Situasi pandemi belakangan ini sudah di jenjang yang sangat mengkhawatirkan. Bukan berarti kemarin-kemarin tidak mengkhawatirkan. Korban yang terus berjatuhan bukan karena penyakit mematikan, tapi karena gagal mendapat penanganan yang paling minim sekalipun benar-benar bikin miris. Seolah tak ada lagi tempat bersembunyi. Mengurung diri di rumah setiap hari tak lagi jadi jaminan kita terhindar dari sakit.
Ada saja “lubanglubang” kecil yang jadi kelemahan kita. Beberapa teman saya tertular Covid-19 walau sudah di rumah saja. Ada yang dari asisten rumah tangga, pengasuh anak, supir pribadi, titipan anak saudara. Peribahasa “karena nila setitik, rusak susu sebelanga” dari sudut pandang situasi ini, cocok untuk menggambarkan bahwa satu saja orang di rumah kita yang terinfeksi, bisa sakit orang serumah.
Ya, pastinya kita harus menjalankan prokes ketat. Tapi tidak ada yang namanya perlindungan prokes seratus persen. Serapatrapatnya kita mengurung diri, kan kita tetap perlu beli makanan, beli gas, beli air minum, yang berarti kita masih melakukan kontak dengan orang luar. Sehingga, semestinya di situasi ini, vaksin jadi senjata yang bisa diandalkan. Bila kita sudah divaksin, risiko tertular jadi kecil. Kalau risiko tertular kecil, berarti kita tidak jadi medium untuk penularan virus. Kita pun melindungi orang-orang di sekitar kita. Kalau toh akhirnya kita tertular, kita bisa mendapat efek yang lebih ringan.
Mendapat efek yang lebih ringan artinya kita tidak menambah beban rumah sakit. Ini adalah bentuk tanggung jawab kita sebagai mahluk sosial. Kalau ada yang tidak takut tertular, ya silakan saja. Selama dia mau berdiam di rumah, mengunci pintu rapat-rapat, tidak melakukan kontak sama sekali dengan orang lain. Tapi apa mungkin? Saya lebih pilih melindungi diri dan orang-orang tersayang di sekitar saya.
Salam cinta, Made Mardiani Kardha