Ikhtisar
"Bacaan sastra seperti yang tersaji dalam Mozaik Sastra Indonesia ini, merupakan kumpulan tulisan yang pernah dimuat di berbagai media massa, ditulis oleh berbagai pakar dari perguruan tinggi, sastrawan dan para pemerhati sastra antargenerasi. Generasi tua dan pakar sastra yang tulisannya dimuat dalam antologi ini antara lain Asrul Sani, Arief Budiman, Wiratmo Soekito, Abdul Hadi W.M., dan Wilson Nadeak. Sastrawan generasi muda dan pemerhati sastra yang tulisannya dimuat dalam antologi ini adalah Agus R. Sarjono (Majalah Horizon) Agus Noor (cerpenis), Ahmad Subbanuddin Alwy (penyair). Para dosen di perguruan tinggi yang tulisannya dimuat dalam antologi ini antara lain Maman S. Mahayana (Universitas Indonesia), Sunaryono Basuki Ks (IKIP Singaraja), Suroso (Universitas Negeri Yogyakarta), Yusrizal Kw (Universitas Andalas Padang), dan Kinayati Djojosuroto (Universitas Negeri Jakarta).
Antologi ini berisi 23 tulisan yang diambil dari berbagai media cetak seperti Kompas, Republika, Media Indonesia, Pelita, dan Horizon. Antologi ini diklasifikasi menjadi 6 topik yaitu (1) Sastra Mozaik Sastra Indonesia| 7 dan Konteks, (2) Sastra dan Imajinasi, (3) Sastra dan Pluralisme, (4) Mozaik Sastra Indonesia, (5) Sastra Saiber, dan (6) Sastra dan Kreativitas Pengarang."
Pendahuluan / Prolog
Pengantar editor
K arya sastra Indonesia, belum merupakan kebutuhan primer masyarakat. Sebagai produk budaya, karya sastra belum dibaca oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Para cendekia di berbagai strata pun tidak menempatkan karya sastra Indonesia sebagai sarana pengasah kepekaan dan estetika. Dalam bahasa populer, pengasahan khasanah humaniora untuk menghasilkan manusia yang humanis, manusiawi, bermoral, dan berperasaan halus kurang diusahakan melalui bacaan sastra.
Meminjam istilah Taufiq Ismail (2002), anak bangsa Indonesia masih rabun membaca dan pincang menulis. Padahal sastra dapat membukakan mata pembaca untuk mengetahui realitas sosial, politik, dan budaya dalam bingkai moral dan estetika. Melalui karya sastra, para pembaca akan menikmati realitas imajinasi pengarang melalui tokoh, peristiwa, dan latar yang disajikan. Belajar komunisme tidak harus membaca buku sejarah. Dengan membaca tokoh, peristiwa, dan latar sastra berlatar peristiwa G-30-S pembaca akan diajak berpikir bagaimana orang-orang yang berideologi dan bersentuhan dengan komunisme. Cerpen “Namanya I Wayan Lana” dalam kumpulan cerpen Leak (1982), seorang adik tega membunuh kakak kandungnya karena ideologi yang berbeda. Bawuk dalam Sri Sumarah karya Umar Kayam (1990) dari keluarga baik-baik pun harus melakoni jadi pelatih Gerwani karena Hassan suami yang disayangi seorang pentolan komunis.
Sastra juga berkait dengan konteks. Kontes itu berhubungan dengan realitas sosial politik pada masa karya sastra itu diciptakan.
Konteks karya sastra dapat berupa ideologi Barat-Timur, kekinianmasa lampau, dalam bingkai estetika pengarang dalam penggambaran tokoh, peristiwa dan latar. Namun demikian, karena karya sastra bersifat imajinatif, maka pembaca tidak perlu membuktikan kebenaran sastra dengan melacak keberadaan tokoh, peristiwa, dan latar sosialnya.
Bagi pembaca serius, seperti mahasiswa bahasa dan sastra, pemerhati sastra budaya, dan para akademikus, dalam memahami, mengapresiasi, dan menilai karya sastra diperlukan bahan bacaan yang dapat menjelaskan fenomena sastra seperti proses kreatif pengarang, konteks sastra, budaya, dan religi, batas antara realitasimajinasi, sastra pop-sastra serius, sastra koran-sastra saiber, dan lain-lainnya. Bacaan pemandu untuk mahasiswa dan para pemerhati sastra tersebut tentunya ditulis oleh para pakar dan praktisi yang memiliki akuntabilitas dan kepakaran yang akseptabel atau berterima di berbagai kalangan.
Bacaan sastra seperti yang tersaji dalam Mozaik Sastra Indonesia ini, merupakan kumpulan tulisan yang pernah dimuat di berbagai media massa, ditulis oleh berbagai pakar dari perguruan tinggi, sastrawan dan para pemerhati sastra antargenerasi. Generasi tua dan pakar sastra yang tulisannya dimuat dalam antologi ini antara lain Asrul Sani, Arief Budiman, Wiratmo Soekito, Abdul Hadi W.M., dan Wilson Nadeak. Sastrawan generasi muda dan pemerhati sastra yang tulisannya dimuat dalam antologi ini adalah Agus R. Sarjono (Majalah Horizon) Agus Noor (cerpenis), Ahmad Subbanuddin Alwy (penyair). Para dosen di perguruan tinggi yang tulisannya dimuat dalam antologi ini antara lain Maman S. Mahayana (Universitas Indonesia), Sunaryono Basuki Ks (IKIP Singaraja), Suroso (Universitas Negeri Yogyakarta), Yusrizal Kw (Universitas Andalas Padang), dan Kinayati Djojosuroto (Universitas Negeri Jakarta).
Daftar Isi
Sampul
Pengantar editor
Daftar isi
Bab 1 : Sastra dan konteks
Sastra dan politik
Masalah Timur-Barat dalam kesusasteraan Indonesia
Sastra kontekstual, dan manikebu
Sastra Indonesia di tengah huru-hara
Pertarungan politik kesusastraan
Sastra Indonesia miskin realitas sosial politik
Bab II : Sastra & imajinasi
Realitas dan imajinasi dalam karya sastra relijius
Sastra, imajinasi dan empirisme relijius
Terbentuknya citra sastrawan Indonesia
Bab III : Sastra dan pluralisme
Prediksi dan pluralitas sastra di masa depan
Sastra Indonesia menumpang "nampang"
Bab IV : Mozaik sastra Indonesia
Proses kreatif dan konsep berpuisi
Latar minangkabau dalam puisi-puisi Chairil Anwal
Cerpen-cerpen sufistik Danarto
Sastra populer sebagai produk budaya
Mozaik gestapu-PKI dalam sastra kkita
Ban V : Sastra dan saiber
Antara saiber, sastra dan tong sampah
Sastra saiber : Menulis puisi di udara
Soal eksplorasi estetika sastra internet
Bab VI : Sastra dan kreativitas pengarang
Sastra bukanlah persoalan tua-muda
Bintang baru novelis wanita
Rendra dan kreativitas pengarang
"Malu aku jadi orang Indonesia" sebagai refleksi humaniora
Indeks