Sekarang, sepertinya semua orang bisa jadi ahli apa saja. Atau persisnya “merasa bisa” jadi apa saja. Cukup berbekal menonton atau membaca berita, serta diskusi dengan rekan kerja dan teman dekat. Ada yang seperti jadi ahli hukum, ahli Covid-19, sampai pakar jurnalistik. Padahal bukan sarjana hukum, peneliti dan dokter, atau jurnalis. (Ehem.) Ketika lalu muncul kekacauan informasi, apalagi terkait kemaslahatan publik, urusan “merasa bisa” ini memang sama sekali tak bisa dibenarkan.
Buat saya pribadi yang sejak dulu berkutat di bidang komunikasi dan informasi, kasus-kasus macam yang terjadi belakangan ini seharusnya bisa dihindari jika sejak awal ada aturan rigid yang diikuti oleh pengawasan ketat mengenai pemanfaatan media terkait penyebaran informasi. Toh, tak semua urusan “merasa bisa” ini berdampak negatif. Contoh tergampang: Maraknya usaha kuliner di masa pandemi.
Ada yang jadi pakar cita rasa Palembang dengan pempek resep keluarga, sampai ada yang spesialisasinya adalah menu sarapan saja. Unik, dan semuanya enggak mungkin muncul kalau enggak ada faktor “merasa bisa” terlebih dulu. Bedanya soal mereka yang merasa jadi ahli ini-itu dibanding yang usaha kuliner (saat ini), adalah yang kedua punya andil memastikan roda ekonomi negara kita tetap berputar.
Kalau dulu hanya ada 20 pebisnis kuliner di kota Anda, tapi kini ada 100, tak perlu cemas. Sepanjang kita percaya gotong royong adalah nilai bersama, usaha Anda tidak akan mati. Ini terbukti, kala istri seorang teman buka usaha cokelat di masa pandemi untuk menambah penghasilan keluarga. Awal mulai, tidak semua orang langsung membeli, kecuali keluarga dekat dan tetangga sebelahnya.
Uniknya, si tetangga ini pun berjualan makanan. Dia punya usaha nasi bungkus dengan lauk sederhana. Mulai juga di masa pandemi dengan alasan yang sama. Sebagai wujud terima kasih karena sudah dibeli dagangannya, istri teman saya ini balik membeli nasi bungkus si tetangga. Waktu diceritakan, saya tertawa, “Wah, duitnya muter di situ-situ aja dong, ya. Penghasilan dari cokelat ke nasi bungkus, dan hasil dari nasi bungkus lari ke cokelat.”
Di luar bercandaan tadi, saya kagum. Sebab keduanya tengah bergotong royong. Memang hal kecil. Tapi jika dilakukan secara massal dan dengan strategi bisnis yang tepat, setiap orang akan saling mendukung sesamanya. NOVA ingin membantu di edisi ini lewat kisah inspiratif dan info yang bisa membantu, seperti soal podcast dan tips membeli smartphone pendukung usaha.Kami percaya, daripada beli yang impor dengan harga lebih mahal, kan lebih baik beli barang produksi anak bangsa. Setuju, kan Sahabat NOVA?
Salam hangat, Indira Dhian Saraswaty