Kepercayaan dan Pura-pura
Salah satu hal termahal di dunia ini adalah rasa percaya. Saking mahalnya sampai tak bisa dibeli oleh orang terkaya sekalipun. Saya sendiri termasuk orang yang sangat mementingkan rasa percaya. Lingkaran pertemanan terdekat saya diisi oleh orang-orang yang saya percaya dan juga percaya pada saya. Bila saya tak bisa percaya, berarti saya tak akan menjadikannya sahabat.
Percaya di sini bukan melulu menyangkut kebohongan (kebohongan adalah bentuk paling konkret dari isu rasa tidak percaya). Tapi juga soal kredibilitas. Bagaimana kita bisa mengandalkan ketika seseorang berkata iya, bisa, oke. Rasa percaya serupa gedung yang sangat tinggi. Dibangunnya enggak sehari-dua hari.
Saya sendiri butuh melewati perjalanan waktu yang lama untuk bisa menaruh percaya pada seseorang. Kalau dalam perjalanan itu diisi dengan banyak kepura-puraan, jangan harap mendapat kepercayaan dari saya. Jadi, bila ada istri yang selalu kepo dan ingin memeriksa ponsel suaminya seperti yang diulas di rubrik Anda dan Pasangan, itu pasti karena ada masalah kepercayaan. Entah sang suami pernah ketahuan berbohong atau sang istri yang punya masa lalu sering dibohongi.
Bila kita menikah dan ada kondisi keuangan dari salah satu pihak yang tidak dikomunikasikan sebelumnya, yang kemudian sampai membuat pasangannya menderita, ya wajar bila kemudian si pihak yang dirugikan jadi kehilangan kepercayaan. Kasus ini jadi bahasan di rubrik Pintar Atur Uang.
Dan, kalau ada kisah seorang kakak yang jadi gamang karena ditinggal adiknya menikah, mungkin sesungguhnya ia merasa khawatir, bahwa si adik kelak akan lebih memercayai suaminya ketimbang dirinya. Ya, karena punya hubungan saling percaya adalah suatu hal yang menenangkan, entah dengan teman, kakak/adik, atau orang tua. Jadi, bila ingin mendapat rasa percaya dari orang lain, ya jangan suka berpura-pura, mengabaikan janji, menyepelekan perkataan, apalagi terang-terangan berbohong. Setuju, tidak?
Salam penuh kejujuran, Made Mardiani Kardha