menjawab, “Di sana, beliau sedang berdiri untuk shalat.”

Dengan diiringi kedua putranya, Khalifah bertandang menuju laki-laki yang dimaksud. Beliau dapatkan ia dalam keadaan shalat, hanyut dalam ruku’ dan sujud. Sementara orang-orang duduk di belakang, di kanan dan kirinya. Maka duduklah Khalifah di penghabisan majelis itu, begitu pula dengan kedua anaknya.

Kedua putra mahkota itu mengamati dengan seksama, seperti apa gerangan laki-laki yang dimaksud oleh Amirul Mukminin. Ternyata dia adalah seorang tua Habsyi (Afrika, red) berkulit hitam, keriting rambutnya, dan pesek hidungnya. Apabila duduk laksana burung gagak berwarna hitam.

Usai shalat, Khalifah Sulaiman segera mengucapkan salam dan orang tua itu pun membalasnya dengan yang serupa. Kemudian sang Khalifah menghadap kepadanya dan bertanya tentang manasik haji, rukun demi rukunnya. Dan orang tua tersebut menjawab setiap pertanyaan dengan rinci dan ia sandarkan pendapatnya kepada hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam.

Setelah cukup dengan pertanyaannya, Sang Khalifah pun beranjak menuju tempat sa’i. Di tengah perjalanan sa’i antara Shafa dan Marwah, kedua pemuda itu mendengar seruan para penyeru, “Wahai kaum muslimin, tiada yang berhak berfatwa di tempat ini kecuali Atha’ bin Rabbah. Jika tidak bertemu dengannya, hendaknya menemui Abdullah bin Abi Najih.”
Majalah Mulia di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Edisi lainnya    Baca Gratis
DARI EDISI INI