Membaca Al-Qur'an dan membaca alam. Kalau mendengar Al-Qur’an, kebanyakan dari kita berpikir bahwa kitab suci ini harus dibaca, ya seperti umumnya orang, dibaca satu juz sehari atau dihafalkan semampu diri bahkan hingga 30 Juz.
Pola pikir seperti itu memang tepat. Tetapi, kita harus berpikir lebih jauh, bagaimana kalau bacaan Al-Qur’an itu mendorong diri kita berpikir lebih baik, sehingga mampu menjadi pribadi yang memiliki pemahaman terhadap kehidupan ini secara integral (tauhidi).
Allah yang menciptakan alam semesta, Allah pula yang menurunkan Al-Qur’an, jadi mustahil alam dengan Al-Qur’an kita pisahkan. Apalagi memisahkan Al-Qur’an dengan kehidupan.
Sangat tidak mungkin dan tidak benar. Sekarang, mari kita tengok antara Al-Qur’an dengan alam. Misalnya perihal gunung dalam kehidupan. Di Indonesia, gunung kerap disebut, seperti Rinjani, Sinabung, Kelud, dan Krakatau.
Tetapi, adakah kita bisa menarik hubungan kuat antara gunung-gunung itu dengan gunung yang Allah maksudkan di dalam Al-Qur’an? Di sini kemudian orang yang tidak membaca Al-Qur’an memandang gunung sebatas fenomena alam dengan aktivitas khasnya.
Padahal, dalam aktivitas gunung ada kuasa Tuhan yang harus kita perhatikan. Belum kalau bicara langit, matahari, dan lain sebagainya. Semua itu harusnya membuat umat Islam kian cerdas.
Yang artinya pola pikirnya progressif dalam kemaslahatan. Berpikirnya tidak lagi sebatas optimasi akal, tetapi juga mengoptimalkan pesan ilahi secara integral baik dari kitab maupun alam.
Pernah tidak membayangkan bagaimana Ibn Haytam bergetar hatinya kala membaca ayat-ayat Al-qur’an tentang cahaya, sedangkan beliau adalah penemu kamera pertama di dunia? Termasuk bagaimana desiran hati Ibn Sina kala membaca perihal penciptaan manusia sedangkan beliau ahli kesehatan?
Tentu saja getarannya akan sangat berbeda. Sebab, membaca Al-Qur’an dengan pemahaman yang kuat akan bacaan ayat-ayat kauniyah akan berdampak positif bagi keimanan kita di dalam hati. Inilah tugas kita yang tidak ringan. Semoga Allah berikan kemampuan kepada kita semua, meski hanya secercah cahaya.