Saat Dino pulang kerja, ia tidak sengaja menemukan Risya, 5 tahun, sedang memakan permen loli yang sengaja Dino simpan di kulkas. Padahal, Dino dan Diah sudah sepakat dengan Risya bahwa makan permen hanya boleh saat akhir pekan. “Risya, kemarin kita setuju makan permen saat Sabtu atau Minggu kan?” tegur Dino. “Mmmm…… tapi Risya pengen, Papa.” “Apalagi Risya masih batuk, lo. Risya sudah tanya Mama?” tanya Dino. Kali ini Risya menggeleng lagi. “Ya sudah begini. Karena hari ini Risya sudah makan satu permen, jadi hari Sabtu besok Risya tidak makan permen lagi ya,” ujar Dino sambil memeluk Risya yang mulai menangis. Memang untuk urusan aturan dan janji ini, Dino dan Diah merasa perlu duduk bareng lagi, juga dengan Risya, supaya ia tetap bisa mematuhi aturan yang sudah ada itu. Tidak mudah, tetapi tentu bisa diusahakan.
Berjanji Dengan Contoh Nyata Psikolog Leonita Andriani setuju bahwa mengajari anak memegang janji merupakan salah satu cara mendisplinkan anak. Mengajarkan disiplin pun sudah bisa diajarkan sejak bayi. Tentunya bentuk disiplin yang diterapkan disesuaikan dengan usia anak. Misalnya, anak diajarkan disiplin untuk duduk diam pada saat makan sudah mulai bisa diterapkan sejak anak berusia 6 bulan (pada pengenalan makanan pertama). Semakin besar anak, maka bentuk disiplin yang diajarkan juga berbeda-beda. Pada dasarnya, anak prasekolah belum memahami makna dari kata “janji”, karena janji merupakan sebuah konsep yang abstrak baginya. Oleh karena itu, biasanya mengajarkan sebuah konsep kepada anak perlu melalui tindakan nyata (practical). Untuk anak prasekolah, sebaiknya konsep janji diberikan dalam bentuk nyata dan melalui contoh-contoh tindakan yang diberikan oleh orangtua. Contoh, orangtua mau pergi bekerja dan berjanji kepada anak bahwa akan pulang pada saat jam makan malam. Maka orangtua diharapkan bisa menepati janjinya pulang tepat waktu pada saat jam makan malam.
