Belasan tahun lalu, saya punya teman sekantor yang cara pikirnya cukup progresif. Sebutlah namanya Etha. Progresif di sini maksudnya lebih maju, berbeda, tidak umum dari kebanyakan orang. Sejak masih lajang, Etha sudah memutuskan bahwa dia tak ingin punya anak. Saat itu saya pikir, Ah, biasanya yang begini akan berubah pikiran setelah menikah.
Saya salah. Setelah menikah, keputusannya tetap sama. “Gue enggak mau punya anak. Dunia ini gila banget. Gue enggak mau bikin anak gue harus mengalami ini semua. Kan, dia enggak bisa milih mau lahir ke dunia atau enggak.” Saya yakin saat membaca alasannya tadi, timbul tanggapan di benak dan hati, Sahabat NOVA. Tak apa, itu manusiawi. Tapi sebelum pikiran itu berkembang, mari ingat bahwa setiap orang punya pendapat dan alasan berbeda soal pernikahan, hubungan, termasuk memiliki anak atau tidak.
Tanggapan saya dulu? Mengerenyitkan dahi. Ada-ada aja. Kasian banget suaminya, orangtuanya. Apa kata mereka?! Ah, sungguh picik saya waktu itu. Saya memaksakan nilai-nilai dan cara pikir saya pada semua orang. Saya melakukannya tanpa bertanya lebih jauh, tanpa mengetahui latar belakang munculnya tekad itu. I just judge. Saat isu childfree jadi viral, kita cepat mengambil kesimpulan dan menghakimi menurut nilai kita sendiri. NOVA membahasnya minggu ini karena kita tidak ingin perempuan saling menghakimi.
Butuh keberanian untuk memutuskan tidak memiliki anak. Kalau Sahabat NOVA adalah salah satu yang memutuskan untuk childfree, Isu Spesial kali ini membahas soal bagaimana menyampaikan keinginan itu pada pasangan dan orang-orang terdekat lainnya. Ada pula komunitas yang mungkin bisa membantu. NOVA tidak ingin menghakimi. Kami paham, keputusan ini adalah bagian dari hak perempuan sebagai seorang individu. Butuh keberanian untuk menjalaninya, dan NOVA ingin hadir sebagai sahabat.
Salam hangat, Indira Dhian Saraswaty