Covid-19 kembali meningkatkan rasa kesal kita semua. Sebab angka kasusnya jadi begitu tinggi sejak masa mudik Lebaran kemarin. Salah siapa? Kata seorang epidemiolog, salah pemerintah dan kita sebagai masyarakat. Sebab sama-sama melakukan kebodohan yang membuat lonjakan kasus. Ouch! Pemakaian kata “bodoh” mungkin terasa terlalu kasar, ya? Tapi, saya pribadi merasa ada benarnya. Sudah tahu hal terbaik demi diri, keluarga, dan orang lain adalah mengurangi perjalanan keluar kota untuk berkumpul bersama banyak orang. Toh, sebagian kita masih tetap melakukannya.
Prokes ketat, kok! Iya, oke. Tapi berkumpul dalam sebuah hajatan tentu itu artinya prokes yang longgar. Sedihnya, angka kasus yang melibatkan anak-anak juga meningkat. Kalau Sahabat NOVA belum ada yang mengalami buah hatinya positif Covid-19, bersyukurlah. Anak seorang sahabat saya positif, dan komentarnya memilukan hati kami, “Hati gue hancur rasanya.”
Pada kasus lain, kekesalan campur kesedihan yang terjadi karena anggota keluarga bertubi-tubi dinyatakan positif membuat mereka mengumbar emosinya di media sosial. Ada yang terang-terangan menyalahkan pemerintah karena dianggap amat lambat merespons situasi. Ada juga yang curhat marah panjang lebar tentang situasinya hari demi hari.
Sedihnya, ada saja orang-orang tak bertanggung jawab yang memakai situasi ini untuk melukai dan membahayakan orang lain. Dengan tujuan mengintimidasi dan mendiskreditkan, data pribadi mereka yang dianggap bertanggung jawab dirilis ke publik. Doxing pun terjadi. Bahaya doxing tidak hanya bisa mengintai mereka yang dianggap dalang kasus Covid-19 yang naik, lo. Kita-kita pun bisa jadi korban. Pstt, julid berlebihan bisa berujung doxing juga.
Kalau Sahabat NOVA cemas, atau pernah melihat umbaran data pribadi seseorang di media sosial, maka sudah waktunya memahami lebih dalam soal apa doxing itu. “Isu Spesial” kali ini mengupasnya. Dari mulai apa saja yang bisa dikategorikan doxing, (dan bila terlanjur mengalami) apa yang harus dilakukan. Kesal sama situasi memang lumrah.
Tapi betul, tidak semuanya perlu kita umbar di ranah publik seperti media sosial. Apalagi sampai melakukan doxing, atau jadi korbannya. Sebagai perempuan yang berani dan mandiri, kita pantang abai soal hal semacam ini. Yuk, kita lebih bijak mengolah emosi dan informasi, juga bijak dalam menyebarkannya.
Salam hangat, Indira Dhian Saraswaty