Tampilkan di aplikasi

Buku Nuansa Cendekia hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Sufisme Sunda

Hubungan Islam dan Budaya dalam Masyarakat Sunda

1 Pembaca
Rp 85.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 255.000 13%
Rp 73.667 /orang
Rp 221.000

5 Pembaca
Rp 425.000 20%
Rp 68.000 /orang
Rp 340.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Buku ini semula adalah esai-esai yang tersebar di Harian Umum Pikiran Rakyat, Tribun Jabar, Galamedia, dan almarhum Kompas Jawa Barat. Kepada Rahim Asyik, Cecep Burdansyah, Enton Supriyatna Sind, dan Dedi Muhtadi saya haturkan terimakasih. Mereka telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menafakuri kesundaan dan keislaman tanpa harus dikejar hantu aktualitas. Hikmahnya mungkin adalah kumpulan esai ini menjadi nampak sebuah buku. Gagasan-gagasan yang berkecenderungan pengulangan yang biasanya menjengkelkan tidak hanya saya sunting tapi juga digunting demi kepuasan pembaca. Seandainya masih ada sedikit pengulangan, tidak perlu su’uzhan, dan anggap saja sebagai penegasan.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Dr. Asep Salahudin
Editor: Tim Nuansa

Penerbit: Nuansa Cendekia
ISBN: 9786023502530
Terbit: Oktober 2017 , 392 Halaman

BUKU SERUPA










Ikhtisar

Buku ini semula adalah esai-esai yang tersebar di Harian Umum Pikiran Rakyat, Tribun Jabar, Galamedia, dan almarhum Kompas Jawa Barat. Kepada Rahim Asyik, Cecep Burdansyah, Enton Supriyatna Sind, dan Dedi Muhtadi saya haturkan terimakasih. Mereka telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menafakuri kesundaan dan keislaman tanpa harus dikejar hantu aktualitas. Hikmahnya mungkin adalah kumpulan esai ini menjadi nampak sebuah buku. Gagasan-gagasan yang berkecenderungan pengulangan yang biasanya menjengkelkan tidak hanya saya sunting tapi juga digunting demi kepuasan pembaca. Seandainya masih ada sedikit pengulangan, tidak perlu su’uzhan, dan anggap saja sebagai penegasan.

Pendahuluan / Prolog

Prakata
Ada suatu fase ketika saya begitu bersemangat menulis tema kesundaan. Itu bukan sekadar karena secara geografis saya lahir di Sunda, berkomunikasi menggunakan bahasa ibu, tapi kemungkinan, sependek pengetahuan saya, ada banyak hal yang belum terungkapkan, terutama kaitan Islam dengan Sunda. Begitu sedikit rujukan yang mempercakapkan hubungan keduanya. “Islam-Sunda dan Sunda-Islam” nyaris menjadi sebuah jargon yang konon harus diucapkan dalam satu helaan nafas tanpa ada ikhtiar memeriksanya kembali. Akibatnya, alih-alih melahirkan pembahasan utuh, yang terjadi seringkali menjadi ungkapan apologetis, dan selebihnya adalah semangat pendakuan dalam takaran berlebihan dan kesimpulan terburu-buru.

Bagi saya, hal ini penting dipertanyakan dan/atau ditafsirkan ulang. Hasilnya bisa jadi akan memunculkan kesangsian baru dan tidak mustahil akan semakin menebalkan keyakinan lama, atau berujung pada pertanyaan lain yang tak pernah selesai dan tidak perlu selesai dijawab.

Ini jauh lebih sahih ketimbang begitu saja menerima pernyataan yang belum teruji kebenarannya. Persoalan Sunda dan Islam luas cakupannya,

terbentang nyaris minal-masyriq ilal-maghrib, dari yang mistis sampai logis. Hubungannya seperti tubuh dan kalangkang (bayangan). Wujud nyata dan pantulan bayangannya dapat bertukar tempat. Terkadang bayangan ada di muka, dan kali lain, ada di belakang atau sejajar. Hal ini kemudian melahirkan tipologi mulai dari mazhab puritan, liberal, dan yang tak peduli lagi dengan segenap urusan identitas kesukuan dan keagamaan. Seringkali semuanya bergerak acak tak ubahnya ngudagngudag kalangkang heulang.

Kebenaran Islam dan Sunda hanya ada dalam isi kepala, dan antara normativitas dan historisitas ada jarak yang lebar. Ada juga yang menariknya ke dalam konteks aksiologis, bahwa Sunda dan Islam memiliki irisan takdir yang tidak jauh berbeda: menyimbolkan peradaban yang tengah terpuruk.

Sunda juga, dalam lintasan aras politik keagamaan, telah mengalami sejarah panjang, bahkan adakalanya diriwayatkan dalam narasi serba getir. Sunda dan Islam dianggap penting, namun juga sekaligus genting.

Relasinya kadang tenang, tapi pernah juga tegang; terkadang karib, tapi acapkali garib. Apalagi Sunda dan Islam sangat menyukai hal-hal gaib.

Al-Muntazhar (mesias) bukan hanya bagian dari keyakinan orang Syi'ah, sebagaimana kaum Sunni mengimani kebangkitan Al-Mahdi yang dinanti (Al-Masîh), namun juga tidak sedikit orang Sunda yang meyakini bahwa Prabu Siliwangi selama ini tengah ngahiang.

Sunda menjadi kawasan “tak bertuan” dan “tanah yang dijanjikan” yang konon dibuat ketika Tuhan tersenyum. Di tempat ini, kaum agamawan begitu gencar mempromosikan pahamnya sekaligus medan kerumunan politisi mendagangkan partainya sebagai parameter politik nasional.

Kesimpulan sementaranya ternyata di Jazirah Sunda tidak ada ormas dan partai yang dominan. Mayarakat Sunda seperti sedang berladang di huma; datang dan pergi, dipilih dan dicampakkan, tanpa merasa harus terus dikenang apalagi sampai ideologi dan pemahaman itu menghunjam dalam palung sukma manusia Sunda. Tidak ada. Dalam falsafah kekayaan batin Si Kabayan, teu nanaon ku nanaon.

Ingatan masa silam diaktifkan kembali, bukan untuk diterapkan secara jumud, tapi sekadar lewat begitu saja atau diinterpretasikan sesuai elan zamannya. Cag teundeun di handeuleum sieum/tunda di hanjuang.

siang/paranti nyokot ninggalkeun. Kalau hari ini radikalisme keagamaan seolah mendapat sambutan gempita di Jawa Barat, ini pemandangan anomali saja karena sebenarnya bertentangan dengan hakikat agama, khittah budaya Sunda, dan akal sehat. Tapi juga persoalan ini tetap harus diwaspadai, sehingga saya merasa penting mengulasnya dalam buku ini.

Palangsiang orang Sunda sedang berdiri di persimpangan jalan.

Buku ini semula adalah esai-esai yang tersebar di Harian Umum Pikiran Rakyat, Tribun Jabar, Galamedia, dan almarhum Kompas Jawa Barat. Kepada Rahim Asyik, Cecep Burdansyah, Enton Supriyatna Sind, dan Dedi Muhtadi saya haturkan terimakasih. Mereka telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menafakuri kesundaan dan keislaman tanpa harus dikejar hantu aktualitas. Hikmahnya mungkin adalah kumpulan esai ini menjadi nampak sebuah buku. Gagasan-gagasan yang berkecenderungan pengulangan yang biasanya menjengkelkan tidak hanya saya sunting tapi juga digunting demi kepuasan pembaca. Seandainya masih ada sedikit pengulangan, tidak perlu su’uzhan, dan anggap saja sebagai penegasan.

Sengaja juga puisi-puisi Haji Hasan Mustapa (HHM) banyak dihadirkan, karena bagi saya, Bujangga Sirna di Rasa itu telah berhasil meretas jalan secara kuat, paradigmatik, dan penuh tanggungjawab dalam ngadumaniskeun Islam dan Sunda sampai hubungan keduanya seperti gula dan manisnya (gula jeung peueutna) lewat puisi kuno tanpa kehilangan kedalaman spiritualitasnya dan rasa humor-humanitasnya yang tinggi.

Keislaman dan kesundaan dijangkarkan di atas haluan al-hikmah alkhâlidah untuk membangun kebaikan bersama.

Semoga buku ini memberikan rangsangan bagi tumbuhnya diskusi sehat dan pemikiran-pemikiran yang lebih dalam dan terbuka terutama seputar wacana keislaman, kesundaan (dan keindonesiaan).

Tentu ada banyak lembaga yang harus mendapatkan ucapan terimakasih. Sebut saja IAILM Pesantren Suryalaya Tasikmalaya, UIN Sunan Gunung Djati, Pesantren Pulosari Garut, Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Unpas, Forum Diskusi Lintas Batas Bandung dan Lakpesdam PWNU Jawa Barat. Di lembaga-lembaga itu, tema kesundaan-keislaman didiskusikan penuh minat.

Kepada Profesor Didi Turmudzi yang telah memberikan kata pengantar, saya haturkan terimakasih. Juga kepada rekan-rekan di Penerbit Nuansa, Mas Taufan Hidayat, yang telah memungkinkan buku ini terbit.

Akhirnya, selamat membaca. Semoga keberkahan senantiasa menyertai kita.

Bandung, Agustus 2017
Penulis

Daftar Isi

Sampul
Kata mereka
Pengantar
Prakata
Daftar Isi
Suluk Sunda
     Siloka Suluk Sunda
     Pasulukan Siliwangi
     Suluk Sangkuriang
     Suluk Hasan Mustapa
     Suluk Sunda "Purnama Alam"
     Visi Metafisika Sunda
Religiositas Sunda
     Religiositas Sunda dalam Guguritan
     Spiritualisme Lutung Kasarung
     Spiritualisme Purbajati
     Religiositas Cinta Kakawihan Sunda
     Spiritualisme "Sasapian"
     Tapa Sunda di Mandala
     Ayat-Ayat Perempuan dalam Literasi Sunda
     Rukun Jeprut
Rawayan Si Kabayan
     Konsep DiriSi Kabayan
     Si Kabayandan Falsafah "Teu Nanaon Ku Nanaon"
     Si Kabayan dan Sunda "Durangduraring"
     Si KabayanManusia Setengah Dewa
     Religiositas HumorSi Kabayan
     Si KabayanMencari Kebenaran
     Jalan KesadaranSi Kabayan
     Si Kabayansebagai Sufi
     Nalar KeterpaduanSi Kabayan
     TransendensiSi Kabayan
     Sabilulungan
Etika Sunda
     Tanjakan Maraga Cinta
     Nalar "Babalik Pikir"
     Etos Kerja Ki Sunda
     Élmu dalam Tradisi Sunda
     Mencari "Kaaingan"Ki Sunda
     Bébér Layar Purbajati
     Nalar Sangkuriang dan Sunda Ngarangrangan
Filsafat Islam-Sunda
     Sufisme Sunda, bukan Islam-Sunda, Sunda-Islam
     Takdir Sunda dan Islam
     Nyantri, Nyakola, Nyunda
     Tragedi di dalam Sensitivitas Mang Koko
     Melacak Akar Intoleransi di Jawa Barat
     Sunda dan Deradikalisasi Agama
     Cipasung, Sundadan Ijtima Ulama
     Semiotika Tarekat Suryalaya
     Filsafat Sunda Purbajati
     Menyoal Tafsir Sunda
     Nilai Kejujuran dalam Budaya Sunda
     Orientalisme Haji dan Aristokrasi Santri Sunda
     Lokasi Kultural Sunda
Sunda, Pesantren dan Islam Nusantara
     Strategi Kebudayaan Pesantren
     Menjadi Santri
     Islam KulturalGunung Djati
     NU dan Religiositas Politik Kenegaraan
     NU Sunda Islam Nusantara
     NU, Sundadan Cimenyan
     NasionalismeKaum Tarekat
Ekologi Sunda
     Dari Sunda ke Capra
     "Kila-Kila" Alam Sunda
     Tanah Sunda "Burakrakan"
     Ayat EkologiLutung Kasarung
     Sunda dan Kosmologi Niskala
     Sunda dan "Tanah yang Dijanjikan"
Puasa di Tatar Sunda
     Spiritualitas Munggahan
     Ritual Kultural Ngabuburit
     Puasa dan "Tirakat" Sunda
     Puasa dan "Haripeut Ku Teuteureuyeun"
     Tarawéh, Tara Sawaréh
     Malem Lilikuran
     Imaji Kultural "Seribu Bulan"
     Atmosfer Manggih Lebaran
     Oksigen Lebaran
     Kembali ke Akar
     Levi Ketupat Idul Fitri
     Ritual Kultural Mudik Lebaran
     Ritus "Riung Mungpulung"
     Idul FitriRawayan Sabilulungan
     Idul Fitri dan "Kaluluputan Diri"
     Daya KulturalHalal bi Halal
Tafsir Upacara Islam-Sunda
     Mi'raj dalam Tradisi Sunda
     Mi'raj Mundinglaya Sunten Jaya
     Antara "Jati" dan "Junti"
     Rawayan Anuning Ning
     Tahun BaruNgindung ka Waktu
     Dalam Nafas Tritangtu
Daftar Pustaka
Indeks
Tentang Penulis