“Ma, besok pagi kita sahur, ya? Aku pasti kuat puasa sampai magrib. Aku kan, sudah besar,” kata Tia (5) bersemangat. Sang mama, mengangguk sambil tersenyum. Meski dalam hati bertanya-tanya, ”Sanggup, enggak, ya?” Kalau Mama masih ragu, memang wajar, sebab yang paling dirisaukan orangtua ketika anak belajar puasa adalah kesiapan fi sik dan psikisnya. Ya, karena ia juga baru memahami ibadah puasa sebagai proses tidak makan dan minum. Anak belum mengerti arti puasa, tujuan, dan konsekuensinya. Namun, halhal seperti ini tidak perlu dirisaukan mengingat si prasekolah sedang dalam proses belajar, baik belajar menahan lapar, maupun belajar menghayati perintah agamanya.
Lakukan Bertahap Di kalangan dokter sendiri, sampai saat ini belum ada kesepakatan tentang batasan anak bisa mulai berpuasa. Tapi, kalaupun si kecil ingin berpuasa atau Mama Papa hendak melatihnya, lakukan secara bertahap. Bagaimanapun ingatlah bahwa ini merupakan sebuah proses belajar. Selama berpuasa tentu tidak ada pasokan kalori dan cairan yang masuk dalam rentang waktu tertentu. Rata-rata durasi puasa sekitar 12 jam. Sementara itu, dalam tubuh kita, energi yang didapat dari makanan hanya bertahan 3—4 jam. Setelah rentang waktu itu, tubuh akan berusaha mempertahankan kadar gula darah dengan cara memecah cadangan gula dalam tubuh, terutama dari hati melalui proses glukoneogenesis. Kadar gula darah pada anak harus dijaga mengingat kerja otak sangat bergantung pada pasokan gula dalam jumlah tertentu. Jika asupan e nergi berkurang, tubuh akan memakai sumber e nergi lain seperti lemak. Jika hal ini berlangsung beberapa hari, anak bisa kehilangan cadangan lemak juga berat badannya.
