Candu Utang
Ngutang. Ada banyak cerita teman soal utang. Ada yang wajar, ada juga yang kebangetan. Saya tak jarang dihubungi oleh teman yang sudah lama tidak saling kontak dan enggak sedekat itu juga untuk pinjam uang. Pertanyaan yang muncul di benak saya, kenapa dia sampai harus meminjam ke teman yang “jauh” seperti itu, ya? Belakangan saya tahu, ternyata teman-teman yang lebih dekat juga sudah diutangi. Oh, baiklah. Mungkin memang dia sedang sesulit itu.
Lalu, saya pernah dibuat bingung juga, ketika saya dan beberapa rekan bersusah payah mengumpulkan teman sekolah untuk reuni, lalu setelah berhasil mengumpulkan banyak orang untuk hadir, keesokan harinya dapat pesan dari salah satu teman yang hadir, “Boleh pinjam uang, enggak?” Tapi, yang paling saya tidak mengerti, ketika melihat ada orang yang cukup mampu, belanja setiap hari di tukang sayur keliling, tapi hampir setiap hari pula ia ngutang. Padahal jumlahnya tak seberapa.
Ngutang ini buat sebagian orang memang ibarat candu. Sulit melepaskan diri darinya. Sekali merasakan enaknya ngutang, terus ingin berutang. Bahkan yang parah, ada yang utangnya di sana-sini, dalam jumlah yang tidak besar, tapi tak pernah dibayar. Sampai mau nagih jadi tidak enak.
Kalau begini, pintar-pintar cari alasan sajalah. Atau sesekali penuhi permintaannya tanpa banyak berharap. Tapi cerita utang tak selalu dilatarbelakangi hal negatif. Saya punya teman, yang karena membantu anggota keluarganya yang sakit, akhirnya dia kesulitan sendiri dan terjebak dalam utang pinjol. Untung masih ada temantemannya yang peduli.
Bergotong royong saya dan teman-teman mengumpulkan dana untuk melunasi utangnya, tanpa bersisa. Jadi ia bisa mulai menata hidupnya kembali. Berutang tidaklah salah. Yang kadang salah adalah perhitungan untuk membayarnya. Ngutang di pinjol pun tak masalah. Yang penting tahu tata caranya. Dan semua ada di ISU SPESIAL edisi ini. Silakan dinikmati.
Salam, Made Mardiani Kardha