Athara baru saja bermain mobil-mobilan dengan gembira bersama kakaknya. Mereka berdua tertawa-tawa riang, kadang mengadu mobil seolah sedang bertabrakan atau adu cepat seperti sedang balapan. Sejurus kemudian sang kakak diajak bicara oleh neneknya, sehingga otomatis ia tidak memerhatikan ketika Athara meminta perhatiannya kembali kepada mobil-mobilan mereka. Dengan bersungut-sungut, persis orang ngambek, Athara berjalan ke depan kakaknya. Mengarahkan wajah kakaknya agar memerhatikan dirinya, lalu menggerakkan telunjuk kanannya di depan wajah sang kakak. Ini adalah ekspresi yang digunakan bundanya untuk melarang Athara melakukan sesuatu disertai kata-kata, “No. No.” Nah, sekarang, Athara menggunakannya untuk marah kepada kakaknya yang dianggap mengabaikan dirinya.
Bagian Perkembangan Emosi Kalau orang dewasa mood-nya berubah-ubah, mungkin kita akan punya beragam alasan untuk menjelaskannya. Dari banyak pekerjaan, sedang menghadapi masalah rumit, sedang amat berduka, dan sebagainya. Tetapi kalau anakanak, apalagi batita, yang moody, Mama Papa cenderung heran. Lo, memangnya batita sudah bisa moody? Ternyata, kondisi psikologis seperti ini memang normal terjadi pada batita. Menurut psikolog Endang Fourianalistyawati, MPsi., perkembangan batita meliputi banyak hal. Pada umumnya yang sering jadi perhatian orangtua adalah perkembangan sensori dan motorik. Namun ada proses perkembangan lainnya yang tidak kalah penting, yaitu perkembangan emosi.
Seiring pertumbuhannya, batita juga mengembangkan sikap dan emosi yang semakin beragam. Hal ini sangat dilandasi dari keinginan batita untuk mendapatkan perhatian dari orangtua dan lingkungannya. Batita ingin berkomunikasi dengan orangtua, namun kemampuan verbal yang masih terbatas dan sulitnya orangtua atau lingkungan sekitar memahami maksud anak, terkadang membuat anak lebih mudah emosional seperti menangis, marah, berteriak, hingga tantrum.
