Tampilkan di aplikasi

Buku Nuansa Cendekia hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Bung Karno

Bapak Proklamator Dan Pendiri Bangsa

1 Pembaca
Rp 29.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 87.000 13%
Rp 25.133 /orang
Rp 75.400

5 Pembaca
Rp 145.000 20%
Rp 23.200 /orang
Rp 116.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

"Setelah hampir tiga tahun menjalani masa isolasi yang ketat, Bung Karno, sang Proklamator Kemerdekaan dan penyambung Lidah Rakyat Indonesia itu wafat di Wisma Yaso pada tanggal 21 Juni 1970. Seluruh rakyat Indonesia meratapi dan menangisi kepergian Bapak bangsa sekaligus pemimpin yang selalu konsisten dalam memperjuangkan nasib mereka itu. Pengakuan terhadap jasa-jasa dan kepemimpinan Bung Karno tidak pernah hilang dari sanubari rakyat Indonesia. Makamnya di Blitar selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat luas untuk mendoakan sekaligus mengenang jasa-jasanya yang sangat luar biasa besar kepada Bangsa dan Negara Indonesia."

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Agus Salim
Editor: Sugimin

Penerbit: Nuansa Cendekia
ISBN: 9786023503469
Terbit: Februari 2016 , 97 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

"Setelah hampir tiga tahun menjalani masa isolasi yang ketat, Bung Karno, sang Proklamator Kemerdekaan dan penyambung Lidah Rakyat Indonesia itu wafat di Wisma Yaso pada tanggal 21 Juni 1970. Seluruh rakyat Indonesia meratapi dan menangisi kepergian Bapak bangsa sekaligus pemimpin yang selalu konsisten dalam memperjuangkan nasib mereka itu. Pengakuan terhadap jasa-jasa dan kepemimpinan Bung Karno tidak pernah hilang dari sanubari rakyat Indonesia. Makamnya di Blitar selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat luas untuk mendoakan sekaligus mengenang jasa-jasanya yang sangat luar biasa besar kepada Bangsa dan Negara Indonesia."

Pendahuluan / Prolog

Masa Kecil
Lawang Sekaten, Surabaya, pada hari Kamis Pon 6 Juni 1901, pasangan suami-istri Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Nyoman Rai mendapatkan karunia berupa kelahiran seorang bayi. Bayi yang berjenis kelamin laki-laki itu lahir pada waktu menjelang fajar. Setelah beberapa hari dari kelahirannya, jabang bayi itu diberi nama: Koesnososro Soekarno. Selanjutnya oleh kedua orangtuanya bayi tersebut dirawat dan dibesarkan.

Raden Soekemi Sosrodihardjo berasal dari golongan bangsawan Jawa. Ciri yang paling mudah adalah pada nama depannya yang diawali dengan gelar Raden. Sebelum tinggal di Surabaya itu, Raden Soekemi bekerja sebagai guru pada Sekolah Pendidikan Pegawai Bumiputra di Bali. Sewaktu bertugas di Bali inilah, Raden Soekemi mengenal dan kemudian menikahi seorang gadis Bali, Ida Ayu Nyoman Ray Sariben yang menjadi ibu dari bayi yang dilahirkan itu.

Dengan begitu bayi Koesnososro Soekarno merupakan peranakan campuran antara orang Jawa dan Bali. Mengenai silsilah Ida Ayu Nyoman sendiri, bahwa ia merupakan keturunan dari raja Singaraja yang ketika masih berkuasa dikenal sebagai penentang paling keras terhadap kedudukan Belanda di Bali.

Seperti halnya anak-anak lainnya pada masa itu, Koesnososro Soekarno tumbuh dan berkembang sebagai anak yang dibesarkan dalam suasana penjajahan Belanda. Dalam kesehariannya ia mendapatkan panggilan: Kusno, yang diambil dari penggalan nama depannya. Namun nama Kusno itu kemudian ditinggalkan karena ia sering mengalami sakit-sakitan.

Kebiasaan yang dilakukan oleh keluarga Jawa untuk menghilangkan keadaan seperti itu adalah dengan membuang nama yang selama ini telah dipakainya. Untuk selanjutnya Kusno dipanggil dengan nama: Soekarno atau Karno. Masa kecil Soekarno lebih banyak dihabiskan di Kediri. Di sini ia tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjodikromo yang selalu memanjakannya.

Daftar Isi

Sampul
Tentang penulis
Daftar isi
Masa kecil
     Masa pendidikan
     Terjun ke politik
     Penjara dan pembuangan
Masa pendudukan Jepang, perang Asia Timur Raya
     Bekerjasama dengan Jepang
     Penggali pancasila
Menjadi Presiden RI
     Pindah ke Yogyakarta
     Perseteruan politik
     Ditangkap Belanda
     Menjadi Presiden RIS
Masa demokrasi liberal
     Kemelut politik
     Peristiwa 17 Oktober 1952
Kiprah di pentas politik dunia
     Gerakan non-block
     NEFOS (New Egerning Force)
Demokrasi terpimpin
     Dekrit Presiden 5 Juli 1959
     Pembebasan Irian Barat
Berakhirnya kekuasaan
     Supersemar
     Wafat