51,23%. Merah-putih kini mendominasi saham Freeport-McMoRan Inc. (FCX), lewat PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Dari yang semula hanya 9,36% menjadi 51,23%, sejak 21 Desember lalu. Untuk itu, Inalum membayar US$3,85 miliar/Rp55,7 triliun. Pembayaran dilakukan melalui transfer perbankan US$3,5 miliar kepada Rio Tinto dan US$350 juta kepada FCX.
Komposisi kepemilikan 51,23% saham itu: 41,2% PT Inalum dan 10% PT Indonesia Papua Metal dan Mineral/IPMM, perusahaan joint venture Inalum dengan BUMD Pemda Papua. Saham IPPM ini dielaborasi menjadi 60% milik Inalum dan 40% milik BUMD Papua. Inalum merombak kepengurusan FCX—meski CEO lama, Richard C. Adkerson, hanya bergeser posisi menjadi Ketua Dewan Komisaris dan pemerintah mengklaim Freeport sudah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
O ya? Dapat uang dari mana Inalum, tatkala total hutang luar negeri RI Rp5.410 triliun, yang Rp2.718,7 triliun di antaranya hutang pemerintah? Ya, hutang (lagi). Dana diperoleh melalui penerbitan global bond/surat utang global yang diterbitkan di pasar modal Singapura dan tercatat tanggal 8 November 2018 di New York. Nominalnya US$4 miliar untuk membeli saham FCX sebesar US$3,85 miliar dan US$150 juta untuk refinancing.
Para analis menyayangkan mengapa Inalum tak memilih domestic bond. Bagaimanapun, global bond itu high risk. Terutama dari risiko nilai tukar dan risiko sovereignty. Dengan langkah ini, Inalum kini memiliki kewajiban global sangat besar. “Jika sebelumnya posisi Inalum managable debt; sejak 1 Januari 2019, BUMN tersebut berstatus potentially critical debt,” ujar Hidayat Matnoer, Pengamat Kebijakan Moneter dan Publik.
Dalam aturan global bond, kata Hidayat, tidak boleh dilarang bila MacMoran ingin membeli global bond Inalum. Jadi, dengan skema global bond, Freeport tidak mungkin dikuasai oleh bangsa Indonesia. Karena FCX dan pemain global lainnya dapat menguasai 100% global bond milik Inalum tersebut.
Lagipula, “Tidak ada kewajiban Indonesia menyetujui kontrak karya Freeport jilid II yang cacat hukum/tak lagi suci karena terindikasi penyogokan terhadap pejabat Indonesia saat itu (GK),” ujar Rizal Ramli. Dalam kalimat cespleng yang langsung viral, “Ini Freeport punya Indonesia Dibeli. Kan goblok,” sebut ekonom senior, Faisal Basri. Pinjam (uang) ke pasar itu tidak ada negosiasi macam-macam. Kalau asing punya sentimen negatif terhadap Indonesia, dia jual besoknya. Harganya hancur. Mampus kita,” tuturnya.
Nyali dan idealisme pemerintah menjaga martabat dan kedaulatan bangsa jauh panggang dari api. Padahal, menurut Marwan Batubara, kita punya dua modal kuat. Yakni UU No. 4/2009 tentang Minerba dan tuntutan rakyat untuk mengambil alih dan menguasai Freeport. Mestinya RI fight, dengan mengubur minderwaardigheidscomplex. Pemerintah layak mengadopsi elan dan etos national pride Venezuela dalam proses nasionalisasi proyek ExxonMobil, yang berjaya di arbitrase internasional. Salam, Irsyad Muchtar