Serjalanan hidup yang kita lalui penuh tan tangan danrintangan yang harus kita hadapi, bahkan tak jarang, rintangan itu ada di dalam diri kita sendiri, bahagia, senang, sedih, duka lara, saling isimengisi.
Lantas, mampukah kita melaluinya , atau kah kita harus kalah dan menyerah? Di sini iman dan tujuan hidup kita menjadi pertaruhan.
Sungguh, pikiranpikiran negatif yang terus datang mengintai, terus berusaha menjerumuskan kita ke dalam kubangan kesedihan yang berkepanjangan mesti dilawan dan diakhiri.
Kita tak perlu gentar dengan kesedihan,juga tak baik berlebihan dalam kebahagiaan. Sungguh, kebahagiaan dan kesedihan adalah dua sisi mata uang yang memjadi satu kesatuan.
Sehingga menjadi suatu nilai yang berharga. Tanpa ke dua sisi kebahagian dan ketidak bahagian dunia ini terasa hambar dan tak bernilai. Nikmati bahagia dan tidak bahagia , atau suka cita dan duka cita seimbang dan selaras, tanpa harus menggenggam erat keduanya.
Kadang kita berontak terlalu keras untuk menolak kesedihan sehingga fisik, jiwa dan mental kita lelah, maka terjadilah beban-beban penyakit yang lain menyertainya. Menolak terlalu keras keadaan yang kita alami, mengapa ini terjadi, seharusnya tidak begini, seharusnya begitu dan seterusnya. Keluh kesah yang berkepanjangan tiada ujungnya. Akibatnya, lelah fisik, mental dan jiwa.
Tiada satupun manusia yang berjalan di muka bumi tidak melalui masa - masa pahit dalam hidupnya, itu pasti adanya. Memang relatif ukuran kesedihan dan duka lara manusia tergantung tingkat mental, jiwa, cara berpikir 47 dari seseorang.
Begitupun suka cita, pun sangat relatif tergantung dari tingkat mental , jiwa dan cara berpikir seseorang. Tuhan pun berfirman di surat Al-Baqarah ayat 286 bahwa Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang di kerjakannya.
